MINGGU lalu sejumlah ahli terkenal dari AS mengadakan
ceramah-ceramah di Jakarta. Umumnya mengenai RRT, dalam
hubungannya dengan situasi internasional di kawasan Asia Timur
dan Tenggara. Mereka adalah Lucian Pye, Robert Scalapino,
Stanley Spector dan Ezra Vogel. Tapi yang agaknya paling menarik
ialah pembicaraan Prof. Stanley Spector, sejarawan dari
Washington University, dalam suatu pertemuan khusus dengan
sejumlah wartawan Jakarta Kamis 24 Juni yang lalu. Mahaguru yang
pandai berbahasa Mandarin dan beristerikan wanita keturunan Cina
dari Shanghai ini baru pulang dari kunjungan ke RRT, selama 6
minggu bulan April dan Mei yang lalu. Itulah kunjungannya yang
kedua, setelah kunjungan pertama tahun 1973.
Sebagai seorang yang aktif dalam lobbying di PBB unuk
memasukkan RRT ke organisasi bangsa-bangsa itu sekitar 5 atau 6
tahun yang lalu, mengejutkan bahwa Spector pulang dengan banyak
kecewa tentang RRT. Agaknya ia jadi orang Barat pertama setelah
kunjungan Presiden Nixon yang pulang dari Cina tanpa sejumlah
kekaguman dan pujian. Dalam kunjungannya yang pertama ia memang
- sesuai dengan permintaan pejabat RRT -- menuliskan sedikit
kritik tertutup tentang keadaan Cina. Tapi kunjungannya yang
kedua (dan mungkin terakhir) itu memberinya kesempatan buat
memasang kuping lebih tajam. Ia dan isterinya memang ditemani
seorang pandu dan penterjemah, tapi "pengawasan" terhadap mereka
tak bisa dilakukan terus-menerus rupanya, hingga banyak hal yang
bisa didapatkannya sendiri.
Di bawah ini adalah kisahnya, sebagaimana dilaporkan oleh A.
Dahana dan Fikri Jufri dari TEMPO:
Uraian Prof. Spector sungguh mengingatkan orang akan buku The
God That Failed, kumpulan karangan sejumlah orang kiri yang
kecewa dan mengkritik Uni Soviet semasa Stalin. Dikenal sebagai
mahaguru yang bersimpati kepada RRT, kunjungan kedua Spector
bersama isterinya ke RRT itu telah menghasilkan kesan yang lain.
"Saya sungguh tak bisa tidur selama beberapa minggu", katanya
dua pekan lalu. "Untuk memutuskan apakah yang saya lihat di sana
harus saya ungkapkan keluar". Akhirnya dia berhasil mengatasi
'pergolakan batin' yang dialaminya. Ceritanya berdasar
pengalaman selama 6 minggu sebatamu resmi pemerintah di sana
sangat diwarnai oleh kekecewaan.
Menurut Spector,"adalah keliru beranggapan bahwa semua orang
punya kerja dan cukup makan di RRT. Banyak orang -- terutama
anak mudanya - menganggur. Mereka tampak suka bergerombol di
pinggir dan sudut jalan, ngobrol atau main kartu. Mereka umumnya
terdiri dari kaum remaja yang tak tahan bekerja di pedalaman dan
lari pulang. Mereka memang tak ditangkap. Tapi karena dianggap
melakukan ,'desersi', maka 'orang-orang gelap' (hei-jan)
ini-begitu sebutan bagi mereka, tak lagi memperoleh hak apapun:
mereka tak diberi kerja, dicabut kartu ransumnya dan benar-benar
jadi penganggur. Golongan penganggur yang umumnya terdiri dari
anak muda itu tak merupakan bahaya sosial mungkin segera
merupakan problim serius".
Spector juga mengunjungi beberapa kota dan pabrik. Tapi apa yang
dilihatnya itu sungguh terbalik dari kesan-kesan para ahli Cina
yang berhasil diundang ke sana. "Tempat-tempat yang saya
kunjungi itu umumnya kotor tak terpelihara, mesin-mesin pabrik
banyak yang dibiarkan karatan". Penduduk di desa-desa tampak
hidup serba kurang dengan pakaian yang serba tambalan", kata
Spector pula meskipun ia mengakui keadaan jalan dan transpor di
beberapa tempat bertambah baik.
Tapi yang agaknya menarik adalan ketika dia diajak mengunjungi
sebuah proyek pemboran minyak. Dari seorang ahli dari Texas yang
pernah ditempatkan dalam 'pemboran' itu dan ditemuinya di RRT
Spector diberitahu bahwa sesungguhnya tak ada minyak di sini.
"Ini hanya sebuah contoh dari percobaan pemboran minyak", bisik
ahli dari Teas itu: "Buktinya tak ada lumpur di sekitarnya".
Spector juga bercerita bahwa setiap orang kota itu diawasi
tindak tanduknya oleh 'komite-komite jalan'. Adalah tugas
komite-komite itu untuk menerima laporan tentang kegiatan
penduduk, kedatangan tamu, terutama tamu asing. Dan komite yang
di sini kira-kira sama dengan RW/RT itu juga bertugas
mengindoktrinasi penduduk untuk memberikan jawaban yang seragam
kepada setiap tamu asing. Jawaban seragam dan berbau klise yang
dialami Spector ketika bertemu dengan para kader, pimpinan
pemerintahan ataupun partai di sana membuat dia percaya akan
sesuatu hal yang mulanya dianggap mustahil: yakni mengontrol
sebanyak 800 juta manusia. "Ini ternyata bisa terjadi di RRT",
katanya.
Setiap orang asing yang datang ke Cina akan sangat merasa bahwa
ia orang asing yang mempunyai latar belakang yang lain dari
Cina. Di setiap tempat umum, ia selalu dipisahkan dengan orang
biasa. Di setiap kunjungan akan selalu diumumkan bahwa ia adalah
sahabat rakyat Cina, dan semua orang akan bertepuk tangan. Pergi
ke mana-mana selalu disertai seorang pejabat. Sekalipun dia --
apalagi Betty isterinya yang asal Shanghai fasih bicara Cina --
beberapa kali berhasil meloloskan diri dari pengawasan. Pada
waktu kembali dari "membolos' itu, ia selalu ditanya pergi ke
jalan apa, bertemu dengan siapa, apa yang dipercakapkan dan
lain-lain pertanyaan yang menjengkelkan.
Di atas sana, di Peking, Mao hampir meninggal. Tidak ada harapan
lagi bahwa ia akan aktif kemba,li. Terasa sekali adanya
kekosongan kepemimpinan. Pejabat PM Hua Kuo-feng belum dan tidak
akan dikokohkan pada kedudukannya. Spector tidak melihat adanya
tokoh yang berwibawa sekaliber Mao. Dewasa ini pemimpin negara,
partai dan setiap pengambilan keputusan yang penting dilakukan
secara kolektif.
Chiang Ching (Ny. Mao) dengan aliran radikalnya, kelihatannya
punya ambisi besar untuk menggantikan Mao. Ia
mengindentifikasikan dirinya dengan Wu Tse-tien, seorang
maharani yang hidup di abad 7 Masehi, pada masa Dinasti T'ang
(618-907). Maharani Wu tidak mau mengaku dirinya sebagai wanita,
dan selalu menyebut dirinya sebagai Kaisar. Ia sangat penuh
ambisi, kejam dan hidupnya penuh dengan skandal. Pernah main
serong dengan seorang pendeta Buddha. Tapi ia sangat cakap dalam
menjalankan dan mengatur administrasi pemerintahan serta
menunjuk pembantu-pembantu yang pandai. Para sejarawan
tradisionil Cina selalu memandang rendah dan buruk terhadap Wu
Tse-t'ien. Spector pernah berkunjung ke sebuah musium yang
kabarnya dilindungi oleh Chiang Ching. Ia melihat lukisan
Maharani Wu tergantung di suatu tempat yang menyolok. Menurut
Spector, Chiang Ching tidak akan bisa mencapai ambisinya untuk
menggantikan Mao. Rata-rata rakyat Cina tidak menyukai dia.
Khawatir
Keadaan di dalam Partai Komunis Cina sendiri dewasa ini penuh
dengan ketidak tenteraman. Semua anggota partai terutama
kader-kader terkemuka sedang dalam kekhawatiran. Ini terjadi
gara-gara "sabda" Mao terakhir, yang antara lain mengatakan
bahwa "musuh-musuh ada di dalam partai sendiri". Rakyat biasa
tidak mau bicara soal politik dan sekarang tak tertarik untuk
masuk anggota partai. Risikonya terlalu besar, walau punya
hak-hak yang agak lebih dari pada seorang biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini