Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kembali ke Jalan Revolusi

Mahmoud Ahmadinejad, seorang tokoh kelompok konservatif, terpilih menjadi presiden baru Iran. Didukung penuh oleh mayoritas rakyat, kemenangannya mencemaskan sejumlah negara besar di belahan Barat.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Kembali ke Jalan Revolusi
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DI atas langit masih ada langit. Hukum besi di dunia kangouw itu ternyata berlaku di panggung politik Iran. Pekan lalu, seorang pendekar tua harus mengakui keunggulan jurus satu debutan baru; mantan presiden Ayatollah Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, 70 tahun, menyerah kalah dalam perebutan kursi Presiden Iran kesembilan. Pesaingnya, Mahmoud Ahmadinejad, 49 tahun, menang telak dan mulai memimpin Iran pada Agustus nanti.

Penghitungan suara yang dilakukan Setode Intikhobote Kesywar (Komisi Pemilihan Umum Iran) menunjukkan 61,7 persen—dari total 27,96 juta suara—menyokong Ahmadinejad. Rafsanjani hanya meraih 10,43 juta suara, sekitar 37,3 persen. Tudingan miring sempat terlontar dari pihak yang kalah. Tapi yang puas pun tak sedikit. Presiden Ayatollah Sayyid Muhammad Khatami, yang akan digantikan Ahmadinejad, misalnya, memuji hasil pemilu ini sebagai "pemilu paling bersih".

Kemenangan telak Ahmadinejad—dia Wali Kota Teheran—serta-merta menjungkirbalikkan prediksi hampir semua pengamat Barat yang lebih menjagokan Rafsanjani. Mantan Presiden Iran itu dinilai lebih moderat dan menyatakan akan memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat. Di putaran pertama, dia unggul walau cuma tipis. Tapi kawan-kawan pengusahanya begitu yakin dia berhasil sehingga telah menyiapkan pesta. kemenangan.

Pada putaran pertama, Rafsanjani, yang didukung kubu moderat, meraih 21 persen suara. Ahmadinejad hanya mendapat 19,48 persen. Di putaran dua sekaligus putaran final, sang Ayatollah yang sudah 20 tahun malang-melintang di blantika politik Iran itu dikalahkan dengan telak oleh satu sosok yang amat bersahaja dan populer di kalangan rakyat kecil Iran.

Kaum rakyat jelata memang menjadi penentu kemenangan Pak Wali Kota. "Semoga dia dapat membawa perubahan nyata," ujar Mahdi, 27 tahun, seorang warga Teheran, kepada kontributor Tempo di Iran, Mujtahid Hashem. Rakyat kecil menjadi setrum dari program-program Ahmadinejad. Ia berniat meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan kerja, mendistribusikan pendapatan negara dari hasil minyak, serta memberantas korupsi. Dan terbukti, mantan Komandan Pengawal Revolusi ini mampu menggalang dukungan masyarakat religius Iran yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan.

Kaum ushul gharo alias kaum konservatif, yang dimotori ulama, juga berbaris di belakangnya. Gaya hidup Ahmadinejad yang sederhana menjadi kunci pemikat para pemilih. Wali Kota Teheran itu hidup di satu rumah kontrakan kecil di pinggiran ibu kota. Jika bepergian, mobil Peugeot 504 butut menjadi kendaraannya.

Menurut Ketua Parlemen Iran, Ghulam Ali Hadad Adil, naiknya Ahmadinejad sebagai Presiden Republik Islam Iran bukanlah kemenangan kelompok konservatif, melainkan kemenangan pelayanan kepada rakyat, kemenangan bagi seluruh warga Iran. "Era perang kata-kata dan debat kusir yang kosong telah usai. Saat in era pengabdian kepada rakyat," ujar Ketua Parlemen.

Ahmadinejad lahir di Garmsar pada 28 Oktober 1956 sebagai anak seorang pandai besi. Keluarganya pindah ke Teheran sewaktu dia berusia setahun. Di ibu kota, dia menyelesaikan pendidikan dasar hingga universitas. Studinya di Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) menghasilkan gelar doktor di bidang teknik, perencanaan lalu-lintas dan transportasi. Pada 1980, ia mengetuai perwakilan IUST dan ikut mendirikan Kantor Pereratan Persatuan (Daftar-e Tahkim-e Vahdat).

Organisasi mahasiswa ini terlibat dalam penyerbuan dan penyanderaan warga AS di Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Teheran pada 4 November 1979. Peristiwa itu terjadi setelah AS menerima pelarian mantan Shah Iran, Pahlevi. Sekitar 90 orang disandera—52 orang di antaranya ditahan sampai 444 hari dan baru dibebaskan pada 20 Januari 1981.

Pada masa Perang Iran-Irak (1980-1988), Ahmadinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam. Dia terlibat misi-misi perang di Kirkuk, Irak, dan diangkat menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Seusai perang, dia masuk birokrasi. Mula-mula menjadi Wakil Gubernur Provinsi Maku, sebelum pindah ke kursi Gubernur Khoy. Mantan Penasihat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam ini menduduki kursi Gubernur Provinsi Ardabil dari 1993. Wali Kota Teheran adalah jabatan terakhirnya di "level provinsi" sebelum terpilih menjadi Presiden Iran pada pekan lalu.

Ahmadinejad adalah tokoh non-ulama pertama yang meraih jabatan presiden sejak Revolusi Islam 1979. Walau demikian, anggota Pakar Transportasi Asia dan Asia Pasifik itu adalah pemeluk Islam yang amat teguh. Saat menjadi Wali Kota Teheran, misalnya—sejak Mei 2003—dia menghapuskan banyak kebijakan moderat yang dibuat para wali kota Teheran sebelumnya. Dia menutup restoran cepat saji dan mewajibkan setiap pegawai Pemda Teheran pria memelihara janggut dan memakai baju lengan panjang. Dia selalu menekankan pentingnya nilai-nilai agama dalam kegiatan kebudayaan.

Pandangan agama Ahmadinejad disebut-sebut lebih keras dibandingkan dengan ulama moderat seperti Rafsanjani dan Khatami. Dalam penampilan pertamanya di depan publik seusai terpilih, ia mengungkapkan keinginan agar Iran menjadi negara Islam modern yang kuat dengan mempertahankan prinsip-prinsip Revolusi Islam 1979.

Mulai bertugas sebagai presiden pada Agustus nanti, Ahmadinejad menyatakan akan memerintah secara damai dan moderat. Dia tak lupa menegaskan, Iran tak punya kebutuhan mendesak untuk berhubungan dengan Amerika Serikat. Dan akan tetap melanjutkan usaha pengembangan nuklir. "Kita butuh teknologi nuklir damai untuk pembangkit listrik, keperluan medis, pertanian, dan sebagainya," ujarnya.

Cina dan Rusia menyambut baik langkah Ahmadinejad. Presiden Rusia Vladimir Putin langsung mengajak bekerja sama. "Kami siap melanjutkan kerja sama di bidang energi nuklir dengan Iran, meski harus menjelaskan kepada dunia internasional bahwa nuklir ini tidak memproduksi senjata," ujarnya.

Sebaliknya, Jerman, Prancis, dan Inggris mendesak agar, "Presiden Ahmadinejad menanggapi kekhawatiran dunia atas program nuklir Iran," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw. Ketiga negara ini mewakili Uni Eropa untuk bernegosiasi dengan Iran tentang program nuklir. Mereka menawarkan bantuan ekonomi sebagai kompensasi pelunakan program tersebut.

Masih dari belahan Barat, reaksi Amerika atas kemenangan Ahmadinejad juga cukup keras. Sejak jauh hari AS menuding pemilu Iran hanyalah rekayasa. Sehari sebelum pencoblosan, Presiden George W. Bush berkomentar, "Apa pun hasil pemilu, Iran akan dikuasai orang-orang yang menyebarkan teror ke seluruh dunia." Seusai pemilu, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld menyatakan Ahmadinejad bukan sahabat demokrasi.

Belakangan, sejumlah mantan sandera dalam pendudukan Kedutaan Besar AS di Teheran 1979 mengaku mengenali Ahmadinejad sebagai salah satu penyandera di Kedutaan Besar AS dulu. "Presiden baru Iran seorang teroris," kata Kolonel (Purn.) Angkatan Darat, AS Charles Scott, 73 tahun. Pengakuan lain datang dari Kevin Harmening. Dia dulu satpam di Kedutaan Besar AS ketika terjadi penyerbuan. Kepada The Washington Times, Harmening berkata: "Ia (Ahmadinejad) ikut menginterogasi saya."

Tapi tak semua saksi sepakat. Mantan sandera lainnya, Kolonel (Purn.) Angkatan Darat Thomas E. Schaefer, mengaku tak mengenali Ahmadinejad sebagai penyandera. Beberapa mantan mahasiswa Iran yang terlibat aksi itu juga menyatakan sang Presiden tak ikut ambil bagian dalam aksi tersebut. "Dia bukan termasuk di antara mahasiswa yang menyandera," kata Abbas Abdi, pemimpin mahasiswa ketika itu.

Pro-kontra di atas hanya salah satu sinyal yang mencerminkan betapa pertalian Washington-Teheran bakal menggetas di bawah Ahmadinejad.

Hanibal W.Y. Wijayanta (The CSM/The WP/Iran Daily)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus