Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Disiplin kebun kopi setelah banjir

1300 hektar sawah tertimbun pasir berlumpur yang dihanyutkan air bah. penyebabnya adalah kerusakan hutan lindung. gubernur sumatera selatan mengeluarkan instruksimenggusur 600 hektar kebun kopi.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANJIRNYA meluap pohon kopi yang digusur. Dan penerima balanya adalah petani di perbukitan Desa Sapulima, Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan --setelah awal Februari ini, mereka dilanda instruksi Gubernur Ramli Hasan Basri. Ia ketinggalan melestarikan lingkungan, lalu bertekad menertibkan hutan lindung di Ogan itu. Sekitar 600 hektar kebun kopi milik para petani di sana segera ia musnahkan. Ini semua gara-gara meluapnya sungai di Kabupaten Musi Rawa, pertengahan bulan lalu. Hujan saat itu tak kepalang lebatnya sehingga merendam empat kecamatan. Ketinggian airnya ada yang 7 meter, sehingga lebih dari 3 ribu hektar sawah rusak dan 2.600 keluarga mengungsi. Kabupaten OKU juga mengalami nasib serupa: 1.300 hektar sawah tertimbun pasir berlumpur yang dihanyutkan air bah. Menurut Gubernur Ramli, 51 tahun, terjadinya bencana itu tak lain karena sistem pengawasan yang lemah. Setelah diteliti, salah satu penyebabnya karena kerusakan hutan lindung di sana tambah parah. Hutan lindung yang rusak itu, antara lain di OKU, setelah diperkirakan 770 700 hektar dijinakkan lagi oleh petani kopi. Padahal, sejak 1982, tak kurang dari 1.700 hektar hutan itu dirambah untuk kebun kopi, hingga usia tanamannya sekarang berumur 1 sampai 5 tahun. Para penggarap yang menanam kopi itu 700 kepala keluarga lebih di 11 lokasi. Harga kopi yang beberapa tahun silam pernah Rp 4 ribu per kg merangsang petani untuk menggasak lahan hutan, lalu diganti dengan tanaman kopi. Tapi setelah instruksi gubernur, mereka diharuskan hengkang dari kebun kopi mereka. Sedangkan bagi petani yang sedang memetik buah kopi masih dibolehkan bertahan -- hingga Maret nanti. Kecuali petani yang baru menanam pohon kopinya, atau bagi yang belum panen, silakan mereka menyingkir saja. Mau ngotot? "Mereka dinyatakan tidak mau disiplin terhadap peraturan," kata Gubernur Ramli pada TEMPO. Ayah tiga anak ini sudah geram, lalu sekarang berkemas-kemas menegakkan disiplin itu pada siapa pun juga. Bahkan ketika brigadir jenderal itu mendengar laporan hutan lindung tersebut agar digarap menjadi kebun kopi saja, katanya lagi, "Ini namanya tidak tahu diri."Memang mengherankan kalau laporan kerusakan itu baru sekarang diketahui. Padahal, kerusakan, misalnya akibat adanya penebangan liar, sudah terjadi sejak 1970. Kata Sjarkowi Sirod, Kepala Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) di sana, di hulu Musi saja, malah ada sekitar 1. 000 km hutannya sudah kritis gara-gara dlbabat dengan rajin. Akibatnya malah mudah diduga. Pada curah hujan tinggi, erosi tanah hutan menjadi tak terkendali. Badan sungai tambah lebar tapi dangkal, karena tertimbun endapan lumpur bawaan erosi. Sayang, pihak kehutanan di sana lebih suka diam. Bahkan Kepala Kanwil Departemen Kehutanan yang merangkap Kepala Dinas Kehutanan Sum-Sel itu menolak memberi keterangan. Tapi seorang staf di instansi itu mengungkapkan bahwa polisi kehutanan, yang tanpa pistol di tangan, di wilayahnya cuma 175 orang. Padahal, mereka harus mengawasi lebih dari 770 ribu hektar hutan. Sementara itu, bagi Gubernur Ramli, jumlah personel yang sedikit itu bukan persoalan. "Yang penting kualias dan disiplinnya," ujarnya. Karena eksploitasi hutan untuk kebun kopi itu terus berjalan, malah ada sekelompok petani yang tidak lagi mempedulikan letak kemiringan tanah. Lahan yang miring, antara 40 dan 60 derajat, bahkan mereka olah menjadi kebun kopi. Padahal, di zaman Belanda dulu, menanam kopi atau padi dilarang di lahan yang berposisi demikian. Petani kopi di Ogan menolak begitu saja disalahkan. "Dulu dibiarkan, sekarang kok baru dilarang," kata Suratni. Setahun lalu bersama suaminya Parto, ia membangun kebun kopi dengan modal Rp 2 juta. Ia seperti petani lain yang baru mulai membuka hutan untuk menanam kopi. Di samping penduduk setempat, mereka kebanyakan pendatang dari Lampung, Muara Enim, dan Jawa. Menanam kopi seluas 1 hektar saja, dalam sekall panen, mereka untung sekitar Rp 4 juta. Itu sudah dihitung biaya perawatan selama masa kerJa 4 tahun, sampal kopi itu berbuah, yang per tahunnya menghabiskan Rp 1 juta. Karena itu, banyak petani lain yang ngiler setelah mendengar kabar untung dari kopi itu. Yang tergoda di antaranya adalah Parno dan Suratni tadi, lalu menjual sawahnya untuk memodali kebun kopi di hutan lindung Ogan itu. Maka, kebun kopi makin meluas. Apalagi setelah jalan sepanjang 14 km membentang dari Tualang ke Sapulima (dibangun pada 1984), menurut seorang bekas bupati di sana, arus penggarap hutan lindung itu makin deras. Sekarang posisi periuk nasi para petani kopi di Ogan terancam di ujung tanduk. Dan banyak pula di antara mereka yang tak mau mengakui berkebun di hutan lindung tersebut. Malah ada yang bilang, kalau kebun itu digusur, mereka tak akan minta ganti rugi. "Kami takut diseret ke pengadilan," kata seorang petani kopi itu. Gubernur Ramli sudah membentuk tim Sapulima, yang anggotanya dari instansi-instansi terkait, dan dibantu Bakorstanasda. Tim itulah yang melaksanakan penertiban hutan lindung di daerahnya. Kini penggarapnya akan diberi penyuluhan. Kalau bandel, maka dia akan ditindak dan diancam hukuman penjara 10 tahun. Di samping ada tim Sapulima, bahkan penertiban hutan itu akan dijadikan sebagai proyek ABRI Manunggal Reboisasi. "Pokoknya, itu harus jalan, tapi tanpa gejolak," kata Ismail Djalili, Humas Pemda Sum-Sel. Tanpa gejolak itu tentu pula tak membuat petani kopi di sana bangkrut, kan?Subarojo Hs., helsiha Lubis, Syaiul A Ateh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum