Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sedang laris dengan Saudi

Alexander haig berkunjung ke arab saudi. arab saudi mendesak agar mempercepat persetujuan penjualan pesawat awacs. menyusul kunjungan kanselir jerman barat, helmut schmidt & pm inggris, thatcher. (ln)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECARA beruntun pemimpin negara Barat berkunjung ke Arah Saudi. Mula-mula datang Menlu Alexander Haig dari Amerika Serikat. Kemudian menyusul PM Margaret Thatcher dari Inggris. Dan terakhir tiba Kanselir Helmut Schmidt dari Jerman Barat. Kunjungan mereka ini berlangsung di saat Arab Saudi sedang dalam semangat yang menggebu-gebu memperkuat persenjataan militernya. Ketika Haig muncul akhir Maret lalu, Arab Saudi sekali lagi mendesak AS agar mempercepat persetujuan penjualan pesawat AWACS yang sudah dipesannya sejak 1978. Pemerintahan Reagan, walaupun dikecam kalangan Kongres AS yang pro-lsrael, cenderung mengabulkan permintaan Saudi. Kepada Schmidt yang tiba di Riyadh pekan lalu, Arab Saudi mengajukan permintaan membeli tank Leopard-2 dari Jerman Barat. Kemampuan tempur tank itu hampir sama dengan jenis Chieftain buatan Inggris. Tapi permintaan ini secara halus ditolak Schmidt. Dalam pembicaraan empat mata dengan Putra Mahkou Fahd bin Abdul Aziz, Schmidt memberitahukan saat ini Jerman Barat tak mungkin menjual senjata kepada negara di luar anggou NATO. Tak Mau Ambil Risiko Penolakan Schmidt ini agak mengejutkan Apalagi selama ini Jerman Barat mengimpor 30% kebutuhan minyaknya dari Arab Saudi. Dan Riyadh pernah membantu memberikan pinjaman sebanyak US$ 6,3 milyar ketika Bonn mengalami defisit dalam neraca pembayarannya. Tak cuma itu, Arab Saudi juga merupakan pembeli terbesar -- di luar Eropa -- barang produksi Jerman Barat. Pada masa mendatang, industri Jerman Barat berharap akan memenangkan tender Saudi berharga US$ 10 milyar setiap tahunnya. Memang, sebelum berangkat ke Riyadh, Schmidt sudah memberikan isyarat. "Saya tak menginginkan masalah penjualan senjata sebagai acara pokok dalam pembicaraan di Riyadh," ujarnya dalam suatu wawancara tv. Pernyataan Schmidt ini cukup jelas. Tapi di balik itu semua ia khawatir hal-ini akan menimbulkan masalah politik di dalam negeri. Meskipun tiada lagi larangan, penjualan senjata ke negara di kawasan 'gawat' masih suatu risiko bagi Schmidt. Kanselir ini tak mau mengambil risiko, bertentangan di antara partai yang berkoalisi dalam pemerintahannya. Sayap kiri dalam Partai Sosial Demokratik, partainya Schmidt, menentang penjualan senjata ke Arab Saudi. Dan lebih dari itu kecaman Israel jadi pikirannya. Selama ini ada anggapan bahwa penjualan senjata ke Arab Saudi mengancam perdamaian di Timur Tengah. Arab Saudi juga meminta bantuan Schmidt mengembangkan pasukan keamanan dalam negerinya. Terutama dalam melatih pasukan anti-teroris. Hal ini buat Schmidt mungkin tidak menjadi soal. Sumber di Bonn mengatakan selama ini pun beberapa pelatih pasukan anti-teroris sudah berada di Arab Saudi. Tapi berbeda dengan Schmidt, PM Margaret Thatcher betul-betul menjajakan senjata. Suatu kontrak penjualan senjata Inggris seharga US$ 500 juta bagi keperluan pasukan Garda Nasional Saudi tampaknya akan segera dilaksanakan. Rencana penjualan pesawat pelatih jet Hawk buatan Inggris juga kelihatan titik terangnya. Ketika PM Thatcher berkunjung ke Timur Tengah April lalu beberapa pimpinan serikat buruh di London mengecamnya. Ia seharusnya tidak meninggalkan Inggris di saat tingkat pengangguran meningkat hingga 2,5 juta orang, kata mereka. Sekembalinya dari lawatan itu PM Inggris itu menjawab, "Perjalanan saya ini justru akan menciptakan lapangan kerja." Benar, ia banyak melakukan negosiasi dengan pemimpin Arab Saudi dan beberapa negara Teluk Parsi lainnya bagi kepentingan perusahaan Inggris. Masalah lain yang juga cukup penting dibicarakan PM Thatcher dengan Raja Khaled dan Putra Mahkota Fahd tentu saja mengenai nasib bangsa Palestina. Ia mengulangi komitmennya terhadap usaha Masyarakat Ekonomi Eropa mengenai penyelesaian masalah Palestina. Tidak lupa ia memuji Arab Saudi yang memainkan peran moderat dalam OPEC. "Kami sangat bergembira dengan kebijaksanaan yang ditempuh pemerintah Saudi dalam hal perminyakan," kataPM Thatcher. Pujian itu terutama karena Arab Saudi tidak menaikkan harga minyaknya. Hingga, sebelum meninggalkan Riyadh, ia sekali lagi menegaskan, "Bagaimana pun, kami akan menjual senjata."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus