Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Drama di perbatasan

Insiden di perbatasan muangthai-kamboja. tentara vietnam masuk ke wilayah muangthai. (ln)

14 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG kecil di perbatasan Muangthai - Kamboja, antara tentara Vietnam dan Muangthai, yang pecah 24 Maret, tiga hari sekembali Menlu Nguyen Co Thach dari Australia, mulai reda awal pekan ini. Begitu pula tembakan gencar RRC di beberapa provinsi Vietnam yang berbatasan dengan Cina. Sekalipun begitu, para pengamat berpendapat, masih belum jelas benar apa yang sesungguhnya terjadi di perbatasan Muangthai dengan Kamboja itu. Alkisah, pada 24 Maret itu, Muangthai menuduh pasukan Vietnam telah memasuki wilayahnya, 500-600 tentara, sampai 5 km di daerah Khun Han, di Provinsi Sisaket, melalui jalan Pra Palais. Kasad Muangthai, Jenderal Arthit Kamlang-ek, pada mulanya mengumumkan ditawannya 40 tentara Vietnam di wilayah Muangthai. Tapi sehari kemudian, panglima tertinggi AD Muangthai itu mengatakan, tentara Vietnam yang ditawan di wilayah Muangthai cuma enam orang, dan selebihnya adalah tentara Vietnam yang ditawan pasukan Khmer Merah di Kamboja, lalu diserahkan kepada Muangthai. Jenderal Arthit tak menjelaskan mengapa sampai ia salah hitung. Ia juga tak menerangkan apakah 34 tentara Vietnam itu merupakan tawanan lama Khmer Merah atau tawanan baru yang terjadi setelah insiden 24 Maret. Kebingungan, seperti dilaporkan koresponden TEMPO di Bangkok Yuli Ismartono, juga terjadi pada dua tank Vietnam buatan Soviet yang, menurut Jenderal Arthit, dapat dilumpuhkan di wilayah Muangthai. Semula dikatakan, pasukan Vietnam mencoba menarik bangkai tank itu kembali ke wilayah Kamboja, tapi tak berhasil karena dihujani tembakan pasukan Muangthai. Kemudian diberitakan, tentara Muangthai pun tak berhasil menarik mundur dua tank itu, karena selain bahaya ranjau yang ditanam Vietnam, musuh juga gencar menembaki tentara Muangthai. Tapi belakangan, seperti dilaporkan Yuli dari Bangkok, kedua tank itu telah menghilang secara misterius. Beberapa pengamat Indocina dan kalangan diplomat di Bangkok agak memicingkan mata, menilai duel yang terjadi di perbatasan. Mungkinkah insiden perbatasan itu disengaja? Atau merupakan suatu inslden rutin yang berkepanjangan sehingga sulit dikontrol? Jawabnya, "ya dan tidak," kata Prof. Sukhumband Paribatra Direktur Pusat Pengkajian Keamanan Asia Tenggara, Universitas Chulalongkorn di Bangkok. "Tak ada keuntungan politis buat Vietnam untuk melancarkan suatu serangan demikian cepatnya, sehabis Menlu Co Thach kembali dari perjalanannya," katanya. Kesangsian serupa juga dikemukakan bekas PM Kriangsak. "Terlebih dulu perlu diungkapkan apakah masuknya tentara Vietnam ke wilayah Muangthai itu merupakan suatu tindakan yang disengaja atau tidak," katanya. Jenderal Kriangsak, yang kini mengetuai Komite Luar Negeri Parlemen Muangthai, memimpin rombongan parlemen yang cukup besar ke Hanoi beberapa bulan lalu. Dan kepada Kriangsak, PM Phan Van Dong memastikan, tentara Vietnam tak akan melanggar wilayah Muangthai selama musim panas. "Saya tak mengerti kenapa sampai terjadi demikian," katanya. Beberapa diplomat menduga, konflik senjata di perbatasan itu membuka peluang bagi Bangkok untuk kembali meyakinkan AS meluluskan keinginan mereka: membeli pesawat pancargas F-16A yang dahsyat itu. Pendapat yang sama juga dikemukakan Sukhumband Paribatra. "Muangthai mengesankan memiliki kekuatan militer yang mampu menghadapi kehadiran pasukan Vietnam di Kamboja, tapi juga ingin membuktikan perlunya peningkatan bantuan militer," kata Prof. Paribatra. Semua spekulasi itu makin diperkuat, ketika Kasad AS kebetulan berkunjung ke Bangkok pada minggu pertama insiden itu. Ketika PM Prem Tinsulanonda bertolak ke Washington, pekan lalu, maka lengkaplah dugaan itu. Kalau benar PM Muangthai itu akan minta bantuan pesawat F-16A, agaknya itu akan sulit diluluskan oleh Washington. Suara dari sana beberapa hari lalu jelas mengatakan, "mensuplai Muangthai dengan F16A hanya akan menambah ketegangan di kawasan Asia Tenggara, mengingat Soviet akan memperkuat pula persenjataan serupa di Vietnam." Baik Jenderal Arthit maupun Menlu Siddhi Savetsila menilai masuknya pasukan Vietnam ke wilayah Muangthai merupakan sesuatu yang direncanakan. Reaksi mengutuk dan menyesalkan tindakan Vietnam itu bukan cuma datang dari Muangthai, tapi juga dari berbagai penjuru dunia termasuk, tentu saja, ASEAN. Dari Pejambon (Deplu Rl), pekan lalu keluar pernyataan resmi, yang amat menyesali tindakan Vietnam dan menuntut agar Vietnam segera menarik pasukannya dari wilayah Muangthai. Sebaliknya, Hanoi balik menuding Muangthai yang lebih dahulu memasuki wilayah Kamboja. Siapa yang lebih benar, entahlah. Tapi bicara soal daerah perbatasan, seperti dikatakan beberapa diplomat di Bangkok, memang tak mudah. Karena "masing-masing mempunyai petanya sendiri - ada peta warisan Prancis, peta Muangthai, dan peta Vietnam," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus