Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Caracas, ibu negeri Venezuela, berhias menyambut kedatangan tamu agung. Dia seorang laki-laki bertubuh kukuh dengan garis wajah tegas persegi. Parade kehormatan pasukan militer menyambutnya di bandara Caracas. Tamu agung itu Presiden Bolivia Evo Morales, 46 tahun—anak Indian pertama yang menjadi presiden di seantero di Amerika Selatan. Presiden Venezuela Hugo Chavez memboyong semua menteri kabinetnya ke lapangan terbang. Dia menyambut Morales dengan pelukan hangat dan senyum lebar pada Rabu pekan lalu.
Bagi Chavez, kedatangan Morales sama pentingnya dengan kunjungan Presiden Cuba Fidel Castro, sahabat sekaligus patron politiknya. Morales yang menang dalam pemilihan presiden pada 18 Desember 2005 adalah seorang sosialis yang berani memasang wajah garang di hadapan Amerika Serikat. Dalam kampanyenya, Morales terang-terangan berujar bahwa ia akan menjadi mimpi buruk bagi Washington.
Hanya tiga tokoh—Morales, Chavez, Castro—yang berani menghardik Presiden George W. Bush di kawasan Amerika Selatan. Sebelum menemui Chavez, Morales sudah bersilaturahmi dengan Castro, ”nabi” sosialis dari masa Perang Dingin yang masih bertahan. Ketiganya sepakat membentuk poros baru yang disebut Chavez sebagai ”Poros Baik”. ”Kami bergabung dalam perjuangan antineoliberalisme dan antiimperialis,” ujar Morales.
Bagi negara-negara berkembang di Amerika Latin, kampanye global pasar bebas sebagai implementasi ekonomi neoliberal—yang dianut negara kaya macam Amerika Serikat—dirasa lebih banyak merugikan. Pasar bebas dalam prakteknya cenderung memberi keuntungan kepada negara kaya yang menguras sumber daya alam negara berkembang lewat liberalisasi ekonomi dan privatisasi. Negara berkembang rata-rata hanya menjadi pasar bagi produk negara maju.
Presiden Chavez pernah menantang AS dengan menyatakan negerinya bersedia masuk ke dalam pasar bebas, asalkan pintu imigrasi AS dibuka lebar bagi pekerja asal Amerika Latin. Sebagai jawaban, Amerika malah membangun tembok tinggi di sepanjang perbatasan dengan Meksiko untuk membendung banjir pencari kerja Amerika Latin.
Ketidakadilan inilah yang dilawan oleh Chavez dengan mengontrol ketat sektor energi Venezuela. Sebelum dia berkuasa, perusahaan multinasional berkolusi dengan pejabat negara mengeduk keuntungan minyak Venezuela—penghasil minyak nomor lima dunia. Dari hasil minyak, Chavez membelanjakan miliaran dolar untuk program sosial bagi rakyat miskin.
Kebijakan sosialis ala Chavez akan diterapkan Morales di Bolivia. Presiden berdarah Indian ini bertekad mengentaskan 63 persen dari 8,9 juta rakyatnya dari jerat kemiskinan dengan mengandalkan kandungan gas alam Bolivia. Chavez, Morales, dan Castro kini beraliansi melawan kebijakan pasar bebas di Amerika Latin. ”Gerakan ini tak cuma di Bolivia. Fidel di Kuba dan Hugo di Venezuela menancapkan kemenangan dalam gerakan sosial dan kebijakan kiri,” ujar Morales.
Sebagai bentuk solidaritas sesama sosialis anti-AS, Chavez bermurah hati memasok Bolivia 150 ribu barel minyak solar dengan imbalan produk pertanian. Chavez bertekad mendukung Bolivia dengan cara apa pun, termasuk menyediakan dana US$ 30 juta (Rp 290 miliar). Uang ini akan digunakan untuk membiayai program sosial Morales dalam melindungi petani koka (bahan mentah kokain) yang bisa babak-belur terkena kampanye antinarkotik AS. ”Kami akan mengubah Bolivia. Kami akan mengubah Amerika Latin,” ujar Morales.
Gedung Putih mengamati gerakan ”Poros Baik” ini dengan ketegangan yang mirip-mirip suasana Perang Dingin. Maklum, selain Venezuela dan Bolivia, Brasil, Argentina, dan Uruguay juga diperintah partai-partai kiri. ”Kami akan mengamati kebijakan-kebijakan Morales,” ujar Sean McCormack, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Chavez yang sudah lebih banyak makan asam garam menghadapi AS membekali Morales dengan miniatur pedang Simon Bolivar. Seperti kita ketahui, Bolivar adalah pahlawan yang membebaskan Venezuela dari penjajahan Spanyol. Chavez, konon, membisikkan kepada Morales agar sobatnya tabah meniru semangat Bolivar dalam melawan tekanan ”saudara tua” dari Utara.
Raihul Fadjri (CS Monitor, BBC, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo