PM Malaysia Mahathir Mohamad baru saja menuju Washington, AS ketika ranjau pers diledakkan di Kuala Lumpur. Jumat pekan lalu, harian Asian Wall Street Journal (AWSJ) dilarang beredar di Malaysia selama tiga bulan. Sementara, Raphael Pura, koresponden untuk kawasan ASEAN, dan John Berthelsen, Kepala Biro di Malaysia, diperintahkan meninggalkan negeri itu dalam waktu 2 hari. Keputusan yang mengagetkan itu diambil karena pemberitaan AWSJ selama ini dinilai "mengganggu ketenteraman rakyat dan tidak sejalan dengan aspirasi rakyat Malaysia". "Media Barat yang dikuasai kaum Zionis itu selalu mendukung tindakan-tindakan bersifat subversif," ujar Mahathir. Sebuah sumber di Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengatakan, "Pemerintah Mahathir tak bisa lagi menahan gusarnya, tatkala harian itu secara berturut-turut menurunkan artikelnya pada tanggal 22 sampai dengan 25 September lalu." Dalam tulisan berjudul "Rencana Malaysia Mengendalikan Timah Membawa Bencana" misalnya, AWSJ mengupas secara jelas keterlibatan Malaysia dalam usaha menyulitkan pasaran timah dunia pada 1981 dan 1982. Lalu dalam artikel dengan judul "Mahathir Mengobarkan Semangat Tentang Rencana Pribumi", AWSJ mengecam tindakan kebijaksanaan Ekonomi baru Malaysia (NEP) yang memperpanjang masa berlakunya pembagian 'kue nasional' sebesar 30 persen bagi orang pribumi Melayu yang dinilai sangat mengecewakan kaum nonpri. Artikel yang sangat menyengat pemerintahan Mahathir, adalah tulisan yang dibuat dua wartawan A WSJ yang diusir itu. Dalam tulisan berjudul 'Daim Memperoleh Untung Besar dalam Penjualan Bank', mereka menelanjangi rencana Menteri Perdagangan Malaysia, Daim Zainuddin -- yang dianggap mewakili kaum pribumi -- untuk menlual kembali sahamnya sebesar 50,38 persen di United Malayan Banking Corp. kepada Perbadanan Nasional (Pernas). Ini karena ketentuan Kongres UMNO yang melarang pejabat tinggi memiliki saham di sebuah perusahaan. Maka, pada pukul 12.15 siang Jumat itu kantor AWSJ di Wisma Budiman, Kuala Lumpur, didatangi dua lelaki yang mengaku sebagai petugas imigrasi, dan mencabut izin tinggal Rocky, nama panggilan Raphael Pura -- waktu itu berada di Hongkong -- dan John Berthelsen. "Ini sesuatu yang menyedihkan. Bukan saja bagi saya dan AWSJ tetapi juga bagi negara ini sendiri," kata John pada TEMPO. Dia berpendapat, Pemerintah Malaysia seharusnya mau menerima laporan pers yang jujur dan adil. Menurut redaktur pelaksana AWSJ Barry Wain, selama lima tahun terakhir, Pemerintah Mahathir pun dinilai memperlambat peredaran AWSJ di Malaysia. "Tapi dalam setahun terakhir ini oplah kami malah naik 30 persen, hingga mencapai 2.200 ekp.," ujar Barry Wain tersenyum. Koran yang diterbitkan Dow Jones Publishing Company (Asia) Inc, anak perusahaan Dow Jones Inc yang menghasilkan harian The Wall Street Journal di New York, AS, diterbikan pada 1976. Harian dengan oplah 24.000 eks di kawasan Asia dan Australia ini, terkenal karena laporannya yang keras. Tahun 1976 Pemerintah Malaysia pernah memusnahkan satu nomor penerbitannya, karena menyiarkan laporan amnesti internasional tentang Malaysia dengan gamblang. Harian ini pun pernah didenda Pemerintah Singapura sebesar S$ 16.000, Desember lalu, lantaran tajuk rencananya dianggap menghina sistem hukum Singapura. Di Thailand pun AWSJ pernah dibreidel karena menulis tentang keluarga raja. Tak ketinggalan ketika Marcos berkuasa di Filipina, koran ini pernah diancam akan dituntut di pengadilan pada tahun 1983 karena laporan politiknya di sana. Pada Juni 1980, Wapres RI waktu itu, Adam Malik menuntutnya, karena tulisannya yang menyebutkan bahwa Bung Adam menerima 'pembayaran rahasia' dari sebuah perusahaan minyak AS. Didi Prambadi, Laporan: Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur), M. Cholid (Hongkong)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini