Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI-hari seusai perayaan Imlek tahun ini bakal jadi masa sibuk bagi Datuk Ambiga Sreenevasan. Salah seorang Ketua Komite Aksi Bersih 2.0 Malaysia itu akan sering pelesir ke pelosok negeri. Rencana yang ia canangkan, berkampanye soal pemilihan umum bersih dan adil, siap digiatkan kembali. Sebab, pemilihan raya yang ke-13 kalinya di Malaysia sudah dekat, paling lambat tahun depan.
Lawatan para aktivis Bersih 2.0 mengkampanyekan pemilihan umum bersih dan adil ini adalah kegiatan terbuka pertama kali setelah aksi yang mereka organisasi berujung bentrok pada Juli tahun lalu. Kala itu unjuk rasa damai yang mereka rancang mendadak buyar karena rusuh. Walhasil, seorang demonstran meninggal dan 1.600 aktivis, termasuk para pentolan partai politik oposisi, ditangkap opsir kepolisian. "Walau sudah melalui berbagai macam kejadian, kami tetap ingin mendidik pemilih di seluruh negeri mengerti tentang hak-hak mereka," kata perempuan berusia 56 tahun itu pekan lalu.
Berkampanye untuk menularkan virus perubahan ke arah yang lebih baik dalam penyelenggaraan pemilihan umum Malaysia mendatang memang jadi tujuan kelompok Bersih. Ini sesuai dengan cita-cita gerakan itu saat resmi diluncurkan pada 23 November 2006 di lobi gedung parlemen Malaysia. "Dari dahulu hingga kini, tuntutan kami hanya ingin pemilihan yang adil," ujar Syed Shahir bin Syed Mohamud, salah seorang pendiri Bersih 2.0, kepada Tempo akhir pekan lalu.
Para pendukung, termasuk pendiri, memaknai Bersih 2.0 sebagai gerakan yang berakar dari kesadaran rakyat yang bosan dicurangi. Dimotori 23 lembaga swadaya masyarakat, Bersih 2.0 punya delapan tuntutan yang terus mereka perjuangkan. Tuntutan itu adalah pembersihan daftar pemilih, reformasi pos suara, penggunaan tinta yang tidak bisa dihapus, minimal 21 hari masa kampanye, bebas dan adil, akses yang terbuka pada media, penguatan lembaga publik, serta penghentian korupsi dan politik kotor. Kondisi tersebut diklaim mereka tidak pernah dipenuhi oleh Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia, komisi pemilihan umum Malaysia.
Perlu diakui memang kebanyakan dari pendiri Bersih 2.0 adalah pentolan partai oposisi di Malaysia. Sebut saja Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Wan Azizah Wan Ismail, Wakil Presiden PKR Sivarasa Rasiah, Sekretaris Jenderal Partai Aksi Demokratis (DAP) Lim Guan Eng, Sekretaris DAP Publisitas Nasional Teresa Kok, Wakil Presiden Pan-Malaysia Islamic Party (PAS) Nasharudin Mat Isa, Kepala Pemuda PAS Salahudin Ayub, Sekretaris Jenderal Partai Sosialis Malaysia S. Arutchelvan, dan Presiden Kongres Serikat Pekerja Malaysia Syed Shahir bin Syed Mohamud.
Aksi teranyar yang akan disuarakan Bersih 2.0 adalah memanggil pulang para perantau saat pemilihan umum berlangsung dan menyeru para pemilih 100 persen berpartisipasi dalam hajatan demokrasi mendatang. Sebab, dengan mudiknya orang Malaysia yang tinggal di luar negeri, ditambah partisipasi penuh rakyat Malaysia, pantauan terhadap pemilihan yang bersih dan adil bisa terus menguat. "Semakin banyak yang juga mengawasi, semakin kecil peluang penguasa berbuat curang," ujar Ambiga.
Bersih memang selalu kontra dengan pemerintah. Tak mengherankan kalau pemerintah dan para pendukungnya cenderung memandang negatif aktivitas Bersih 2.0. Salah satu contohnya pernyataan dosen Universitas Utara Malaysia, Muhammad Afifi, yang menyatakan gerakan Bersih telah disusupi dan dimanfaatkan pihak asing. Tujuannya memperkeruh politik Malaysia lalu menggulingkan pemerintah yang sah dengan kekerasan. Campur tangan itu ditandai dengan adanya donasi dari The National Democratic Institute, lembaga swadaya masyarakat asal Amerika Serikat di bidang pengembangan demokratisasi.
Profesor ilmu politik itu menyamakan situasi negaranya sekarang ini sama dengan Revolusi "Musim Semi" yang melanda kawasan Timur Tengah. "Tipe dan pola yang demonstran lakukan sama," ujarnya kepada surat kabar Utusan Malaysia. Ia membantah kalau pernyataannya dikatakan teori konspirasi hasil isapan jempolnya belaka.
Sebelumnya, setelah pecah kerusuhan pada Juli tahun lalu, pemerintah Malaysia langsung mengutus beberapa orang ke luar negeri untuk menjelaskan kondisi negaranya. Tengku Adnan bin Mansor Tengku, salah seorang anggota majelis tertinggi United Malays National Organization, mendarat di Indonesia. Saat itu, kata dia, aksi yang dijalankan Bersih 2.0 dinilai sebagai taktik para pembangkang minoritas, dan pemerintah tidak akan ambil pusing soal itu. Dengan jumawa ia mengklaim, "Delapan puluh persen rakyat Malaysia di belakang pemerintah."
Berbeda dengan kubu penguasa, Bersih tidak terlalu emosional menanggapi tuduhan yang dialamatkan kepada mereka. Syed mengatakan pemerintah memang tidak akan suka pada gerakan reformasi ini. Namun itu alamiah terjadi. "Tapi kami siap dengan apa pun siasat mereka," kata lelaki yang pernah menjabat juru bicara Bersih itu.
Sandy Indra Pratama (The Malaysian Insider, News Straits Times, Bersih.org)
Syed:
Kami Ingin Pemilihan Bersih
LELAKI ini sudah tak lagi muda. Tepat Mei mendatang usianya menjejak 60 tahun. Namun semangat membuat perubahan di tanah airnya, Malaysia, masih saja menggelegak. Syed Shahir bin Syed Mohamud namanya. Syed, yang hampir 40 tahun aktif dalam gerakan perburuhan, tidak pernah lelah menyerukan adanya ketidakadilan dalam kehidupan rakyat Malaysia.
Pada 2006, pria kelahiran Pahang itu bergabung dengan sebuah gerakan sosial yang mengkritik sistem pemilihan umum di Malaysia. Namanya Bersih 2.0. Ketika itu, lelaki kalem ini didapuk langsung menjadi juru bicaranya. Pekan lalu wartawan Tempo, Sandy Indra Pratama, berkesempatan berbincang soal gerakan yang dimotori Syed Shahir di tengah lawatannya ke Jakarta.
Bagaimana awal pendirian Bersih 2.0?
Sejak 2006, ada semacam ketidakpercayaan pada sistem pemilihan yang ada. Ada hal yang berlaku curang dalam pemilu. Tidak transparan. Jadi kawan dari NGO dan dari partai politik yang saat itu kebetulan oposisi ingin membersihkan sistem pemilihan umum di Malaysia.
Apa saja tuntutannya?
Semuanya ada delapan tuntutan. Dari situ, ada satu atau dua poin yang sudah diterima pemerintah. Contohnya soal tinta pemilu yang tidak dihapus sebagai penanda dan soal data pemilih yang selama ini kacau. Kami juga menuntut soal kebebasan media dalam memberitakan pemilihan.
Kecurangan macam apa yang ditemukan selama ini?
Terpenting itu soal penggelembungan daftar pemilih. Modusnya, ada yang meninggal masih bisa memilih. Semacam ghost voters. Kemudian, dalam satu alamat, bisa dibuat 10-25 pemilih.
Dari mana data aksi Bersih dapatkan?
Data resmi yang dikeluarkan Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia. Itu sangat mudah didapat. Kami tinggal mencocokkan data dengan fakta di lapangan. Lalu hasil yang kami temukan memang seperti adanya. Misalnya soal orang yang sudah meninggal masih disebut sebagai pemilih.
Dari mana hambatan terbesar selama ini datang?
Pemerintah pasti tidak senang kepada kami (Bersih 2.0). Karena itu, mereka akan mengubah kebijakan pada pemilihan mendatang, tapi itu juga harus kita awasi. Misalnya soal kemerdekaan media dan pembenahan daftar pemilih.
Apa ada kaitannya dengan upaya memajukan Anwar Ibrahim?
Secara langsung mungkin tidak. Gerakan ini lebih kepada gerakan massa. Yang penting soal hak dan kebebasan berpolitik rakyat dalam arti kata yang benar. Kami hanya ingin pemilihan bersih dan adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo