PERANG dingin sudah berakhir. Segala reliknya juga harus lenyap. Itulah pendirian Senat dan DPR Amerika Senin pekan lalu. Atas dasar itu pula mereka mengajukan usul menghentikan segala percobaan senjata nuklir dan sekaligus memangkas anggaran belanja bagi keperluan tersebut. Namun pernyataan yang didukung secara bipartisan itu akan mengakibatkan konfrontasi dengan pemerintah. "Setelah menunda selama bertahuntahun, akhirnya Amerika berada pada jalur penghentian percobaan bom nuklir secara multilateral," kata Senator Partai Demokrat J. James Exxon, ketua subkomisi Strategic Forces Deterrence. Usul itu didukung pula oleh Senator Partai Republik Mark O. Hatfield, yang sudah lama menentang segala percobaan hulu ledak nuklir. Dalam usul itu disebutkan, akan ada masa moratorium selama sembilan bulan, dan selama tiga tahun berikut hanya akan ada 15 percobaan nuklir. Sesudah itu, mulai 1996, segala percobaan untuk menguji keampuhan senjata pamungkas itu akan dihentikan. Percobaan baru boleh ada apabila Rusia melakukan lagi ledakan nuklir. Rencananya moratorium akan dimulai 1 Oktober depan dan akan berakhir Juni 1993. Walau tes nuklir setelah perang dingin berakhir tak akan banyak dilakukan, pelarangan atas itu akan jadi persoalan sensitif. Buktinya, Menteri Pertahanan Dick Cheney sudah mengusulkan kepada Presiden George Bush agar usul itu diveto. Alasan Cheney, selama Amerika memiliki senjata itu harus tetap melakukan serangkaian uji coba untuk meneliti keampuhan dan keselamatannya. Sementara itu, Senator Partai Demokrat J. Bennet Johnson, ketua Komite Energi dan Sumber Daya Alam, juga mengatakan bahwa uji coba tersebut masih tetap diperlukan guna menciptakan hulu ledak nuklir yang mutunya terjamin. Langkah Senat dan DPR Amerika itu sebenarnya sudah ketinggalan dibandingkan dengan langkah Rusia dan Prancis yang sudah lebih dahulu mengumumkan penghentian semua percobaan nuklir. Awal bulan ini Prancis bahkan sudah mengumumkan akan mengikuti semua keputusan dan peraturan yang ditandatangani 147 negara dalam Perjanjian Pencegahan Penyebaran Nuklir (PPPN). Semula Prancis tak bersedia mematuhi PPPN, ditandatangani pada 1968, karena perjanjian itu, menurut mereka, hanya menguntungkan Amerika dan Uni Soviet. Ada tanda-tanda RUU yang disetujui Senat dan DPR Amerika dengan perbandingan suara 6826 itu akan gol, walau pemerintah mengancam akan menjatuhkannya dengan veto, karena usul tersebut didukung 17 senator Partai Republik yang biasanya sangat pro-Bush. Karena kuatnya dukungan Partai Republik itu, Bush diduga akan segan menggunakan hak vetonya. Sadar akan gejala itu, juru lobi pemerintah dalam Kongres dan DPR, dua pekan sebelum usul disetujui, berusaha meyakinkan para wakil rakyat tersebut agar mau mengubah pendirian. Mereka mengatakan bahwa tes-tes nuklir di masa depan hanya untuk menguji segi keselamatannya dan untuk mengetahui dampak ledakannya pada senjata-senjata nonnuklir. Menarik diperhatikan, apa yang akan dilakukan Bush yang harus menghadapi pemilihan umum November mendatang. Andai kata ia memveto RUU itu, citranya di masyarakat Amerika -- yang kian sadar pentingnya mempertahankan kelestarian lingkungan -- akan makin merosot. Apalagi pembuatan senjata nuklir itu sangat mahal dan merupakan penghamburan uang di tengah krisis ekonomi yang belum teratasi. A. Dahana (Jakarta) dan Bambang Harimurty (Washington DC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini