TERTULIS besar di luar dinding penjara Maze, yang artinya,
"Jangan biarkan mereka mati." Dalam penjara di dekat Kota
Belfast itu empat anggota Irish Republican Army sedang mogok
makan sejak 1 Maret dan bertekad melakukannya sampai mati jika
tuntutan mereka tak dipenuhi.
Jika ada di antara mereka yang mati, demikian dugaan orang, IRA
sungguh akan menteror lebih hebat dan Irlandia Utara akan makin
rusuh. "Apa yang anda lihat selama ini mungkin hanya bagaikan
suatu jamuan teh di Istana Buckingham," ujar pengikut IRA.
Maksudnya, kerusuhan di Irlandia Utara sejak 1969 belum berarti
apa-apa.
Pemerintah Inggris tahun 1969 terpaksa mengirimkan tentaranya ke
provinsi itu. Keadaan tetap rawan sesudah sekian lama tentara
Inggris bertugas di sana. Sedikitnya 1.500 penduduk sipil dan
600 anggota kepolisian maupun tentara telah terbunuh dalam
kerusuhan di Irlandia Utara, kata PM Margaret Thatcher di
parlemen pekan lalu.
Sudah sekian banyak korban masih dianggap "jamuan teh" oleh IRA.
Bagaimana nanti? PM Thatcher tak mudah digertak. Segala himbauan
supaya bersimpati pada mereka yang mogok makan di Maze itu
dikesampingkannya saja.
Dari keempatnya, Robert ("Bobby") Gerard Sands, 27 tahun, paling
terkemuka, Belum lama ini terpilih ke parlemen lnggris, ia
seolah menjadi pengatur semua tahanan IRA di H-block, suatu
bagian penjara Maze.
Sands menunut supaya mereka diperlakukan sebagai tahanan
politik, dan supaya diizinkan memakai pakaian milik sendiri.
Menganggap diri bukan narapidana biasa, mereka meminta supaya
dibebaskan dari tugas sehari-hari di penjara.
Tapi mereka umumnya orang hukuman. Sands sendiri menjalani
hukuman 14 tahun karena memiliki senjata secara ilegal. Maka PM
Thatcher, ketika masih dalam perjalanan di Arab Saudi (21 April)
dan keadaan fisik Sands sudah gawat sekali, tetap tak mau
mengubah status mereka. "A crime is a crime is a crime (suatu
kejahatan adalah suaru kejahatan)," katanya waktu itu dalam
konperensi pers.
Di Belfast, Londonderry dan kota lainnya di Irlandia Utara
sementara itu sudah terganggu lagi keamanan. "Bobby Sands! Bobby
Sands!" teriak banyak pengikut IRA yang melempari polisi dan
tentara Inggris dengan batu, bahkan juga bom Molotov. Sebagian
mereka bertopeng. Kekacauan belakangan ini mengingatkan orang
kembali pada keadaan tentara Inggris mulai didatangkan tahun
1969. Terutama di wilayah yang banyak didiami orang Katolik.
IRA yang beranggotakan kaum Katolik yang militan menghendaki
kemerdekaan dari Inggris. Sebaliknya, kaum Protestan yang
mayoritas tetap ingin Irlandia Utara bergabung dengan Inggris.
Republik Irlandia (Selatan) yang berpenduduk mayoritas Katolik
secara diam-diam bersimpati dengan IRA. Buktinya, di tengah
ketegangan akhir-akhir ini, PM Irlandia Charles Haughey
memanggil dubes Inggris di Dublin, ibukota republik itu, dalam
usaha menyelamatkan jiwa Sands. Bahkan tiga anggota parlemen di
Dublin berusaha menjumpai PM Thatcher, tapi Iron Lady (suatu
julukan dari Kremlin) ini menolak.
Antara PM Haughey dan PM Thatcher sudah terjalin saling
pengertian Desember lalu. Keduanya sudah membentuk mekanisme
untuk kemungkinan hubungan baik antara Utara dan Selatan.
Tapi gara-gara kasus Sands ini hubungan itu dikhawatirkan akan
terganggu. PM Haughey malah berniat menunda pemilu di Selatan
yang semula direncanakannya 21 Mei. Tersiar berita di Dublin
bahwa kelompok Protestan yang militan akan membalas mengacau ke
republik yang di Selatan bila IRA meningkatkan kegiatan terornya
di Utara.
Vatikan tak kurang perhatiannya pada kasus Sands. Utusan Paus
Johannes pun datang menjenguk ke penjara. Tapi Sands tampak
bertekad menjadi martyr.
Minggu, hari ke-64 dia tak makan, matanya sudah tak melihat
lagi. Kematiannya menanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini