Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari casablanca menggalang...

Sebagai tuan rumah KTT OKI (organisasi konperensi islam). (ln)

28 Januari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang baru dari Sekou Toure. Dinding-dinding Istana Musim Panas di Casablanca, Marokko, memantulkan hentakan suaranya yang rada berat tapi mantap. Dalam sidang han pertama KTT OKI (Organisasi Konperensi Islam) presiden Guinea itu mengajukan dua usul kontroversial: mengirim utusan ke Iran agar negara ini bersedia hadir di Casablanca, dan keanggotaan Mesir di OKI supaya dicairkan kembali. Kepada 44 pemimpin delegasi, 25 di antaranya kepala negara, Sekou Toure seakan mendesak agar mereka segera bersikap dan berbuat. Akibat kedua usul itu, jadwal KTT menjadi kacau dan upacara penutupan tertunda 24 jam. Tapi harus diakui, KTT OKI yang berlangsung di Istana Musim Panas milik Raja Hassan II itu mencatat hasil penting. Sesudah perdebatan sengit, yang menyita waktu sehari penuh, usul mengenai keanggotaan Mesir diterima. Ditunjang penuh oleh Malaysia, kemudian dipertajam oleh presiden Pakistan, Zia ul-Haq, yang menantang sidang untuk memilih antara "kepastian atau ketidakpastian", akhirnya 32 negara sepakat menerima Mesir kembali ke pangkuan OKI, sesudah Libya, Syria, dan Yaman Selatan meninggalkan ruang sidang. Sikap lunak terhadap Mesir tak dapat tidak mencerminkan adanya Derubahan mendasar, khususnya di lingkungan negara-negara Arab. Mereka mulai lebih realistis, sudah mengutamakan kerukunan sesama negara Islam di samping secara implisit mengakui bahwa kehadiran Mesir mutlak untuk memperjuangkan nasib Palestina. Mesir dikucilkan dari OKI dalam KTM (Konperensi Tingkat Menteri Luar Negeri) ke-10 di Fez, Marokko, tahun 1979, karena menandatangani persetujuan Camp David bersama-sama Israel dan AS. Pengucilan yang sama dialami Mesir dalam Liga Arab. Sekalipun isu pencairan keanggotaan Mesir dalam OKI sudah mulai ditiupkan sebelum KTT, tidak ada yang mendua bahwa hal itu akan mengacaukan acara sidang. Sebenarnya, agenda sidang sudah dipersiapkan secara matang oleh sidang KTM di Rabbat, 12 s/d 14 Januari 1984. Tercantum 21 pokok acara, dua di antaranya masih terpaut masalah lama: konflik Timur Tengah khususnya Libanon dan kemerdekaan Palestina. Masalah lain yang dipandang sama mendesaknya ialah penyelesalan perang Iran-Irak, pendudukan tentara asing di Afghanistan, dan agresi militer AS terhadap posisi tentara Syria Ji Libanon. Sekitar 700 wartawan, yang berduyun ke Casablanca untuk menyimak suara dunia Islam, tampak kecewa ketika KTT keempat ini kembali gagalmengatasi ujian paling besar, yakni perang Iran-Irak. Sengketa yang merupakan tragedi paling pahit alam lingkungan umat Muslim ini, sampai KTT ditutup, tetap tidak menemukan jalan keluar. Kenyataan bahwa Iran memboikot KTT Casablanca, seperti halnya mereka memusuhi KTT Taif, 1981 menunjuk pada satu hal bahwa perang masih akan berkepanjangan. Irak, dalam pada itu, mengulangi kesediaannya berunding dengan Iran meski Presiden Saddam Hussein berhalangan datang ke KTT. Membenahi kepentingan politik yang bertentangan jelas bukan perkara gampang. Pada hari penutupannya, Jumat 20 Januari, KT OKI mengeluarkan pernyataan resmi yang disebut Casablanca Charter. Ke dalamnya termaktub beberapa resolusi, seperti melenyapkan perbedaan sesama negara Islam, imbauan mengakhiri perang Iran-Irak, menggalang persatuan dalam organisasi pejuang Palestina, dan memantapkan kemjuan ilmu dan teknologi di lingkungan ngara Islam. Sebuah piagam hak-hak manusia berdasarkan kitab suci Al Quran dan hadis juga disepakati untuk dianut di semua negara anggota. Pentingnya penggalangan kekuatan Islam ditegaskan kembali, pelbagai tantangan yang mengancam perjuangan Palestina dibahas, upaya mencari penyelesalan politik antara Yordania dan PLO didukung penuh. Secara terbuka, Arafat meminta dukungan OKI untuk PLO, sesuatu yang ditentang habis-habisan oleh Syria. Harus diakui, nasib Palestina dewasa ini semakin jauh dari tujuan suci OKI yakni membebaskan Al Quds, kota suci Yerusalem, dari cengkeraman Israel. Dalam keadaan yang tidak menentu - ketika gerilyawan PLO bertebaran di seantero dunia Arab dan penduduk Palestina di Tepi Bara semakin terancam hak-hak politiknya - adalah wajar sekali jika KTT OKI menentukan sikap, ka lau tidak mengumandangkan pekik perjuangan untuk Palestina merdeka. Tragedi pencaplokan Tepi Barat yang mencoreng muka dunia Arab ini semakin tersa pedih karena dalam tempo belasan tahun sejak agresi Israel, tidak pernah dapat digalang dukungan yang mantap untuk Palestina. Dengan tergusurnya Arafat, perjuangan itu kini bahkan merosot ke titik paling rendah. Mengulangi tekad lama, KTT kembali mendukung perjuangan rakyat Namibia dari penindasan rezim apartheid Afrika Selatan, seraya mengutuk penyerbuan Soviet di Afghanistan. Di bidang ekonomi, KTT mengusahakan bantuan keuangan lebih besar untuk negara-negara selatan Sahara yang terancam kelaparan, di samping mendesak Unesco untuk menciptakan tata informasi dunia baru. Tak syak lagi, Raja Hassan lI dari Marokko telah memainkan peran teramat penting agar KTT OKI yang keempat ini dapat mencatat hasil lumayan kendati tidak gilang-gemilang. Kepala negara berpikiran maju ini adalah pemrakarsa KTT OKI pertama, yang juga berlangsung di Marokko, tahun 1969. Sebagai pemimpin sidang, ia mengarahkan acara sedemikian rupa hingga KTT tidak sampai mengecewakan. Tekad untuk menggalang solidaritas dan kerja sama antarnegara Islam agaknya pertanda mutlak akan sikap prihatin terhadap memburuknya situasi hubungan sesama anggota OKI. Namun, d sampmg tekad di atas, belum dirumuskan upaya-upaya nyata lainnya, kecuali penerimaan kembali Mesir. Penerimaan Mesir, yang dikeluarkan dalam pernyataan Hassan 11 sesudah KTT berakhir, bukanlah sama sekali tanpa syarat seperti yang ditegaskan Casablanca Charter. Menurut Hassan, "Kairo haruslah mematuhi prinsip, ketentuan, dan keputusan OKI." Di antara keputusan OKI termasuk pembatalan persetujuan Camp David. Apakah Piagam Casablanca lalu akan mentah kembai? Tampaknya tidak. KTT secepatnya mengirimkan utusan khusus ke Mesir yang diketuai Presiden Sekou Toure dengan didampingi menlu Pakistan Sahazabda Yacub Khan, menlu Irak Tariq Aziz, dan sekjen OKI Habib Chatti dari Tunisia tokoh disebut terakhir ini masih akan bekerja sebagai sekjen satu tahun lagi, karena belum ada kepastian calon penggantinya. Adapun Indonesia, yang elegasinya dpimpin Wakil Presiden Umar irahadikusumah, mengusulkan agar lembaga sekretariat jenderal di bawah Habib Chatti itu diaktifkan semaksimal mungkin, supaya bekerja lebih efisien dan lebih efektif. Sasarannya tak lain untuk meningkatkan kerja sama bidang ekonomi yang, seperti diakui Wapres, "ternyata masih luas kemungkinan dan ruang lingkupnya terutama untuk dimanfaatkan oleh Indonesia."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus