Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Benazir datang, siapa menang ?

Kedatangan pemimpin oposisi (ppp) benazir bhutto, 32, disambut ratusan ribu pengikutnya. benazir mendesak agar segera diadakan pemilu & zia ul-haq harus turun. zia menolak. pemilu dijadwalkan 1990. (ln)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASSA oposisi, dalam jumlah dan semangat meluap, telah menyambut kedatangan Benazir Bhutto, 32, sang pemimpin dan "pejuang" demokrasi. Tiba di Lahore dari London Kamis pekan silam, Benazir menyaksikan bagaimana 2.000 polisi antihuru-hara dikerahkan untuk mengamankan bandar udara. Sementara itu, panitia penyambutan menyiapkan sebuah truk besar dengan panggung dan "singgasana" di atasnya. Lalu Benazir dibawa berkeliling, mendengar sorak-sorai dan yel-yel anti pemerintah. "Zia anjing", "Zia kacung Amerika", "Ganyang Zia!" begitulah pekik spontan yang meletup dari kerumunan yang ditaksir 250 ribu orang. Tapi tulisan di spanduk tampak jauh lebih son. Beberapa di antaranya, "Benazir datang membawa revolusi", "Ayo balas dendam", dan juga "Rebut kekuasaan dari Zia!" Benazir memang bertekad mendatangkan revolusi ke tanah airnya, tapi bukan dengan cara balas dendam atau merebut kekuasaan. "Saya inginkan demokrasi sejati!"demikian suaranya berkumandang di depan rapat akbar. Lalu putri Almarhum PM Zulfikar Ali Bhutto itu bicara tentang dua hal: pemilu yang bebas dan pengunduran diri Zia ul-Haq. Tak salah lagi, wanita bertubuh ramping itu kini terang-terangan menantang Zia, jenderal yang menggulingkan ayahnya, Ali Bhutto (1977) dan membiarkan Perdana Menteri ini dihukum gantung (1979). Tantangan itu sudah dilontarkan di London tempat Benazir mengasingkan diri selama dua tahun terakhir, tapi sebegitu jauh Islamabad berlapang dada. Tidak ada usaha untuk menolak kedatangan Benazir, dan sikap ini dianggap seirama dengan iklim politik di Pakistan masa kini. Lagi pula, UU Darurat sudah dicabut Januari berselang dan seperti kata Benazir, Presiden Zia ul-Haq dituntut untuk membuktikan apa yang disebutnya peralihan dari pemerintahan militer kepada sipil. Tapi perkembangan menunjukkan kehadiran Benazir bisa mengacaukan masa peralihan itu. Bukan saja karena sikap massa PPP (Partai Rakyat Pakistan) terlalu militan, tapi juga karena wanita ini tiba-tiba sesumbar seenaknya. "Kami sebenarnya bisa merebut kekuasaan kemarin," ujar Benazir dalam konperensi pers di Lahore, sehari setelah kedatangannya. Pada pendapatnya, massa yang membanjir itu - kalau saja diarahkan - bisa menghancurkan perumahan para pejabat setempat, termasuk kediaman Gubernur Punjab. "Tapi partai saya tidak menghendaki pertumpahan darah. Yang kami perjuangkan adalah kemerdekaan dan keadilan. Bahkan pada masa-masa paling suram kami tetap menginginkan perubahan secara damai," ucapnya tenang dan penuh percaya diri Ia benar-benar mengingatkan orang pada gaya bicara Ali Bhutto. Resmi diangkat sebagai pemimpin PPP sejak enam tahun silam, pribadi Benazir tampaknya cukup tergembleng, tapi pengalaman politiknya bagaimanapun masih sangat terbatas. Ia pernah dipenjarakan, dikenai tahanan rumah, diintimidasi, dipencilkan dari massa pendukungnya. Kini, begitu mendapat peluang, wanita itu mempersilakan lawannya, Zia, "mundur secara anggun". Reaksi Zia menunjukkan, ia memang mulai terbakar. Tentang pawai di Lahore misalnya, ia berkata, "pawai itu justru menimbulkan panas, bukan cahaya." Harus diakui aksi massa tersebut memang luar biasa dan yang seperti itu tidak pernah terjadi, bahkan ketika Ali Bhutto masih hidup. Tidak heran jika Zia merasa terganggu. Terutama sesudah Benazir menuntut agar jadwal pemilu segera ditetapkan. Presiden itu kontan menolak. Dianjurkannya supaya pihak oposisi menunggu jadwal pemilu berikutnya, 1990, dan tidak menghasut-hasut rakyat, apalagi berkampanye memperjuangkan perubahan. Tapi dalam pawai unjuk rasa di Gujranwala dan Falsalabad, kegiatan menghasut itulah justru yang dilakukan Benazir. Diperkirakan setengah juta orang menutup jalan raya antara Lahore dan Gujranwala dengan berbagai kendaraan: truk, bis, mobil, kereta kuda. Benazir terpaksa berhenti paling sedikit delapan kali untuk memberi wejangan, hingga jarak 67 km terpaksa ditempuh dalam 1 jam Sekalipun begitu, ia tidak tampak letih bahkan sesampai di Falsalabad, wanita berwajah tirus itu memimpin senandung oposisi yang mulai luas menyebar, "Zia harus pergi, Zia harus pergi." Para pengamat mulai bertanya-tanya, sampai seberapa jauh Zia akan mentolerir lawannya. Yang pasti, sang presiden tidak mungkin lagi menyekap Benazir dalam tahanan rumah, seperti terjadi Agustus tahun lalu ketika wanita itu mengantarkan jenazah saudaranya Shahnawaz ke pemakaman. Sebaliknya, Zia juga tidak mungkin membiarkan aksi-aksi massa itu berkelanjutan, karena tentu akan sangat berbahaya bagi pemerintahnya. Agaknya, untuk sementara ia akan menunggu, tanpa membiarkan Benazir menjadi terlalu leluasa atau seorang jenderal lain mungkin akan merebut tongkat kepemimpinan dari tangannya. Sejarah Pakistan memang ditandai jatuh bangun para jenderal. Tapi masa pemerintahan sipil Ali Bhutto ternyata bukan satu alternatif yang lebih baik, karena banyak korupsi dan salah urus. Harian Pakistan Times menuduh pemerintahan PPP telah membuat negeri itu ambruk dalam segala hal, ekonomi, sosial, politik. "Rakyat tidak akan membiarkan tanah air mereka dipertaruhkan untuk kedua kalinya," tulis koran itu, sementara stasiun radio dan televisi Pakistan sama sekali tidak meliput kedatangan Benazir. Tampaknya, jalan yang harus ditempuh Benazir masih panjang dan sulit. Salah satu cobaan terjadi akhir pekan silam. Abdul Qayyum, seorang mayor pensiunan, menyerobot masuk ke satu rumah karena menyangka Benazir menginap di situ. Benazir kebetulan menginap di rumah sebelahnya. Orang ini dianggap tidak waras, omongannya meracau, perihal masa depannya, cintanya pada Benazir, serta kegagalannya untuk menemui wanita itu di London. Polisi menduga ia menderita schizophrenia, tapi tak seorang pun dapat menjelaskan mengapa nomor telepon sekretaris militer Zia ul-Haq terdapat di saku bajunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus