DI tengah menghangatnya kecaman AS terhadap tindakan Soviet,
Pemerintahan Reagan mencabut embargo penjualan gandum ke negara
itu. Tindakan Presiden Ronald Reagan ini tentu saja mengejutkan.
Apalagi kemungkinan invasi Soviet ke Polandia masih
dikhawatirkan. Sedang di Afghanistan, pasukan Soviet malah
diperkuat.
Tapi Reagan mungkin tak punya pilihan lain. Soalnya dalam masa
kampanye pemilihan presiden, Reagan berulang kali berjanji akan
mencabut embargo itu, yang ternyata memukul ekonomi petani
Amerika sendiri. Embargo ini dilancarkan Presiden Jimmy Carter
Desember 1979, beberapa hari setelah berlangsungnya invasi
Soviet ke Afghanistan .
Dalam suatu wawancara harian Washington Post, pernah Reagan
mengatakan ia akan tetap melaksanakan janjinya pada masa
pemilihan, "tanpa memberikan isyarat yang salah kepada Uni
Soviet." Dan sebulan kemudian, 24 April, Reagan mencabut embargo
itu. Kalangan Gedung Putih mencari-cari alasan. Misalnya,
Menteri Perdagangan Malcolm Baldrige dalam wawancara teve ABC
mengatakan, "yang pertama embargo itu bukan dilakukan Reagan
tapi oleh Carter. "
Tidak semua pembantu Reagan sependapat. Terutama Menlu Alexander
Haig -- penganut garis keras dalam menghadapi Moskow -- pada
dasarnya menolak pencabutan embargo itu. Menurut dia, tindakan
itu akan memberikan isyarat yang salah bagi Moskow di tengah
kehadiran pasukan Soviet di dekat perbatasan Polandia. Namun
ketika memberikan penjelasan di depan subkomite DPR-AS, ia
menyatakan dukungannya terhadap tindakan Reagan itu. "Pembatasan
penjualan gandum itu lebih banyak merugikan petani Amerika
ketimbang Uni Soviet," kata Haig.
Uni Soviet sebelumnya memeli gandum dari AS sebanyak 25 juta
metrik ton setahun. Atau 17 juta metrik ton di atas batas yang
ditentukan. Dengan adanya embargo itu Uni Sovcit hanya
dibolehkan mengimpor gandum dari AS sebanyak 8 juta metrik ton.
Kantor berita Tass menanggapi pencabutan embargo itu sebagai
sesuatu yang harus dilakukan AS. "Embargo itu telah memukul
petani Amerika dan merusakkan kepercayaan rekan dagangnya,"
tulis Tass. Sejak adanya embargo itu, Uni Soviet membeli gandum
dari pasaran dunia, meskipun harganya agak lebih mahal. Terutama
Argentina mensurlainya secara besar-besaran. Dari 37 juta metrik
ton kebutuhan impor Soviet, 9, dipenuhi oleh Argentina.
Bukan Pertimbangan Utama
Bagi Uni Soviet embargo AS itu hampir sama sekali tidak berarti.
Sementara buat petani Amerika peristiwa itu menimbulkan
keguncangan. Terutama karena merosotnya harga gandum. Dan di
luar dugaan, ekspor ke Cina ternyata tak bisa ditingkatkan.
Berkata bekas pembantu Menteri Pertanian AS, John Schnittker,
"Buat petani (Amerika) ekspor adalah sesuatu yang suci." Justru
yang suci itu terhapus selama ini.
"Sanksi ekonomi Amerika bukanlah merupakan pertimbangan utama
bag Uni Soviet," kata seorang pengamat So viet di Washington.
"Jika kekuasaan Partai Komunis Polandia sunguh-sungguh
disangsikannya, Moskow akan bertindak demi keamanan blok
komunis, walaupun harus membayar mahal."
Dalam hal ini Jepang menyatakan kekecewaannya terhadap
Pemerintahan Reagan. "Terus terang, saya agak bingung mengenai
timing pencabutan embargo ini," kata PM Zenko Suzuki. Ini
pertama kalinya Suzuki mengkritik AS secara terbuka, meskipun ia
dalam waktu dekat ini akan mengunjungi Washington. Seolah AS
dianggapnya tidak konsisten dalam menghadapi Uni Soviet.
Ketika embargo itu dilancarkan, Jepang mendukungnya. Bahkan
Jepang juga menghentikan pemberian kredit kepada Uni Soviet
dalam beberapa proyek. Maka kini Suzuki merasa perlu pula
menyesuaikan diri. "Waktunya sudah tiba bagi kami meninjau
kembali sanksi terhadap Uni Soviet agar sesuai dengan jalan yang
ditempuh AS," kata Suzuki.
Tapi sekutu AS di Eropa Barat menyambut hangat keputusan Reagan
itu. Misalnya, Prancis segera akan mengirimkan sebanyak 600 ribu
ton gandum ke Uni Soviet. Memang selama ini secara diam-diam
sekutu AS sebenarnya tidak begitu menyetujui embargo itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini