Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meningitis adalah infeksi pada selaput yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka kematiannya juga tinggi. Banyak penderita yang menjadi cacat akibat keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
Di Amerika Serikat, angka kejadiannya adalah satu dari 10 ribu orang. Di Indonesia, menurut penelitian Departemen Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, terdapat 273 kasus meningitis dengan angka kematian 41,8 persen. Artinya, dari 100 orang penderita meni ngitis yang datang berobat, 41 di antaranya meninggal.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Siloam, Tangerang, Banten, Vivien Puspitasari, meningitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, cacing, parasit, atau mikroorganisme lain. Penyakit ini menyerang semua usia, dari bayi sampai orang tua. Faktor yang menyebabkan seseorang rentan terkena meningitis umumnya adalah rendahnya daya tahan atau sistem imunitas seseorang. Kondisi lain yang dapat menjadi risiko meningitis adalah ada nya luka terbuka di kepala, infeksi telinga tengah atau sinus yang tidak diobati tuntas, infeksi berat (sepsis), dan penyebaran infeksi di paru-paru.
Gejala meningitis biasanya berupa demam, nyeri kepala, dan leher kaku. Pertanda lain adalah sering kebingungan, marah-marah, terjadi perubahan kesadaran, muntah, tidak nafsu makan, timbul rasa takut terhadap cahaya (fotofobia) ataupun suara keras (fonofobia), nyeri otot, atau timbul bercak merah pada kulit. Pada kasus yang berat, dapat terjadi kejang, penurunan kesadaran, bahkan koma. Sedangkan pada bayi, gejalanya lebih sulit dikenali.
Meningitis merupakan kondisi darurat medis yang harus segera ditangani dokter ahli saraf. Tindakan medis terpenting adalah pemeriksaan cairan otak dengan melakukan fungsi lumbal, yaitu mengambil cairan otak melalui punggung. Cairan otak ini selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan jenis kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan kepala, foto dada, atau foto kepala (sinus) sering diperlukan untuk membantu dokter membuat diagnosis.
Meningitis yang berhubungan dengan musim haji, menurut dokter ahli saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Ahmad Rizal Ganiem, disebabkan oleh kuman Neisseria meningitidis, yang juga dikenal dengan nama meni ngokokus. Kuman ini masuk ke tubuh penderita melalui saluran napas dan ditularkan lewat udara. Cara penularan umumnya melalui kontak dekat dengan manusia yang sakit atau pembawa (carrier) kuman di rongga tenggorokan. Masa inkubasi kuman ini tiga sampai empat hari. Setelah masuk ke tenggorokan, kuman ini akan berkembang cepat dan dalam waktu dua hari masuk ke dalam aliran darah, lalu masuk ke selaput otak, menimbulkan gejala meningitis.
Kuman meningokokus ini dapat hidup di dalam tenggorokan manusia dewasa yang sehat tanpa menyebabkan penyakit. Hal ini sering dijumpai di daerah endemi meni ngitis meningokokus, antara lain negara-negara sepanjang khatulistiwa Afrika yang dikenal sebagai sabuk meni ngitis di Afrika seperti Burkina Faso, Zambia, Sudan, dan Ethiopia. ”Arab Saudi sendiri bukan daerah endemi meni ngitis meningokokus,” kata dokter Rizal. Namun, karena cukup banyak pembawa kuman dari negara-negara endemi yang berhaji, terjadilah penularan itu. Pada 1987, ada 99 anggota jemaah haji Indonesia yang tertular meningitis 40 orang di antaranya meninggal di Arab Saudi.
Dari pengalaman dokter Vivien merawat pasien meningitis, pasien yang datang dalam stadium awal dan segera mendapatkan pengobatan yang tepat dapat sembuh total. Tapi, bila mereka datang saat kondisinya sudah berat, sebagian dapat sembuh tapi cacat dan sebagian lainnya me ni nggal. Cacat yang mungkin timbul adalah kelumpuhan, tuli, gangguan saraf kranial, dan gangguan mental. Pada anak-anak, keterlambatan penanganan meningitis dapat mengakibatkan gangguan perkembangan dan epilepsi.
Ahmad Taufik, Alwan Ridha Ramdani (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo