NEVILLE Chamberlain tahun 1938 pergi ke Munich, mengusahakan
perdamaian. PM Inggeris itu kemudian terkenal menjalankan
appeasemen policy -- politik yang bertujuan menentramkan tapi
terlalu banyak memberi konsesi pada Hitler.
Kejadian di Wina, 18 Juni, mengingatkan sebagian orang Amerika
pada Chamberlain. Di situ Jimmy Carter dan Leonid Brezhnev
menandatangani SALT-2. Strategic Arms Limitation Treaty itu atau
perjanjian untuk membatasi persenjataan strategis (nuklir)
diharapkan bisa mencegah perang dunia, setidaknya menenteramkan
hubungan kedua raksasa -- Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Sesudah Munich, Hitler ternyata tetap menyulut api peperangan.
Chamberlain, kata senator Henry Jackson, "jelas bukan
pengkhianat, tapi dia sungguh pandir." Jackson (Demokrat)
beroposisi dalam Senat AS terhadap politik Carter dalam soal
SALT-2.
Perjanjian itu masih memerlukan ratifikasi Senat. Walaupun
pemungutan suara belum terjadi, sikap Senat umumnya masih
terpecah dan diketahui akan menyulitkan Carter. Ratifikasi ini
meminta dua-pertiga suata dari 100 anggota Senat itu. Sekali
ini, demikian pendapat umum di AS, pemerintahan Cartel
menghadapi "pertempuran terbesar" dalam mengusahakan ratifikasi
itu.
Bahkan para senator pendukung perjanjian itu sendiri belum
kompak. Jika tidak a priori menolak, ada yang hendak
mengusulkan amendemen. Apakah mungkin Soviet setuju perjanjian
itu dirobah? Jawabannya mungkin Ya, mungkin pula Tidak. Jika
terjadi amendemen Senat, demikian spekulasi di sana, Kremlin
mungkin bisa memahami tapi perundingan baru perlu dibuka lagi.
Perundingannya jelas akan berlarut lagi seperti sejak zaman
Presiden Richard Nixon tahun 1972, ketika SALT-1 ditandatangani.
Hambatan ini berpangkal pada kurangnya kepercayaan orang Amerika
pada kesungguhan hati Moskow untuk secara jujur membatasi
persenjataan nuklir. SALT-2 justru dianggap mereka sebagai
taktik Soviet untuk mempertahankan keunggulan persenjataan
Soviet yang sudah ada. Sampai 10 tahun lalu Soviet masih
ketinggalan. Sekarang kekuatan persenjataan nuklir Amerika bisa
disainginya.
Kecurangan Soviet, jika terjadi sesudah perjanjian itu, memang
sukar diatasi. Namun pemerintahan Carter menilai SALT-2 sudah
maksimum yang bisa dicapai. "Kebenaran dari zaman nuklir ialah
Amerika Serikat dan Uni Soviet harus hidup dalam damai -- atau
kila mungkin tidak hidup sama sekali" kata Presiden Carter di
Conress AS setelah ia kembali dari Wina pekan lalu.
Komite Senat tentang hubungan luar negeri AS memulai sidang
penelitian resmi tentang perjanjian itu 9 Juli nanti. Prosesnya
dalam Congress akan berkepanjangan, malah bisa sampai 1980, jika
pihak oposisi kuat. Waktunya kurang menguntungkan bagi posisi
Carter sekarang yang popularitasnya menurun di dalam negeri. Di
AS, orang kebetulan sedang ramai memperhatikan siapa gerangan
calon Presiden berikutnya. Dan SALT-2 diduga justru bisa menjadi
suatu senjata politik melawan pencalonan kembali Carter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini