Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Impian gaya taiwan

Sejumlah oposan taiwan mendirikan tdp & dpp mengupayakan revolusi gaya filipina. pemerintah menganggap sebagai inkonstitusional. hsu hsin-liang meminta jaminan keselamatan dari chiang ching-hou.(ln)

4 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENDATI maut menantang, mereka tetap bertekad akan pulang. Tiga pembangkang Taiwan di pengasingan itu memang sudah bertekad pulang ke tanah air bulan November mendantang. "Minimal kami akan ditangkap," kata Hsu Hin-liang -- pembangkang yang dicap pengkhianat oleh negaranya, ketika mengumumkan niatnya di Washington, Rabu pekan lalu. Selama ini Amerika memang telah memberikan perlindungan kepada Hsu dan dua rekannya, Lin Shui-chuan dan Hsieh Tsung-min. Bahkan bulan Mei lalu, mereka sempat mendirikan Partai Demokrasi Taivan (TDP) di Los Angeles tanpa halangan. Karena itu tidaklah mengherankan jika ketiga pelarian itu mengharap dukungan pemerintah Amerika bagi perjuangan mereka. Mereka meminta agar Kementerian Luar Negeri Amerika mengimbau Presiden Chiang Ching-kuo memberikan jaminan keselamatan manakala mereka pulang. Dalam pada itu, 135 tokoh oposisi di Taipei nekad mendirikan Democratic Preogress Party (DPP), Ahad lalu. Seperti halnya TDP, DPP bermaksud mencoba peruntungan mereka melalui pemilihan anggota parlemen, Desember mendatang. Menurut beberapa kalangan, pejabat-pejabat keamanan mengadakan pertemuan darurat pada hari yang sama, untuk membahas perkembangan baru ini. Yang pasti, tindakan para pembangkang mendirikan TDP dan DPP di Taiwan dapat dikategorikan sebagai tindak inkonstitusional. Di negeri 13 pulau seluas 36.000 km2, yang dipisahkan selat selebar 80 km dengan Daratan Cina, sejak Chiang Kai-sek dengan Partai Kuomintang (KMT) berkuasa, 1949, tak pernah hadir partai tantingan. Hukum darurat yang diberlakukan di sana memang tidak menyediakan kesempatan bagi oposan menggalang kekuatan mereka secara legal. Bila ada pihak yang mencoba menyuarakan nada oposisi, rezim penguasa tidak segan-segan menjebloskan mereka ke penjara. Bahkan pada bulan Juni lalu, empat pemimpin oposisi mulai mendekam dalam sel mereka. Dan dua bulan lalu, Lin Cheng-chieh, anggota DPRD Taipeh, dijatuhi hukuman sembilan bulan. Pengadilan terhadap anggota legislatif tersebut sempat menimbulkan gelombang reaksi di Taiwan, yang diikuti oleh aksi unjuk rasa selama sebelas hari di Taipei dan lima kota besar lainnya di seantero negeri. Para pengamat mencatat, aksi unjuk rasa yang diikuti ribuan penduduk, dan berpuncak pada awal September silam (membawa bunga mawar, Lin dan para pendukungnya melewati barikade polisi hingga ke depan gedung dewan kota), merupakan aksi jalanan terbesar selama ini. Beberapa kalangan oposisi menyatakan, penahanan para pemimpin mereka sebenarnya dimaksudkan sebagai upaya pemerintah meniadakan "rintangan-rintangan" dalam perundingan yang sedang berlangsung. Sejak bulan Mei, pemerintah membuka diri untuk perundingan seputar pemulihan kembali sendi-sendi demokrasi di Taiwan. Sementara itu, mengutip sumber-sumber di antara 12 anggota komite penyidik kemungkinan pencabutan hukum darurat, harian pro pemerintah China Times mengabarkan bahwa kemungkinan besar hukum darurat akan dicabut menjelang akhir tahun ini jika tak ada kekacauan. Namun, berita itu tampaknya ditiupkan penguasa untuk menyenangkan pihak oposisi belaka. Upaya oposisi mendirikan Tangwai Public Policy Association (TPPA), organisasi sosial dengan struktur partai, yang tadinya mendapat "restu" dari partai KMT dan Presiden Chiang Ching-kuo, menurut Hsieh Chang-ting, sekjen bayangan, tampaknya mendapat banyak rintangan. Sejauh ini partai semu tersebut baru mempunyai sepuluh cabang. Sementara itu, perundingan yang baru berlangsung dua kali di bulan Mei itu tak jelas kelanjutannya. Melihat gelagat ini, keinginan Hsu Hsin-liang cs. dengan TDP-nya untuk menghadirkan revolusi sosial seperti yang terjadi di Filipina agaknya masih merupakan imsian. Kecuali jika perjuangan mereka mendapat sokongan dari angkatan bersenjata Taiwan. Kalaupun mereka akhirnya bersikeras untuk pulang, barangkali mereka harus berpuas diri sebagai martir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus