Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Glasnost masih berlangsung di Rusia, setidaknya di jajaran Angkatan Laut. Itu yang terlihat di ruang pengadilan militer setelah terjadi kecelakaan yang menimpa kapal selam mini AS-28 Priz di dasar laut kawasan Teluk Beryozovaya, Semenanjung Kamchatka, Pasifik Utara, dua pekan silam.
Dalam sidang yang digelar di Vladivos-tok, Selasa lalu, terungkap bahwa misi penyelamatan sebenarnya telah di-coba Angkatan Laut Rusia sendiri. Misi itu gagal gara-gara robot kapal selam Veno-m rusak sejak hari pertama operasi karena salah penanganan. ”Kapten kapal penyelamat Georgy Kozmin sembrono dan tidak profesional,” kata Valery Suchkov, jaksa penuntut Armada Pasi-fik Rusia. Kerusakan itu menyebabkan kerugian 10 juta rubel (Rp 3,4 miliar).
Kegagalan inilah yang menyebabkan Rusia akhirnya harus rela mena-han malu dan terpaksa mengumumkan kecelakaan sambil minta pertolongan dunia internasional. Ketika itu Menteri Per-tahanan Sergei Ivanov mengakui ne-garanya punya satu robot kapal selam penolong, tapi sedang dipakai Arma-da Laut Utara. ”Perlu waktu banyak u-ntuk membongkar dan mengangkutnya me--lintasi negeri kami,” kilahnya.
Kilah itu tak sepenuhnya benar. Me-nurut penyelidikan pemerintah, kece-lakaan terjadi pada Kamis, 4 Agustus. Kapal yang dikomandani Kapten-Letnan Vyacheslav Milashevsky, 25 tahun, itu terbelit kabel antena bawah laut di Teluk Beryozovaya. Kabel yang diikatkan pada beton seberat 60 ton itu menjerat baling-baling sehingga kapal bercat merah putih itu tertambat di dasar laut pada kedalaman 190 meter. Up-aya kapal untuk melepaskan diri malah ber-ujung terpuntal jaring nelayan.
Merasa tak berdaya, sinyal SOS pun disiarkan. Presiden Vladimir Putin, yang mendapat laporan bawahannya, se-gera bereaksi. Ia tak mau mengulang kecelakaan yang menimpa kapal selam nuklir Kursk yang tenggelam di Laut Barentz lima tahun lalu ataupun kapal selam K-159 dua tahun lalu. Ia memerintahkan Ivanov untuk memantau misi penyelamatan yang dipimpin Panglima Armada Pasifik, Admiral Victor Fedorov.
Semula Fedorov akan memakai b-a-han peledak untuk memutuskan kabel, n-amun tak jadi dilaksanakan. Kapal selam penolong Venom diturunkan, namun robot canggih itu ternyata tak bisa dioperasikan. Ia lalu mengirimkan kapal MB-105 dan KIL-168 untuk mencoba mengangkat Priz yang malang, namun sia-sia. Karena tak ada cara lain, mau tak mau, Rusia terpaksa meminta bantuan.
Sementara itu, sambil menunggu upaya penyelamatan di kedalaman laut yang dingin, awak kapal yang lapar dan haus mulai mematikan listrik dan berdiam diri untuk menghemat energi dan oksigen. Suasana di kabin gelap dan dingin. ”Saat itu hanya dingin, dingin, dan sa-ngat dingin. Saya tak mampu mengungkapkannya,” tutur seorang awak.
Mereka lantas mengenakan baju hangat untuk melawan suhu kabin yang men-capai 5 derajat Celsius. Untuk meng-hemat listrik, peralatan komunikasi dipakai seperlunya saja untuk berkomunikasi dengan tim penyelamat. ”Kami hanya berbaring dan menunggu penye-lamatan,” kata Gennady Volonin, wakil perusahaan pembuat AS-28, yang ikut dalam ekspedisi itu.
Upaya penyelamatan datang dari berbagai penjuru dunia. Inggris mengirim Scorpio-45, Amerika Serikat mengirim dua Super Scorpio dan sebuah robot penyelam. Sepasang penyelam laut dalam Kanada ikut bersama rombongan AS; sementara Jepang mengirimkan empat kapal militer.
Scorpio Inggris datang paling awal dan segera diturunkan. Setelah ber-ju-ang selama enam jam, wahana ta-npa awak itu berhasil membebaskan AS-28 setelah memotong kabel dan jaring nela-yan yang membelitnya. Tepat pukul 16.26, 7 Agustus, Priz mengapung lagi. Ke-tujuh awak selamat setelah terjebak 76 jam pada suhu yang membekukan tulang.
Miloshevsky keluar dari kapalnya tidak dengan tangan hampa. Karena sempat merasa pesimis akan selamat, ia menyempatkan diri menulis surat wasiat untuk istrinya, Yelena, saat menunggu pertolongan. Belakangan, berdasarkan surat itu, istri sang komandan membantah versi pemerintah bahwa kecelakaan terjadi pada Kamis, 4 Agustus. ”Menurut suami saya kecelakaan terjadi sejak Rabu, 3 Agustus,” ujarnya.
Ini berarti Rusia telah mengulur waktu 48 jam sebelum mengumumkan kecelakaan. Maklum, kawasan tempat kecelakaan itu dikenal sebagai pangkalan kapal selam nuklir rahasia. ”Kabel yang menjerat itu bagian dari sistem rahasia untuk mendeteksi kapal selam asing,” kata bekas Panglima Armada Laut Hitam, Admiral Eduard Baltin. Namun nyawa tujuh awak Priz dianggap le-bih penting ketimbang menjaga rahasia pangkalan, setidaknya setelah Glasnost bergulir di Rusia.
Hanibal W.Y. Wijayanta (Mosnews, RIA Novosti, Pravda, Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo