Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Harga Skandal Lady

Italia menjadi negara pertama yang mengadili pelaku penculikan yang menjadi program rahasia CIA.

1 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Hukum Italia Anna Maria Cancellieri memperpendek waktu kunjungan ke luar negeri saat mendengar kabar penangkapan Robert Seldon Lady di Panama, Kamis dua pekan lalu. Lady adalah bekas Kepala Kantor Dinas Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat di Milan. Dia juga salah satu dari 26 orang Amerika yang divonis bersalah karena penculikan ulama Islam di Milan, Hassan Mustafa Osama Nasr atau Abu Umar, satu dekade lalu.

Kepulangan mendadak itu demi mempersiapkan dokumen permintaan ekstradisi atas Mr Bob—sebutan Lady di media Italia. Alangkah kecewanya Cancellieri saat mengetahui Panama ternyata mengirim Mr Bob ke Amerika, bukan ke Italia, sebagai negara yang memasukkannya ke daftar buruan Interpol sejak Desember tahun lalu. Ia dibebaskan pada 19 Juli, hanya sehari setelah ditangkap di perbatasan Panama saat hendak menuju Kosta Rika.

Kata Cancellieri, Italia sudah meminta Panama menahan Lady sementara permintaan ekstradisi disiapkan, tapi itu "ditolak tanpa penjelasan masuk akal". Menteri Keamanan Publik Panama Jose Mulino berdalih Lady dibebaskan dan dipulangkan ke Amerika karena Italia tidak mengajukan permintaan ekstradisi resmi dalam 48 jam.

Kasus yang menjerat Lady bermula dari peristiwa 17 Februari 2003. Saat itu, Abu Umar, yang mendapat suaka di Italia, dalam perjalanan menuju masjid di Milan untuk salat zuhur. Setiba di Via Giuseppe Guerzoni, pria kelahiran 18 Maret 1953 itu dicegat seseorang berseragam polisi yang menanyakan identitasnya. Setelah itu, ia dipaksa masuk ke van putih.

Abu Umar, yang dicurigai Amerika terlibat terorisme, dibawa ke pangkalan udara gabungan Amerika-Italia, Aviano. Ia lantas diterbangkan dengan pesawat jet yang disewa CIA ke Pangkalan Udara Ramstein, Jerman. Di sini pesawat kedua sudah menunggu, yang membawanya ke Kairo, Mesir.

Penculikan dan pengiriman Abu Umar ke Mesir merupakan bagian dari program perburuan teroris pasca-serangan 11 September 2001 ke New York, yang menyebabkan sekitar 3.000 orang tewas. Tak lama setelah itu, Presiden Amerika George W. Bush menandatangani perintah rahasia yang memberi kewenangan CIA melakukan penangkapan, interogasi, penahanan, dan pemindahan tersangka teroris di luar negeri.

Di Mesir, Abu Umar ditahan selama 14 bulan tanpa pengadilan dan diinterogasi anggota badan intelijen Mesir. Pada 20 April 2004, ia dibebaskan dari penjara, tapi diperingatkan State Security Investigations Services (SSIS) untuk tak mengungkap peristiwa yang dialaminya di tahanan. Namun Abu Umar memberi tahu istrinya di Italia dan temannya.

Karena "bernyanyi", Abu Umar kembali ditangkap aparat keamanan Mesir. Ia dibawa ke kantor SSIS di Kota Nasr, lalu dipindahkan ke penjara Istiqbal Tora. Selanjutnya dia dibawa ke Damanhour, tempat ia ditahan di bawah Kementerian Dalam Negeri dengan Undang-Undang Darurat. Pada Februari 2005, dia dikembalikan ke penjara Istiqbal Tora sebelum dilepaskan dua tahun kemudian.

Abu Umar tak kapok "berkicau", kali ini kepada sejumlah organisasi hak asasi manusia internasional, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch. Ia mengaku digantung dengan kaki di atas hingga disetrum alat kejut listrik, termasuk di kemaluannya.

Pengakuan ini memaksa pemerintah Italia membuka secara resmi penyelidikan pidana. "Penculikan Abu Umar bukan hanya kejahatan serius terhadap hak asasi manusia, melainkan juga kekalahan dalam perang melawan terorisme," ucap Kepala Jaksa Italia Armando Spataro pada 2007. Saat Abu Umar diculik, polisi Italia juga sedang mengusut dugaan keterlibatannya dalam kasus terorisme.

Italia sebenarnya tak tinggal diam. Pada 2005, Komite Parlemen untuk Intelijen dan Keamanan meminta keterangan Direktur Servizio per le Informazioni e la Sicurezza Militare (SISMI, direktorat intelijen militer Italia) dan Servizio per le Informazioni e la Sicurezza Democratica (SISDE, dinas intelijen sipil Italia) soal keterlibatannya dalam program rahasia Amerika itu, termasuk penculikan Abu Umar.

Juni 2005, hakim Guido Salvini mengeluarkan surat perintah penangkapan atas 22 agen atau operator CIA, termasuk Jeffrey W. Castelli, Kepala CIA di Roma, Italia, hingga 2003. Salvini menyebutkan penculikan itu ilegal karena melanggar kedaulatan Italia dan hukum internasional serta mengganggu penyelidikan polisi. November 2005, Kejaksaan meminta Departemen Kehakiman mengajukan permohonan ekstradisi dari Amerika Serikat, tapi tak diloloskan.

Penyelidikan resmi kasus ini dilakukan pada 2007, tak lama setelah Abu Umar dibebaskan. Aparat Italia tak kesulitan melacak pelakunya. Delapan hari di kota itu, agen CIA yang terlibat operasi tersebut tak selalu mencabut baterai telepon selulernya sehingga posisi mereka mudah dilacak. Mereka juga kerap menelepon konsulat Amerika di Milan, kantor pusat CIA di Langley, serta teman dan keluarganya di Amerika.

Pengadilan dimulai pada awal 2009. Terdakwanya 31 orang, termasuk Lady, Jeffrey Castelli, dan perwira Angkatan Udara Amerika, Letnan Kolonel Joseph Romano, yang bertugas di barak militer Pangkalan Udara Aviano. Terdakwa dari Italia sebanyak lima orang, di antaranya mantan Kepala SISMI Jenderal Nicolò Pollari, yang dipaksa mundur akibat insiden penculikan itu, dan wakil Pollari, Marco Mancini.

Pada 4 November 2009, Italia mengukir sejarah karena pengadilan di sana menjadi yang pertama menghukum pelaku pelanggaran HAM dalam program penahanan rahasia CIA. Pengadilan menghukum 23 agen CIA, masing-masing lima tahun penjara, dan delapan tahun untuk Lady. Sidang terhadap Castelli dan dua diplomat Amerika dihentikan karena mereka punya kekebalan diplomatik. Kasus terhadap lima anggota intelijen Italia juga dihentikan penanganannya dengan dalih "hak istimewa rahasia negara".

Semua terdakwa dari Italia hadir di pengadilan, sedangkan yang dari Amerika in absentia. Lady dan koleganya meninggalkan negara itu sebelum sidang dimulai. Upaya permohonan banding yang diajukan para terdakwa juga tak membuahkan hasil. Dalam sidang 15 Desember 2010, pengadilan banding malah menaikkan hukumannya: vonis untuk Lady naik dari delapan menjadi sembilan tahun dan terhadap 22 lainnya naik dari lima tahun menjadi tujuh tahun. Pengadilan juga memerintahkan pengadilan ulang terhadap Jeffrey Castelli, dua diplomat Amerika, dan anggota dinas intelijen Italia.

Pengadilan kasasi, dalam sidang September 2012, menyatakan lima agen intelijen Italia tak dilindungi undang-undang rahasia negara sehingga harus diadili ulang. Tiga bulan berselang, Jaksa Agung Italia menandatangani perintah penangkapan Lady dan memasukkan namanya ke daftar buruan Interpol. Menurut laporan pers Italia, Lady, yang lahir di Honduras, kemudian meninggalkan Amerika menuju Amerika Latin saat surat perintah penangkapan itu dikeluarkan.

Lady membela diri atas tindakannya. "Saya tidak bersalah, hanya bertanggung jawab melaksanakan perintah atasan," ujarnya kepada surat kabar Italia, Il Giornale, Juni 2009. Dia menyebutnya sebagai "masalah negara". Tapi Lady kehilangan vilanya di Italia karena disita untuk membayar ganti rugi terhadap Abu Umar.

J.D. Gordon, Direktur Eksekutif Protect America Today dan mantan juru bicara Departemen Pertahanan Amerika, membela Lady. "Dia hanya melakukan tugasnya mencegah serangan teroris pada pasukan kami," katanya. Ia mengatakan Abu Umar adalah imam radikal yang merekrut orang melawan pasukan Amerika di Irak.

Human Rights Watch memuji langkah Italia karena kontras dengan sikap sejumlah pemerintah Eropa lainnya. "Italia membuat sejarah sebagai negara pertama yang mengadili pejabatnya dan menghukum mereka karena memindahkan orang secara ilegal dan disiksa," ucap Judith Sunderland, peneliti senior Eropa Barat di Human Rights Watch.

Menurut Human Rights Watch, ada 11 negara Eropa yang diduga terlibat program penahanan rahasia CIA, yaitu Denmark, Finlandia, Jerman, Lituania, Makedonia, Polandia, Portugal, Rumania, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Tapi negara-negara itu gagal atau tidak menuntut pertanggungjawaban dalam pelanggaran HAM dengan dalih perang melawan terorisme.

Abdul Manan (Washington Post, New York Times, BBC, CNN, The Dailybeast.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus