Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Medan Latihan Kepemimpinan

Yang masih aktif tetap terus membina kader, mengadakan latihan kepemimpinan. ada yang tetap mempertahankan gaya lama, seperti HMI misalnya. ada pula yang mengubah orientasi dari kampus ke masyarakat, misalnya GMNI.

4 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANGAN berukuran 3 x 4 meter di belakang kantor GMNI cabang Surabaya di Jalan Sudirman itu senantiasa ramai. Silih berganti tamu berdatangan. Kebanyakan untuk mengadu. Di tembok luar ruangan itu terpasang papan nama "Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bantuan Hukum". Para pengadu itu dilayani beberapa aktivis GMNI. "Ya inilah sebagian dari proses kaderisasi GMNI," ujar Djoko, sekretaris GMNI cabang Surabaya. Menurut Djoko, mahasiswa Fakultas Teknik IKIP Surabaya tingkat terakhir, sejak 2 tahun terakhir ini GMNI Surabaya menjauhi kegiatan yang bersifat pamrih. Misalnya latihan dasar, simposium, upacara penerimaan anggota baru, maupun bimbingan tes. "Pokoknya kegiatan yang formal rutin kami tinggalkan karena sudah tidak efektif lagi," katanya. "Masak dalam keadaan seperti sekarang ini kita masih mempertahankan resepsi-resepsian, makan bersama, rujakan, dan sebagainya itu. Malu dong," tambahnya. GMNI cabang Yogyakarta, yang dianggap terkuat di Indonesia, sejak 1980 ternyata juga mengubah orientasinya. "Kami sekarang tidak lagi berorientasi ke kampus. Kampus merupakan tempat berkumpulnya masyarakat golongan menengah, dan tidak cocok dengan ideologi marhaenisme," kata Yos Soetiyoso, bekas ketua GMNI Yogyakarta tahun lalu. Menurut Yos, titik berat pendidikan politik pada anggota GMNI adalah pengenalan problema sosial, "sedang problema sosial tidak terdapat dalam kampus, tapi di masyarakat." Untuk itu kegiatan di kampus yang bersifat glamour ditiadakan, termasuk tentir dan acara kesenian. Penerimaan anggota sangat selektif dan diperketat. "Yang kami butuhkan sekarang kualitas, bukan kuantitas," tutur Yos. Akibatnya secara fisik kekuatan GMNI Yogyakarta menyusut drastis. Bila dulu sampai 1979 ada 27 komisariat dengan anggota masing-masing antara 100-200 orang, kini tinggal ada 22 komisariat dengan 'jumlah anggota rata-rata 30 orang. Toh di UGM kekuatan GMNI masih dominan: 12 dari 18 senat mahasiswa dipegang oleh anggota GMNI. "Itu tidak berarti mereka mewakili GMNI. Kebetulan mereka anggota GMNI di komisariat dan mencalonkan diri," kata Yos. Kegiatan GMNI Yogyakarta kini hanya tinggal diskusi dan kursus kader. Ada dua macam kursus kader: tingkat dasar dan instruktur. Tingkat dasar untuk mengetahui masalah ideologi dan relevansinya dengan masyarakat. Mereka yang sudah punya keahlian bisa mengikuti kursus tingkat instruktur. Baru setelah itu seseorang bisa disebut kader. "Seseorang bisa disebut marhaen kalau ia sudah menghubungkan diri dengan masyarakat miskin. Baik berupa gagasan atau bentuk lain yang membantu rakyat atau membela haknya," kata Amir Sutoko, ketua GMNI Yogyakarta periode 1982-1984. Sejak September 1982 telah diadakan 8 kali diskusi dan kursus dengan biaya sekitar Rp 1,5 juta. "Dananya diperoleh dari teman, simpatisan, dan hasil penjualan brosur," kata Amir. Lain GMNI, lain pula HMI. Organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia yang mangaku punya anggota 140.000 orang ini tampak makin menggebu-gebu. Kantor HMI cabang Jakarta di Jalan Cilosari, Jakarta Pusat, misalnya, hampir selalu tampak ramai. Secara rutin di gedung yang "direbut" pada 1966 dari Kedutaaan RRC ini diadakan diskusi antaranggota. Pengkaderan di HMI yang tampaknya merupakan masalah utama. Itu dilakukan melalui latihan formal, umum, dan khusus Latihan umum harus diikuti secara berting kat. Seorang bisa menjadi anggota paling tidak setelah mengikuti latihan jenjang kedua. Tingkat pertama adalah Maperca (masa perkenalan calon anggota), diikuti LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan), LLK (Latihan Lanjutan Kepemimpinan), kemudian Avance Training serta berbagai seminar. Pada tingkat dasar, penekanan utama adalah pembentukan kepribadian. Materi yang diberikan antara lain ke-Islam-an, ke-HMIan, serta pengetahuan tentang berorganisasi. "Semua latihan akhirnya bertujuan menciptakan intelektual Muslim," kata G.H. Situmorang, ketua Biro Kader HMI cabang Medan. Dari 12.000 anggota HMI Medan 60% pernah mengikuti latihan dasar. Metode kaderisasi yang digunakan berupa "kelompok dinamis". "Tiap peserta harus sebagai obyek dan subyek yang bebas dan aktif," kata Situmorang. Data tiap peserta dicatat. Misalnya, stamina fisik, latar belakang keluarga, ngomong suka ngawur, takut bicara, atau kurang dalam ilmu keagamaannya. "Dengan begitu diketahui ke mana penekanan latihan diarahkan," ujar Situmorang. Biaya latihan ditanggung peserta. Di Yogyakarta untuk mengikuti latihan lanjutan selama 4 hari 5 malam, biayanya sekitar Rp 5.000. Toh jumlah peminat melimpah hingga perlu disaring. Contohnya, latihan di Fakultas Teknik UGM Maret lalu jumlah pendaftar 150 orang, yang lulus tes 60 orang. Pengkaderan diberbagai organisasi lain umumnya tidak serapi HMI. Di PMII jenjangnya adalah Latihan Kepemimpinan Dasar, Latihan Kepemimpinan Menengah, dan Latihan Kepemimpinan Lanjutan. Sedang di PMKRI setelah Latihan Dasar (40 jam) dan Latihan Lanjutan (80 jam), ada yang disebut Konperensi Studi Nasional selama 80 jam. Para anggota organisasi ekstra yang pernah mengikuti latihan umumnya mengakui apa yang mereka peroleh sangat bermanfaat karena materi itu tak diperolehnya dalam kuliah. Hampir semuanya menganggap kini mereka lebih sadar politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus