Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA debat tak biasa di kalangan penegak hukum Cina dalam beberapa pekan terakhir. Mereka adu argumentasi apakah membayar layanan seks di panti pijat merupakan kejahatan jika mereka tak bersetubuh.
Jaksa, polisi, pengacara, dan media pemerintah terbuka membahas batas-batas prostitusi, karena transaksi syahwat dilarang pemerintah. "Berbagai tempat memiliki standar berbeda soal apakah layanan masturbasi adalah kejahatan," demikian berita utama surat kabar milik Partai Komunis Cina, People's Daily.
Pokok soalnya adalah servis "ekstra" panti pijat di Beijing yang mereka sebut "happy endings". Akhir Juni lalu, Pengadilan Rakyat Foshan memutuskan layanan erotis itu bukan kegiatan prostitusi. Putusan itu buntut dari kasus Juli 2011 ketika polisi menggerebek sebuah panti pijat dan menangkap empat pria pemiliknya. Pengadilan tingkat pertama menghukum keempat pria itu lima tahun penjara. Di tingkat banding, mereka menang.
Polisi berpandangan prostitusi terjadi ketika dua pihak bersepakat bertransaksi layanan seksual. "Tindakan semacam ini jelas prostitusi," demikian keterangan Kepolisian Beijing seperti dikutip Jinghua Times.
Pemerintah Cina memang sensitif untuk urusan prostitusi. Sebab, transaksi ini dekat dengan gratifikasi seks dan korupsi. Presiden Xi Jinping bertekad memprioritaskan pemberantasan korupsi karena kejahatan ini dinilai sudah menggerogoti Partai Komunis Cina. "Korupsi bisa menjatuhkan partai dan meruntuhkan negara," katanya.
Pertengahan Juli lalu, empat pejabat Cina ditahan terkait dengan investigasi kriminal perusahaan farmasi GlaxoSmithKline, yang dituduh menyuap 700 perusahaan, para dokter, dan pejabat pemerintah dengan nilai US$ 489 juta. Uang senilai sekitar Rp 5 triliun itu diduga digunakan untuk membiayai perjalanan dan pertemuan palsu serta layanan seks.
Akhir Juni, bekas pejabat keuangan, Lei Zhengfu, dijatuhi hukuman 13 tahun penjara karena menerima suap lebih dari 3 juta yuan atau setara dengan Rp 5 miliar. Skandal bekas Ketua Partai Komunis di sebuah distrik di Chongqing itu terkuak setelah video seksnya dengan seorang wanita muda beredar. Wanita itu disewa pengembang properti yang ingin mendapatkan proyek. Bersamanya, 20 pejabat juga kena sanksi atas tuduhan penyuapan.
Prostitusi sebenarnya sudah dilarang sejak Partai Komunis Cina berkuasa pada 1949, karena dianggap penyakit kapitalisme. Pada 1980-an, pelakunya bahkan bisa dihukum mati. Namun kegiatan pemuas syahwat ini meningkat sejak reformasi ekonomi dimulai pada akhir 1970-an.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kini terdapat 4-6 juta pekerja seks di negara itu, tapi angka yang sebenarnya diperkirakan mencapai 10 juta. "Mereka dianggap sebagai penjahat sosial dan pejabat Cina sering menyebut mereka perempuan rusak," ujar Direktur Human Rights Watch untuk Cina, Sophie Richardson, dalam laporannya Mei lalu.
Hasil kajiannya menunjukkan kemiskinan adalah penyebab utama perempuan menjadi pekerja seks, juga kurangnya pendidikan dan kesempatan kerja serta perceraian atau perpisahan. Laporan itu juga mengungkap polisi sering melakukan pelecehan terhadap pekerja seks, seperti penahanan tanpa pengadilan, pemukulan, penyiksaan dalam tahanan, dan pemerkosaan.
Di tingkat elite, perang terhadap prostitusi digencarkan. Tapi sebagian kalangan menilai ada pembiaran di level bawah. "Agar aparat bisa tetap mengutip denda," kata Li Yinhe, sosiolog dari Akademi Ilmu Sosial Cina. Dia mengatakan suap di tingkat bawah juga jamak diberikan pengusaha rumah bordil demi mendapatkan perlindungan aparat.
Harun Mahbub (BBC, The Washington Post, South China Morning Post, Xinhua, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo