Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Binasa Wajah karena Pupuk

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bau daging terpanggang menusuk ke segenap sudut ruang khusus perawatan pasien luka bakar di Rumah Sakit Mayo, Lahore. Di atas sebuah dipan, Ishrat Abdullah terbaring lunglai. Sebagian besar daging di wajah, dada, serta lengannya meleleh, menyisakan warna darah bercampur gosong.

"Saya mohon ampun pada Tuhan. Ini semua kesalahan saya," bisik wanita berusia 26 tahun itu. Kata-katanya mendesis dengan susah payah di bibir yang tak lagi berbentuk. Suaminya telah menyiram sebotol cairan asam ke wajahnya karena dia tak kunjung melahirkan anak lelaki.

Ishrat cuma satu dari ribuan korban kekerasan menggunakan asam di Pakistan. Menurut catatan Human Right Watch, selama 2002 saja ada 1.030 kasus: 280 orang di antaranya meninggal, sisanya hidup dalam kondisi cacat. Korban meningkat sekitar 400 orang dari tahun ke tahun.

Cairan asam adalah larutan yang sering digunakan untuk meracik pupuk. Masyarakat setempat menyebutnya tezab atau air tajam. Hanya dengan 20 rupee atau kurang dari Rp 4.500 seseorang bebas membawa pulang sebotol asam.

Bahan pelarut berbahaya itu kerap dipakai di kalangan masyarakat pedesaan untuk menyakiti wanita. Kasus pertama terjadi di Bangladesh, negara tetangga Pakistan, pada 1967. Sasarannya nyaris sama: istri yang "gagal" memberikan anak laki-laki atau menolak dimadu dan gadis yang menampik pinangan.

Aksi protes korban pemerkosaan Mukhtaran Mai (lihat Mai Mekar Setelah Memar) karena pengadilan Pakistan membebaskan pemerkosanya menyebabkan kisah-kisah tragis bermodal asam kembali menjadi perhatian.

Namun aparat hukum setempat malah menghalangi jika korban ingin melapor. "Sejak saya mulai menangani kasus ini pada 2002, polisi selalu berusaha membantah kebenaran kasus-kasus semacam ini," ujar Farhat Rehman, aktivis Legal Aid Centre di Lahore. Polisi, menurut Rehman, malah menakuti-nakuti korban dan keluarganya. Mereka mengatakan biaya proses hukum amat mahal. Akibatnya, sebagian besar korban membiarkan peristiwa nahas yang mereka alami berlalu tanpa tuntutan.

Gulnaz Aftab Masih, 20 tahun, adalah satu contoh. Tiga tahun lalu, seorang rekan kerjanya merayu dan berusaha merabanya di depan umum. Dia menolak. Keesokan harinya, saat dia hendak mengambil gaji, pria itu menyiram sebotol asam ke wajah serta tubuhnya. Polisi yang dilapori malah menekan keluarga Gulnaz agar tak memperkarakan penyerangan itu. Si pelaku menawarkan uang tutup mulut. Keluarga itu hampir menyerah. Untung, ibu Gulnaz bertemu dengan petugas Tamir Cheshire Community Programme. Lembaga swadaya masyarakat itu membawa kasus Gulnaz ke pengadilan dan si penyerang dihukum penjara akhir tahun lalu.

Sejak lima tahun lalu para aktivis hak asasi wanita gencar mengkampanyekan perlawanan terhadap penyiksaan atas wanita Pakistan, namun pemerintah seperti enggan bergerak. "Mungkin karena ini hanya menimpa para wanita miskin," ujar aktivis wanita Shahnaz Bukhari.

Beberapa pengadilan lokal pernah menjatuhkan hukuman berat kepada para pelaku, dari pemenjaraan hingga perintah menyiramkan asam ke sekujur wajah dan tubuh mereka sebagaimana yang dialami korban. Tujuannya agar masyarakat jera. Sayang, vonis-vonis dahsyat itu umumnya dianulir pada tingkat yang lebih tinggi—seperti yang terjadi dalam kasus Mukhtaran Mai.

Philipus Parera (Pakistan Observer/Theage.com/BBC/Irinnews.org)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus