Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri, ada baiknya terlebih dahulu memahami kondisi negara tujuan. Salah satunya potensi risiko keamanannya. Menurut laporan terbaru dari International SOS, perusahaan layanan risiko keamanan dan kesehatan global, tidak ada satu pun negara yang mengalami penurunan risiko keamanan dalam 12 bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebaliknya, beberapa negara justru mengalami peningkatan risiko akibat konflik bersenjata, ketidakstabilan politik, serta faktor kesehatan dan perubahan iklim. International SOS adalah organisasi nirlaba independen yang berkomitmen untuk meneliti dan membagikan praktik terbaik seputar tugas kepedulian. Cakupannya mulai dari menjaga kesehatan, keselamatan, dan keamanan para pekerja di berbagai belahan dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negara Paling Berbahaya Dikunjungi
Berdasarkan peta risiko terbaru, beberapa negara dinilai memiliki tingkat risiko keamanan ekstrem. Dalam artian, lokasi tersebut sangat berbahaya bagi wisatawan maupun pelaku bisnis. Negara-negara tersebut antara lain Somalia, Sudan, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Yaman, Libya, Irak, Afghanistan, Suriah, dan Ukraina.
Negara-negara tersebut menghadapi berbagai ancaman serius. Mulai dari perang saudara, konflik antar kelompok bersenjata, terorisme, hingga krisis kemanusiaan yang berkepanjangan. Kondisi ini membuat perjalanan ke wilayah tersebut sangat tidak disarankan.
Selain negara dengan risiko ekstrem, terdapat pula negara-negara yang dikategorikan memiliki risiko keamanan tinggi, satu tingkat di bawah kategori ekstrem. Negara-negara tersebut meliputi Mali, Ethiopia, Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Pakistan, Myanmar, Papua Nugini, Venezuela, Haiti, dan Honduras.
Meskipun tidak seberbahaya kategori ekstrem, negara-negara ini tetap memiliki ancaman bagi keselamatan pengunjung, seperti tingkat kriminalitas, ketidakstabilan politik, dan risiko penculikan.
Organisasi yang dibentuk pada 2011 ini menilai tingkat risiko di setiap negara berdasarkan berbagai faktor. Di antaranya risiko keamanan yang mencakup ancaman konflik bersenjata, kriminalitas, dan aksi terorisme. Selain itu, risiko medis juga menjadi faktor dalam penilaian. Karena mencakup akses ke layanan kesehatan, prevalensi penyakit menular, serta ketersediaan obat-obatan.
Faktor lain yang dinilai adalah risiko perubahan iklim, yang mencakup dampak cuaca ekstrem dan bencana alam. Negara-negara dinilai dalam skala lima tingkat, dari rendah hingga sangat tinggi untuk risiko medis.
Negara yang Aman Dikunjungi
Di sisi lain, beberapa negara dinilai memiliki tingkat risiko keamanan yang rendah, sehingga dianggap lebih aman untuk dikunjungi. Negara-negara tersebut meliputi Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Prancis, Maroko, dan Vietnam.
Dalam rekapannya, International SOS menilai bahwa pada 2024 terjadi peningkatan konflik di berbagai belahan dunia. Perang Israel dan Hamas di Gaza serta konflik di Sudan menjadi contoh nyata bagaimana situasi geopolitik dapat memperburuk tingkat risiko suatu negara.
Beberapa negara seperti Sudan, Lebanon, Israel, Irak, dan Myanmar mengalami peningkatan zona risiko tinggi atau ekstrem akibat konflik yang semakin meluas. Bahkan, Kaledonia Baru yang sebelumnya memiliki risiko rendah kini meningkat ke tingkat sedang akibat dampak dari kerusuhan sosial, kemerosotan ekonomi, dan kejahatan yang meningkat.
Sally Llewellyn, Direktur Keamanan Global di International SOS, menyatakan bahwa tidak ada satu pun negara yang mengalami penurunan risiko keamanan pada tahun ini. Ketegangan geopolitik menjadi pemicu utama peningkatan risiko di banyak negara, seperti Sudan dan Lebanon, yang mengalami eskalasi konflik sehingga mempengaruhi lebih banyak populasi.
Dalam kategori risiko medis, terdapat dua perubahan. Bolivia mengalami peningkatan dari risiko sedang menjadi tinggi, sementara Libya mengalami penurunan dari risiko ekstrem menjadi tinggi. Katherine O'Reilly, Direktur Medis Regional di International SOS, menjelaskan bahwa perubahan dalam risiko medis dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti standar layanan kesehatan, akses terhadap fasilitas medis, serta ketersediaan obat-obatan.
INDEPENDENT.CO | INTERNATIONALSOS.COM
Pilihan Editor: 15 Negara Paling Aman untuk Liburan 2025, Indonesia Tidak Masuk