Apa perbedaan antara Filipina dan Indonesia? Filipina memiliki Francisco Chavez dan Indonesia memiliki Andi Ghalib. Yang pertama adalah jaksa agung Filipina yang memiliki semangat berbuih untuk memburu harta kekayaan Marcos. Chavezlah yang berhasil menemukan 18 buah dokumen berkop Swiss Credit Bank bertulisan dan bertanda tangan Imelda R. Marcos (Tempo, 30 November 1991). Sedangkan Andi Ghalib, ehem..., ya Andi Ghalib. Beliau sedang non-aktif dari jabatannya sebagai jaksa agung karena nomor rekening banknya masih dalam auditing, sehingga tugasnya memburu harta Soeharto kini masih menjadi tanda tanya besar.
Kini Chavez, meski tak lagi menjabat sebagai jaksa agung, sepulang dari Australia awal Juni silam, membawa buah tangan berupa "bom" yang kembali siap meledakkan keluarga bekas diktator Ferdinand Marcos.
Chavez menyatakan bahwa keluarga Marcos masih memiliki miliaran dolar AS dalam rekening bernomor 885931 di Union Bank of Switzerland (UBS). Ia menyebut angka yang fantastis, yakni US$ 13,2 miliar atas nama Irine Marcos Araneta, anak perempuan mendiang Marcos, dan simpanan emas senilai US$ 800 juta milik Imelda Marcos di bawah Yayasan Trinidad. "Tak ada keraguan bahwa simpanan uang dan emas keluarga Marcos ada di Swiss," ujar Chavez, yang dikenal sebagai jaksa agung pada masa pemerintahan Presiden Cory Aquino yang giat mengusut kekayaan keluarga Marcos.
Chavez menyatakan memiliki bukti berupa dokumen dan rekaman video pengakuan Gertrud Erismann-Peyer, bekas juru bicara UBS, yang membenarkan keberadaan rekening keluarga Marcos. Chavez memperolehnya dari Reiner Jacobi, seorang pelacak harta kekayaan berkebangsaan Australia. Dari Jacobi, Chavez juga menemukan bukti bahwa pemerintah Swiss membantu pencucian uang keluarga Marcos. Bahkan, Chavez juga mengaku memiliki bukti tempat penimbunan sebanyak 1.241 ton emas milik Marcos yang dikapalkan ke luar Filipina pada 1983, di sebuah gudang tersembunyi, di Bandar Udara Zurich.
Tentu saja pernyataan Chavez ini membuat gempar Filipina. Gregorio Araneta III, suami Imee Marcos, menyebut Chavez sebagai dokter linglung dengan dongeng yang spektakuler.
Presiden Joseph Estrada berkesan agak ogah-ogahan menanggapi berita baru itu. Maklum, Estrada, yang dikenal dekat dengan keluarga Marcos, cenderung meragukan temuan Chavez. Ia malah menantang Chavez memberikan bukti. "Jika benar-benar ingin menyatakan kebenaran, ia seharusnya memberikan semua dokumen yang dimilikinya ke PCGG, untuk membongkar seluruh kekayaan Marcos," ujar Estrada. PCGG (Komisi Kepresidenan untuk Pemerintahan yang Baik) memang sudah menunjuk tiga anggotanya untuk menangani temuan Chavez. Anehnya, belum lagi Chavez menyerahkan bukti-bukti itu, PCGG sudah membantah bahwa Imelda Marcos memiliki simpanan emas senilai US$ 800 juta.
Untung saja Senat Filipina segera membentuk sebuah komisi untuk menyelidiki bukti yang disodorkan Chavez, meski lembaga ini sedang reses. Sementara itu, pers Filipina sudah dua pekan belakangan ini memuat di halaman depan perang pernyataan antara pejabat pemerintah dan Chavez.
Saat ini, Chavez enggan menjawab tantangan pemerintahan Estrada. Ia sebaliknya menuduh PCGG dan pemerintah Swiss berkomplot menutupi rahasia harta keluarga Marcos. Menurut Chavez, tidak mungkin ia menyerahkan bukti-bukti itu ke Malacanang lewat PCGG karena lembaga ini telah menghambat seluruh usahanya menguak kekayaan keluarga Marcos.
Sejak Estrada berkantor di Malacanang, pengusutan kekayaan keluarga Marcos praktis terhenti. Chavez menuduh pemerintahan Estrada telah berbohong dengan mengatakan tak ada lagi rekening keluarga Marcos di Swiss. Bahkan, Estrada kemudian membuka pintu bagi keluarga Marcos untuk bisa kembali ke dalam kehidupan sosial di Filipina, misalnya Imelda Marcos menerima anugerah "Ulirang Ina" (ibu yang ideal) di Istana Malacanang beberapa waktu lalu.
Usaha Chavez selaku jaksa agung pada masa pemerintahan Cory Aquino hanya sempat memaksa pemerintah Swiss membekukan kekayaan Marcos sebesar US$ 356 juta pada 1986. Uang itu kini berada di tangan pihak ketiga di Bank Nasional Filipina.
Sulitnya membuktikan harta kekayaan Marcos sebagai hasil korupsi selama 20 tahun dia berkuasa membuat frustrasi para musuh Marcos. "Tak ada lagi harapan bahwa kekayaan hasil curian bisa ditemukan, tidak di bawah hukum yang berlaku. Hanya tindakan di luar hukum yang mampu melakukannya, sebagaimana yang dilakukan kaum pemberontak," tulis koran Filipina, Business World. Apakah cara seperti ini pula yang harus dilakukan untuk melacak harta keluarga Soeharto dan kroninya yang diduga sebagai hasil korupsi?
R. Fadjri (Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini