SEBELUM memasuki pesawat, John, Vodclatt dan istrinya berpotret di samping pesawat Air Lanka yang akan mereka tumpangi. Tindakan itu menyelamatkan mereka. Tiba-tiba sebuah ledakan dahsyat menggelegar, merobek tubuh pesawat itu serta mematahkan ekornya. Bola api raksasa dan asap hitam pun bergulung. Beberapa saat kemudian, potongan tubuh manusia dan kepingan pesawat yang hangus berserakan di pelataran bandar udara Katunayake, Sri Lanka. "Kami melarikan diri di tengah jerit tangis para penumpang," ujar Vodclatt. "Kami baru naik ke pesawat dan beberapa penumpang sudah duduk di dalam pesawat, ketika ledakan terjadi," kata Angela Riley, 30, seorang saksi mata lainnya. Penumpang pesawat yang nahas itu - jumlahnya 128 orang - kebanyakan turis asing yang akan berlibur di Maldives. Peristiwa mengerikan yang terjadi Sabtu pagi pekan lalu itu menelan 15 korban jiwa, dan mencederai 40 orang lainnya. Penyebab ledakan: sebuah bom seberat 50 kg, yang diduga diselipkan ke dalam sebuah keranjang sayuran di bagasi pesawat jet Lockheed Tristar tersebut oleh kelompok separatis Tamil di Si Lanka. Dugaan itu timbul, setelah sebuah pembicaraan radio antara kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) di India Selatan dengan penduduk Kota Jaffna di utara Sri Lanka, dapat disadap oleh pihak pemerintah Sri Lanka. Isinya: Kelompok separatis Tamil itu memang menanamkan bom waktu tersebut. Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya bukti pakaian seragam kelompok itu, lengkap dengan tanda "macan hitam" di antara puing pesawat terbang. Tapi ini dibantah keras seorang juru bicara LTTE, yang terkuat dari lima kelompok separatis Tamil di Sri Lanka. Dan seorang pejabat penerbangan menyebutkan bahwa topi bergambar macan itu banyak dibuat di Muangthai, untuk dijual ke Maldives. Hanya, siapa lagi yang mau meledakkan pesawat Sri Lanka selain kaum Tamil? Memang, kelompok Tamil selalu dituding sebagai biang kerok setiap kerusuhan di negara berpenduduk 17 juta jiwa itu. Suku minoritas ini, yang kurang puas dengan perlakuan kaum pribumi mayoritas Sinhalese, belakangan memilih jalan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka mendirikan negara sendiri. Bentrokan berdarah dengan pemerintah Colombo pun sering terjadi. Bentrokan terakhir terjadi Jumat pekan lalu, yang menewaskan 300 jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini