Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua belas orang, termasuk delapan anak-anak, tewas pada Rabu pagi, 5 Januari 2022, ketika api menyapu sebuah apartemen di Philadelphia, Amerika Serikat, dalam salah satu kebakaran terburuk di kota itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebakaran terjadi sekitar pukul 06.30 di lantai dua sebuah rumah petak berlantai tiga di lingkungan kota Fairmont. Bangunan ini dimiliki oleh Philadelphia Housing Authority yang didanai pemerintah federal, otoritas perumahan terbesar keempat di Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas pemadam kebakaran mengatakan penyebab kebakaran masih diselidiki, tetapi bangunan itu penuh sesak, dengan 26 orang di dalam struktur yang dimaksudkan untuk menampung dua keluarga, dan mereka menyebutkan detektor asap tak bekerja.
Tetangga mengatakan kepada kru berita lokal bahwa mereka tersentak bangun oleh suara jeritan dan bau terbakar, dan berlari keluar untuk melihat api menjilati jendela lantai dua.
"Itu mengerikan," kata Murphy kepada wartawan. "Saya sudah di sini selama 35 tahun dan ini mungkin salah satu kebakaran terburuk yang pernah saya alami."
Laporan yang bertentangan diberikan tentang detektor asap gedung.
Pejabat pemadam kebakaran mengatakan empat detektor asap dipasang di gedung dan terakhir diperiksa pada 2020. Dinesh Indala, wakil presiden eksekutif di Philadelphia Housing Authority, mengatakan kepada wartawan bahwa ada enam perangkat yang terakhir diperiksa pada Mei 2021.
Seorang penduduk mengatakan kepada Philadelphia Inquirer bahwa otoritas perumahan harus mengganti detektor asap bertenaga baterai dengan detektor kabel, karena penyewa terkadang melepas baterai saat memasak atau merokok di dalam.
Jenna Collins, seorang pengacara perumahan di Layanan Hukum Komunitas Philadelphia, mengatakan beberapa penyewa telah meminta detektor terprogram.
Collins mengatakan otoritas perumahan tampaknya telah memasang cukup detektor dan memeriksanya cukup sering untuk mematuhi ketentuan.
"Ini adalah gejala dari fakta bahwa tidak ada cukup perumahan yang layak huni dan terjangkau," katanya. "Terutama saat ini, ketika begitu banyak orang di kota kehilangan pendapatan."
REUTERS