Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Antara menjepit dan menggempur ...

Perang saudara di Afghanistan bakal tak bisa di cegah. pihak mujahidin butuhkan 3 bulan untuk menguasai kabul dengan jaminan tidak terjadi pertumpahan darah. banyak tentara najibullah membelot ke mujahidin.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULANGNYA serdadu Soviet bagaikan hilangnya perisai bagi tentara Afghanistan. Mereka kini berhadapan frontal dengan para pejuang Islam, tanpa ada lagi pihak ketiga. Di pihak yang bertahan, adalah Presiden Najibullah, yang konon memiliki 400.000 tentara (belum termasuk satuan pengawal khusus dan anggota partai yang dipersenjatai) yang dilengkapi dengan tank-tank mutakhir Rusia, ribuan kendaraan perang yang lain, 80-an pesawat tempur dari jenis MiG17, MiG-19, dan MiG-21F, sejumlah pesawat tempur jenis yang lain, dan sejumlah helikopter. Itu belum termasuk persenjataan mutakhir yang ditinggalkan oleh tentara Soviet yang pulang kandang Rabu pekan lalu. Di pihak yang siap menyerbu susah dipastikan kekuatannya. Menurut sumber-sumber di Islamabad, di pihak Mujahidin hanya ada sekitar 50.000 anggota pasukan inti, ditambah sekitar 30.000 yang punya pengalaman tempur, dan 10.000 Iagi yang kini masih berada di kamp pengungsi di perbatasan yang siap bergabung. Tapi persenjataan Mujahidin konon tak kalah dengan yang dimiliki tentara rezim kiri Afghanistan. Selain tank-tank dan kendaraan perang lain yang direbut dari tentara Najibullah, bantuan senjata dari Amerika memang terus mengalir. Misalnya roket Stinger, yang terbukti ampuh untuk melawan pesawat dan tank Rusia. Presiden George Bush memang berniat meneruskan bantuan untuk Mujahidin. Ia menolak ajakan Soviet untuk sama-sama menghentikan bantuan kepada pihak yang bermusuhan di Afghanistan. Itu tak adil, kata presiden AS itu. Sebab, sebelum pulang, tentara Soviet meninggalkan sejumlah besar persenjataan modern. Di kertas, para diplomat Barat meramalkan, Najibullah paling lama hanya bisa bertahan 6 bulan, setelah ditinggalkan tentara Soviet. Ini bila dilihat bukan dari jumlah personel serdadunya dan dari kecanggihan persenjataannya, tapi dilihat dari semangat tempur mereka. Sementara itu, menurut Abdul Haq, komandan pasukan kelompok Hezb-i-Islam Yunus (Younis) Khalis, waktu yang ic butuhkan untuk menguasai Kabul paling lama 3 bulan. "Bila kelompok-kelompoh pejuang bisa bekerja sama, dalam dua atau tiga minggu, kami mampu menguasai Kabul," katanya dalam wawancaranya dengan majalah Newsweek. Bila tidak, ia membutuhkan waktu dua atau tiga bulan. Mungkin Haq benar. Menurut taksiran para diplomat asing, sebenarnya kekuatan tentara Najibullah jauh di bawah yang mereka umumkan. Sudah sejak Soviet masuk ke Afghanistan, Desember 1979, banyak tentara rezim dukungan Soviet yang melarikan diri dan bergabung dengan Mujahidin. Bahkan menurut Abdul Haq -- sebagian pasukannya kini berada dekat di timur laut Kabul dan sebagian lagi mengepung Jalalabad -- ia mempunyai jaringan di Kabul yang punya kerja sama baik di kalangan militer, mahasiswa, dan pejabat Afghanistan. Mereka, katanya, berhasil meyakinkan 1.500 perwira militer dan sekitar 30 jenderal yang siap membantu Mujahidin bila tiba saatnya menggebuk rezim Najibullah. Memang mereka mengajukan syarat, yakni Mujahidin tak akan membuat Kabul porak poranda, dan menjaga jangan sampai jatuh korban di kalangan penduduk sipil. Dan tentu saja, mereka jangan ditembak. Haq, yang tergolong dalam kelompok fundamentalis, katanya akan mengusahakan terhindarnya banjir darah. Ia berjanji menghindarkan Kabul dari situasi mirip di Iran di masa awal revolusi. Seperti diketahui, di Iran ketika itu pihak Pasdaran menjatuhkan hukuman mati kepada banyak pejabat yang bekerja untuk Syah Iran, tanpa pengadilan. Hingga beredar anekdot bahwa semua laki-laki Iran yang bertestikel tiga bakal ditembak mati. Susahnya, kata anekdot itu, Pasdaran menembak mati dulu, baru menghitung. Untuk menjaga keselamatan itulah Haq sangat menyetujui taktik merebut Kabul dengan cara membuat rezim Najibullah keok dengan sendirinya. Yakni dengan memotong semua jalur komunikasi menuju Kabul. Ini guna menimbulkan kerusuhan di dalam kota. Harapannya, terjadi saling gontok di antara pihak mereka, hingga mereka lemah dan mudah dikuasai. Abdul Haq, 29 tahun, dikenal sebagai komandan yang sangat keras dalam menegakkan disiplin, sangat mencemaskan bila Mujahidin terpaksa merebut Kabul dengan serbuan besar-besaran. Menurut pengalaman dia selama ini, tak semua komandan bisa menguasai anak buahnya bila mereka telah merebut sebuah kota. Ini memang bukan sekadar bayangan ketakutan. Tapi Haq telah melihat dan mengalami sendiri ketika pasukan Mujahidin merebut Kota Kunduz di utara, yang kemudian terpaksa dilepaskan kembali. Soalnya, para pejuang Islam belum siap mengambil alih administrasi kota. Maka, terjadilah kekacauan yang korbannya tak lain adalah warga sipil: penjarahan, pembunuhan, pengrusakan. Tampaknya, pimpinan pejuang Islam kini tengah memikirkan dengan sungguh-sungguh cara terbaik menguasai Kabul, dan bagaimana mereka bisa bersatu padu. Gagalnya pembentukan Majelis Syura Jumat dua pekan lalu, karena Mujahidin Syiah keluar dari sidang, mula-mula menyebabkan pihak Mujahidin moderat dari aliansi tujuh ngambek. Sibghatullah Mojadidi, pemimpin Jabhat-Nijat-e-Melli (Front Pembebasan Nasional) akan memboikot pertemuan berikut yang direncanakan bila Mujahidin Syiah tak lagi diundang. Tapi Kamis pekan lalu Mojadidi mencabut pernyataannya. Ia bersedia menghadiri sidang setelah Mujahidin fundamentalis mengusulkan pemerintahan sementara nanti bakal dipimpm oleh Ahmad Syah Massoud. Tersebut belakangan ini memang tokoh yang lagi populer di kalangan Mujahidin dan rakyat Afghanistan. Massoud, dijuluki Singa dari Lembah Panshir, adalah panglima perangnya Burhanuddin Rabbani dari kelompok Jamiat-i-Islami (Masyarakat Islam). Kelompok Masyarakat Islam itu oleh pers Barat digolongkan fundamentalis. Namun gerak mereka sehari-hari lebih berkenan di hati para moderat, hingga ia bisa diterima oleh kelompok moderat. Misalnya, Massoud, insinyur lulusan sebuah universitas Amerika Serikat, suka mendirikan sekolah dan rumah sakit di desa-desa. Dan yang jelas ia bersaing keras dengan sesama fundamentalis, yakni Gubuldin Hekmatyar. Tampaknya, Massoud akan menjadi kunci bagi aliansi tujuh kelompok. Di lapangan, dikabarkan ia dekat dengan Khalis dan Abdul Haq. Itu sebabnya ia mendapat bagian paling penting dalam gerakan menjepit Kabul: memotong Jalan Raya Salang yang menghubungkan Kabul dengan Soviet. Tak sebagaimana pimpinan fundamentalis lain yang berkukuh untuk mendirikan negeri Islam, Massoud tak keberatan pula bila negeri kembali ke bentuk monarki asal bersih dan komunisme. Yang belum diketahui adalah sikap Singa Panshir ini terhadap Mujahidin Syiah. Sementara itu, roket-roket Mujahidin tetap berjatuhan setidaknya di Kabul dan Jalalabad. Kabul, sebagai ibu kota, memang jadi kunci utama untuk menguasai Afghanistan secara politis dan administratif. Jalalabad penting dikuasai guna membuka jalan bantuan dari timur, karena letak kota terbesar kedua ini tak jauh dari Kabul (130 km) dan tak jauh dari perbatasan Pakistan (65 km), hingga memudahkan hubungan antara mereka yang berjuang di lapangan dan para pengatur strategi dan politis di markas Peshawar, Pakistan. Itulah sebabnya bila sehari setelah ditinggalkan pasukan Soviet, Najibullah mengimbau Dewan Keamanan PBB agar menempatkan pasukan perdamaian sepanjang perbatasan Afghanistan-Pakistan. Itu diperlukan, kata Najib, guna mencegah Mujahidin yang tinggal di Pakistan menelusup ke Afghanistan, membantu kaum pejuang Islam yang sudah siap menggempur Kabul dan kota-kota lain. Boleh jadi Najibullah mencari-cari alasan saja. Yang ia takutkan sebenarnya bila tentara Pakistan turun langsung membantu para pejuang Islam. Akhir pekan lalu kantor berita Tass memberitakan bahwa 1.600 tentara Pakistan berpakaian seperti Mujahidin masuk ke Afghanistan lewat Khyber Pass. Di antara mereka, kata berita itu, terlihat,. Jenderal Aman, seorang perwira tinggi intelijen Pakistan. Sementara itu, para wakil Mujahidin di Pakistan terus berunding mencoba membentuk pemerintahan sementara Sabtu pekan lalu, setelah membatalkan aksi boikotnya, Sibghatullah Mojadidi sekali lagi membuat keputusan tak terduga: ia mengundurkan diri sebagai ketua Aliansi Tujuh Kelompok. Sebagai gantinya adalah Mohammad Nabi Mohammadi, pemimpin kclompok Harakat-i-Inqilab-i-Islami (Gerakan Revolusioner Islam) yang moderat. Majelis Syura kemudian sepakat untuk sekalian mendudukkan Mohammadi sebagai kepala negara sementara. Sedangkan Ahmad Syah (tcrnyata ini Ahmad Syah yang lain, bukan Ahmad Syah Massoud) dari Ittihaj-i-Islami (Persatuan Islam) menjabat sebagai perdana menteri. Kedua mereka itulah yang diserahi membentuk pemerintahan sementara Afghanistan, pekan ini. Sementara itu radio dan televisi Kabul mulai menyiarkan korban-korban roket Mujahidin yang berjatuhan di beberapa kota besar selain di ibu kota. Kamis pekan lalu misalnya, sebuah roket menewaskan 7 warga Kabul dan melukai sejumlah yang lain. Disebutkan bahwa di antara para korban adalah kanak-kanak. Esoknya empat orang di Jalalabad meninggal, juga karena serangan roket pejuang islam. Tampaknya rezim Najibullah sedang mengadakan kampanye agar rakyat membenci Mujahidin. Di sisi lain Najibullah terus menyatakan harapannya untuk membentuk suatu pemerintahan bersama dengan Mujahidin. Dalam wawancaranya dengan Televisi NBG, AS, pekan lalu, ia menyatakan bersedia mengembalikan semua persenjataan cangih yang ditinggalkan Soviet bila perdamaian tercapai. Koresponden TEMPO Richard Ehrilch dari Kabul melaporkan bahwa suasana Kabul makin tegang. Penjagaan di sepanjang Jalan Raya Salang, 420 km, kini ditingkatkan. Tak cuma pos-pos artileri ditambah, tapi juga stasiun-stasiun radar. Lalu, gongnya adalah Sabtu pekan lalu: diumumkan berlakunya keadaan darurat di seluruh Afghanistan mulai Minggu pekan ini. Ini berarti bahwa rezim Najibullah bisa berbuat apa saja terhadap mereka yang dianggap membahayakan negara. Bersamaan dengan itu diumumkan pula penggantian 8 menteri, sebagian besar bukan anggota Partai Rakyat Demokrasi, oleh orang-orang dekatnya Najib. Berlakunya keadaan darurat langsung mengubah suasana Kabul. Tiba-tiba tank-tank dan kendaraan lapis baja berkeliaran di dalam kota. Pemerintah pun mengumumkan ditangkapnya beberapa orang yang membawa seumlah bahan peledak. Mereka dituduh sebagai kaki-tangan Mujahidin. Memang ada yang dicemaskan. Yakni rencana aktivis antipemerintah untuk pada Selasa pekan ini naik ke atap rumah dan meneriakkan Allahu Akbar. Itulah cara mereka memperingati meledaknya aksi anti-Soviet yang pertama, sembilan tahun lalu. Waktu itu terjadi bentrok antara yang protes dan aparat keamanan. Ratusan korban jatuh. Diduga, bila aksi peringatan benar-benar dilaksanakan, insiden yang lebih seru bakal meledak. Tampaknya yang bisa dilakukan Najibullah hanya bertahan. Sejak Mujahidin dipersenjatai oleh AS dengan Stinger -- roket yang bisa diluncurkan lewat pundak, pada 1986 mereka sulit sekali diserbu. Pengeboman dengan pesawat yang terbang rendah mudah sekali dipatahkan oleh Stinger. Sedangkan pengeboman dari ketinggian biasanya meleset dari sasaran. Sedangkan perang di darat, sebagaimana dikatakan oleh Letjen. Boris Gromov, Mujahidin berada di atas angin mereka adalah prajurit-prajurit yang benar-benar menguasai medan dan jagoan dalam perang satu lawan satu. Bahkan Uni Soviet mengakui keunggulan para pejuang Islam dengan Stingernya itu. Dalam dua tahun, 1986 dan 1987, hampir tiap hari Soviet kehilangan pesawat pengebom atau helikopternya. Roket yang oleh kalangan militer AS disebut "peluru perak" itu tampaknya memang cocok bagi para Mujahidin yang sebagian besar buta huruf (padahal seorang serdadu AS, konon, harus mempelajari dan mempraktekkan penggunaan Stinger selama 6 bulan sebelum bisa menembakkannya secara efektif). Satu-satunya kelemahan Mujahidin adalah karena mereka terpecah dalam kelompok-kelompok yang tidak kompak. Mengingat itu, seandainya pun Soviet tetap membantu Najibullah dengan mengadakan pemboman oleh pesawat-pesawat yang diterbangkan langsung dari wilayah Soviet sendiri -- tentu saja ini melanggar Perjanjian Jenewa --tampaknya tak akan banyak mengurangi kekuatan Mujahidin. Sebaliknya, tindakan itu hanya akan membuat AS dan Pakistan punya alasan untuk juga secara lebih terang-terangan membantu Haq, Massoud, Hekmatyar dan kelompok Mujahidin yang lain. Tapi ada pengeboman atau tidak, tampaknya jepitan Mujahidin efektif hasilnya. Kini praktis cuma Salang, jalan keluar Kabul yang terbuka. Cuma, siasat Mujahidin ini dikritik oleh pers Inggris "sebagai menyandera sebuah masyarakat". Dalam hal ini, memilih cara menumbangkan Najibullah dengan menghindarkan korban penduduk sipil sesedikit mungkin, memang tak mudah: menjepit atau menggempur Kabul, rasanya, sama-sama menyengsarakan penduduk. Tapi adakah pilihan lain?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus