MENJELANG subuh, sekitar pukul 4, pasukan komando Angkatan Udara
Kenya yang berpangkalan di Embakasi, 8 km dari Nairobi, bergerak
masuk ibukota. Selang dua jam Radio Kenya menyiarkan bahwa
mereka telah mengambil alih kekuasaan. "Bandit (Daniel Arap) Moi
telah digulingkan," kata pemberontak dalam bahasa Swahili.
Minggu pagi itu, gerakan ini dipimpin oleh Deputi Panglima
Angkatan Bersenjata Mayor. M. Mohamed. Di mata Mohamed,
pemerintahan Presiden Moi sangat korup, serba lamban, dan gagal
mengatasi krisis ekonomi. Tak ada baginya pilihan lain untuk
memperbaiki keadaan kecuali dengan menjatuhkannya. "Kenya akan
terperosok lebih dalam ke jurang kehancuran bila Moi masih
dibiarkan memerintah," kata Mohamed sebelumnya.
Moi sedang berlibur akhir pekan di desa kelahirannya, Tugen, 190
km di utara ibukota, ketika pemberontakan terjadi. Ia segera
menelepon markas Angkatan Darat dan memerintahkan mereka untuk
menumpas kaum pemberontak. Sorenya, setelah 10 jam aksi balasan
dilancarkan, Moi memasuki Nairobi kembali dengan dikawal tiga
truk penuh tentara. "Gerakan Revolusi 1 Agustus telah ditumpas,"
ujar Panglima AB Jenderal Mulinge. Keterangannya disiarkan Radio
Kenya petang itu.
Gerakan itu ternyata meminta banyak korban. Mayat berseragam
Angkatan Udara (mirip pakaian dinas AURI) terlihat berserakan di
ibukota. Sekitar 200 orang tewas -- sebagian besar tertembak
waktu mempertahankan gedung Radio Kenya. Dan hampir 1.500 orang
ditangkap.
Juga Moi menyikat pembangkang sipil. Sedikitnya 500 mahasiswa
dan dosen Universitas Nairobi diciduk oleh pasukan Mulinge. Moi
menuduh mereka ikut membantu Gerakan Revolusi 1 Agustus. Dan
Universitas Nairobi mulai 2 Agustus ditutup. Belum diketahui
kapan universitas itu bisa dibuka lagi.
Warga Kenya diperingatkan agar tidak melindungi pasukan
pemberontak jika ketahuan, hukumannya berat sekali. Sementara
itu jam malam diberlakukan pula di seluruh negeri -- mulai pukul
6 petang sampai pukul 7 pagi. Menurut Jenderal Mulinge, belum
semua pemberontak meletakkan senjata mereka.
Tapi kegiatan sehari-hari di Nairobi sudah berjalan normal lagi.
Kantor pemerintah dan toko-toko makanan sudah dibuka seperti
biasa. Lapangan terbang internasional Jomo Kenyatta sudah pula
terlihat sibuk melayani penerbangan komersial asing yang datang
dan pergi. Hanya di berbagai tempat yang strategis masih
terlihat tentara bersenjata mundar-mandir dengan siaga.
Mengapa Moi mau digulingkan? Memang sikap Moi makin
sewenang-wenang. Setiap suara yang menentang organisasi
Persatuan Nasional Afrika Kenya (KANU), wadah politik tunggal
yang berkuasa di negeri itu, akan dibungkamnya habis. Juni lalu,
misalnya, Moi memerintahkan dinas sekuriti menangkap 8 lektor
Universitas Kenya.
Keadaan di Kenya sejak Moi berkuasa, tahun 1978, memang makin
parah. Laju inflasi tidak terkendali. Hukum tidak berjalan.
Sementara sekelompok orang di sekeliling Moi hidup berfoya-foya
dan tidak terjangkau oleh hukum.
Sukses Moi menumpas gerakan Mohamed melegakan Amerika Serikat
yang punya kepentingan politik di Kenya. Presiden Ronald Reagan
dilaporkan telah mengirim pesan khusus kepada Moi hanya beberapa
saat sesudah kudeta. "Kami masih menganggap Kenya sebagai
sahabat dekat," kata Reagan.
Daniel Arap Moi, 48 tahun, bekas guru SD, terjun ke gelanggang
politik sejak 1963 -- ketika Kenya masih jajahan Inggris. Ia
merupakan salah satu kader yang diharapkan Presiden (pertama)
Jomo Kenyatta untuk menggantikannya. Ia, waktu masih menjabat
Wakil Presiden dan Menteri Dalam Negeri di tahun 1960-an,
terkenal dengan gagasan antikorupsinya. Tak heran begitu
Kenyatta meninggal (1978) Moi bisa menduduki kursi kepala negara
dengan mudah sekalipun ia berasal dari puak kecil.
Di Kenya, soal suku sejak dulu merupakan faktor penting dalam
mencapai posisi top di dunia politik. Kenyatta berasal dari puak
Kikuyu -- suku terbesar di antara 13 kelompok keturunan di
Kenya. Bahkan KANU merupakan partai Kikuyu. Tak heran hampir
semua jabatan penting di pemerintahan dipegang oleh mereka dari
suku utama itu.
Moi berasal dari puak Tugen. Ia dulu diangkat menjadi Wakil
Presiden karena jatah kursi ini kabarnya sudah disepakati untuk
warga non-Kikuyu.
Yang berani mengkritik Moi hanya grup kecil di kampus. Kalangan
militer hampir tak peduli. Bahkan Mayor Mohamed sendiri,
sekalipun sudah lama merasakan ketimpangan, baru berani bergerak
akibat desakan pasukannya dan kalangan intelektual. Tampaknya
kudeta yang gagal itu membuat Moi bersikap lebih keras. "Para
pemberontak tidak akan diberi ampun," katanya setelah lewat
batas waktu (24 jam) untuk menyerah.
Selain korban jiwa, Kenya menderita kerugian material dan
kerusakan fisik -- seharga Rp 40 milyar ekuivalen menurut
taksiran kalangan bisnis -- akibat pemberontakan itu. Kenya yang
selama ini dianggap paling tenang di Afrika kini terbawa
bergolak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini