Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Emeritus Kajian Pembangunan Universitas Kyoto Kosuke Mizuno mengatakan bahwa Jepang frustasi atas perbedaan pandangan dengan Indonesia mengenai sikap terhadap China dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Indonesia disarankan membenahi masalah HAM dan demokrasi di dalam negeri jika ingin diplomasi di tingkat dunia makin dihargai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam webinar berjudul 'Politik Luar Negeri Indonesia di Mata Negera Sahabat', Mizuno menyatakan posisi politik luar negeri Jepang yang selalu anti-Cina dan anti-Putin itu sangat kuat. Sementara Indonesia punya pandangan berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Soal Lautan Cina Selatan, Indonesia tegas, tapi dari ekonomi bersahabat dengan (Cina) atau diplomasi juga tidak ikut-ikutan barisan anti-Cina. Soal Putin juga tidak ikut sanksi. Bagi pemerintah Jepang itu frustasi, ada beda pandangan," kata Mizuno yang bergabung secara virtual, Rabu, 31 Agustus 2022.
Mizuno memahami sikap Indonesia yang tidak ikut menjatuhkan sanksi ke Rusia itu mungkin saja didorong oleh kepentingan dalam negeri yang menuntut stabilitas ekonomi. Begitu pun dengan Cina.
Terlepas dari penilaian tersebut, profesor yang memfokuskan kajian pada pembangunan Asia Tenggara itu menyebut, Indonesia dan Jepang masih tetap bersahabat baik. Kedekatan tercermin dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada 29-30 April 2022 ke Jakarta. Jepang masih menganggap Indonesia sebagai mitra penting.
Sejumlah kalangan di Jepang juga diklaim sangat mengapresiasi upaya damai Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut dia menuturkan, kalau Indonesia makin memperkuat demokrasi dan masalah HAM dibereskan dengan baik, posisi diplomasi di tingkat global akan makin dihargai.
Profesor Bahasa dan Peradaban Asia Universitas Seoul Suh Jiwon, dalam diskusi yang sama mengatakan, ada banyak hal di bidang HAM internasional baik multilateral atau bilateral yang bisa diselesaikan atau diperbaiki oleh Indonesia.
"Dikenal atau tidak dikenal oleh masyarakat internasional adalah masalah sekunder. Yang penting menerapkan HAM," kata akademi yang juga merupakan pakar HAM itu.
Menurutnya, peranan Indonesia di tingkat dunia akan membesar, jika secara optimal berupaya menerapkan HAM di luar negeri dan juga di dalam negeri.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah belum membalas permintaan tanggapan soal pendapat ini. Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak secara terbuka mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Namun, perwakilan Indonesia mendukung resolusi konflik Ukraina di Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu.
DANIEL AHMAD