SATU langkah besar kembali diayunkan Perdana Menteri Anand Panyarachun. Rabu pekan lalu ia membentuk komisi baru untuk mencari korban yang dinyatakan hilang dalam peristiwa berdarah Mei silam. Komisi ini, diketuai oleh Wakil PM Pow Sarasin, terdiri atas pemimpin keempat angkatan bersenjata plus anggota sipil dari Kementerian Dalam Negeri Muangthai. Diperkirakan tak kurang dari 600 korban hilang -- menurut data Universitas Mahidol sekitar 500 orang, sedangkan versi Departemen Dalam Negeri menyebut 252 orang -- dalam peristiwa berdarah lalu itu. Sebelumnya, di samping yang sudah diketahui sebanyak 46 orang tewas dan 700 luka-luka, masyarakat memperkirakan mereka yang hilang sekitar 1.000 orang. "Adalah tanggung jawab kami untuk memberi kepuasan kepada rakyat Thai," kata Anand. Kecilnya jumlah korban versi pemerintah dicurigai karena tim penyelidik lama, yang terdiri atas para pemimpin militer, dinilai cenderung menutup-nutupi kesalahan anak buah mereka. Apalagi seluruh personel yang bertugas di Jalan Rajdamnoen, tempat pembantaian para demonstran, dilarang berhubungan dengan orang luar. Tim penyelidik yang baru, Panglima Angkatan Bersenjata Voranat Apichari, akan diberi keleluasaan menggeledah seluruh kamp militer dan menginterogasi personel yang dicurigai. Salah satu kamp militer yang diduga tim penyelidik sebagai tempat pembantaian demonstran terletak di Provinsi Kanchaburi, dekat perbatasan Myanmar. "Saya izinkan untuk memeriksa seluruh personel dari perwira tinggi sampai kopral," ujar Voranat. Dukungan Voranat, yang baru dilantik sebagai Pangab pekan lalu, cukup melegakan rakyat Muangthai meski tim itu akan kesulitan mencari bukti-bukti. "Jelas, di antara mereka ada yang sudah mati," kata Anand kepada Majalah Far Eastern Economic Review. Sebagian besar demonstran yang diciduk diperkirakan sudah kembali ke keluarga masing-masing, dan mereka yang cacat telah diberi santunan oleh pemerintah sebesar 50.000 baht (sekitar Rp 4 juta), sedangkan ahli waris dari demonstran yang meninggal menerima uang duka 120.000 baht. Bersamaan dengan itu militer juga melakukan upaya pembersihan ke dalam tubuh sendiri. Sebuah komisi anti korupsi telah dibentuk KSAD Jenderal Vimol Wongwanich untuk memeriksa kekayaan semua pejabat tinggi militer. "Para perwira militer yang menduduki jabatan baru harus melaporkan kekayaan mereka. Tak terkecuali saya," ujar Vimol Kamis pekan lalu. Ketegasan itu perlu diberikan Vimol menjelang pergantian besar-besaran di tubuh militer, yang dijadwalkan Oktober nanti. Kuat dugaan bahwa para kepala divisi, yang banyak dijabat perwira lulusan Akademi Militer Kerajaan Chulachomklao angkatan ke-11 dan 12, akan diganti. Mereka itu, yang dikenal dekat dengan bekas Panglima Kodam Bangkok Letnan Jenderal Chainarong Noonpakdee, bakal digantikan oleh para perwira angkatan ke-7, 8, dan 12. Sebuah komisi militer yang terdiri dari para panglima komando daerah militer Muangthai tengah bekerja untuk merancang penggantian jajaran personalia militer tersebut. "Yang penting adalah mengembalikan mereka ke barak," kata Menteri Pertahanan Banchob Bunnag. Menurut Jenderal Vimol, sedikitnya 100 perwira tinggi yang melakukan bisnis atau berpolitik dan jarang berada di kantornya. Langkah Angkatan Darat itu akan diikuti pula oleh Angkatan Udara Muangthai, yang personelnya rajin berbisnis dan dikenal banyak yang kaya. Langkah pembersihan yang dilakukan PM Anand itu agak mencemaskan banyak pihak di Bangkok. Tajuk koran Bangkok Post Kamis pekan lalu menyebutkan, "Depolitisasi untuk mengubah militer agar lebih profesional bukanlah hal yang mudah." Artinya, mengurangi dominasi militer dalam proses politik Muangthai, seperti berlangsung selama ini, sangat sulit. Apalagi warga sipil di desadesa dan pelosok belum siap berpolitik. Selama ini hanya kelas menengah yang tinggal di Bangkok dan sebagian pengusaha menengah di kawasan utara yang sadar dan ikut terjun di panggung politik. "Bagaimana mungkin mengubah jalan pikiran para perwira militer yang menganggap mereka merupakan satu-satunya institusi penyelamat negara?" tulis Bangkok Post, yang dulu menjadi corong pemerintah itu. "Lain halnya dengan di Amerika Serikat. Di negara maju seperti itu profesionalisme militer lebih bisa ditegakkan. Seorang perwira menengah dapat mencapai pangkat jenderal bila berprestasi di bidang militer, bukan di bidang bisnis atau politik." Langkah-langkah itu agaknya sudah diperhitungkan PM Anand. Konglomerat tekstil berusia 64 tahun ini akan mengakhiri jabatannya pada Pemilu 13 September mendatang. Bila terpilih lagi sebagai perdana menteri Muangthai ia harus ekstra hati-hati terhadap kelompok militer ini. Sebaliknya, para calon penggantinya, menurut Far Eastern Economic Review, tampaknya masih merangkul pihak militer agar ikut bergabung di panggung politik. Didi Prambadi (Jakarta) dan Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini