BELUM sempat melepas lelah dari kesibukan menyelenggarakan KTT Islam, (OKI), Raja Hassan 11 dari Marokko sudah direcoki kerusuhan dalam negeri. Sekitar 10 ribu mahasiswa menyulut api huru-hara di Nador, Marokko Utara, pekan lalu. Dari Nador aksi kekerasan dengan cepat menjalar ke Fez, Oujda, Rabat, Tangier, Alhoceima, Safi, dan Tetouan. Bahkan kemudian merambat pula ke selatan, ke Marakesh. Sehingga pemerintah terpaksa menurunkan sekitar delapan ribu polisi dan serdadu untuk mengatasi keadaan itu. Latar belakang huru-hara?. Demonstrasi dikabarkan bermula dari protes terhadap keputusan pemerintah yang menghentikan subsidi gula, tepung, minyak, dan mentega sejak 1 Januari. Keputusan itu mengakibatkan harga bahan pangan langsung melonjak. Api kerusuhan bertambah marak ketlka pemerintah memutuskan pula menaikkan uang sekolah. Apalagi keputusan itu disertai sanksi: pelajar yang menunggak uang sekolah kehilangan hak mengelakkan wajib militer. Para wajib militer ini langsung dikirim ke Sahara Barat untuk memerangi gerilyawan Polisario yang didukung Aljazair itu. Marokko, negeri seluas sekitar separuh Kalimantan dan berpenduduk hampir 22 juta, memang sedang menanggung kesulitan ekonomi. Resesi ikut memukul ekspor fosfat - terbesar di dunia - kerajaan bekas jajahan Prancis dan Spanyol ini. Kemarau tiga tahun memukul usaha pertanian - bagian terbesar mata pencarian penduduk. Tindakan pemerintah membungkam peristiwa itu - demi stabilitas - bahkan menambah kekisruhan. Angka kematian korban kerusuhan simpang siur. Menurut perkiraan kasar, sekitar 200 tewas dan ratusan lainnya cedera selama minggu pertama. Di beberapa kota, antara lain Nador dan Tetouan, bromocorah setempat menggunakan kesempatan mencuri dan merampok. L'Opinion, koran Partai Istiqlal yang tergabung dalam koalisi pemerintah, bahkan mencela ketertutupan informasi pihak Istana. Ada dugaan, demonstrasi berdarah ini diilhami kerusuhan yang sama di Tunisia, yang berhasil menunda kenaikan harga. Raja Hassan 11, yang sudah mengisyaratkan kenaikan harga sejak pertengahan tahun silam, memang berusaha meneduhkan suasana melalui radio dan televisi pemerintah, Ahad lalu. Tapi ia sama sekali tidak menyinggung peninjauan harga. Menurut kalangan diplomat di Rabat, "baginda sudah tidak dipercaya rakyat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini