Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Habis mahar, pengantin dibakar

Di india, setiap calon mempelai wanita harus menyerahkan sejumlah emas kawin sesuai dengan permintaan calon mempelai pria. banyak istri yang bunuh diri atau dibunuh suami karena soal emas kawin. (ln)

11 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terlukiskan, betapa gembiranya Ajit Kumar tatkala putrinya, Kumari, bersanding dengan Atnaram Gyani di kursi pengantin. Tapi, untuk itu, Kumar harus menyediakan emas kawin berupa dua buah arloji, sejumlah uang tunai, sejumlah emas, sebuah mesin jahit, dipan, seperangkat meja makan -- semuanya senilai Rp 5,5 juta -- bagi Gyani, yang bekerja sebagai juru ketik pada sebuah kantor pemerintah. Jumlah yang dikeluarkan Kumar itu hampir dua kali penghasilannya setahun sebagai dukun obat. Tapi, setelah tiga bulan, Gyani, sang menantu, mulai berulah. Ia minta tambahan emas kawin berupa seperempat bagian rumah Kumar, dan uang tunai Rp 2,5 juta, yang, katanya, buat ongkos mengantarkan naskah skenarionya untuk difilmkan di Bombay. Permintaan itu ditolak Kumar. Alasannya, emas kawin yang dulu diberikannya sudah berlebihan. Ternyata, penolakan Kumar itu berakibat tragis. Dua belas hari kemudian, Kumari kedapatan mati terbakar di rumah mertuanya. "Anakku mati dibakar mereka," tuduh Kumar sambil memegangi tubuh putrinya yang hangus berbau minyak tanah. Ketika kasus mati bakar itu dilaporkan Kumar kepada polisi, aparat penegak hukum tersebut tak menanggapinya dengan serius. Mereka mengatakan, kasus Kumari adalah kasus bunuh diri biasa. Tiga wanita lain juga mengalami nasib serupa akibat keengganan polisi mengusut perkara kematian mereka. Ketiga wanita itu mati terbakar dalam status sebagai istri Laxman Das Goel, 26, yang dikenal sebagai pemakai obat bius. Goel baru ditangkap polisi New Delhi, Juli lalu, setelah istri ketiganya kedapatan mati terbakar sesudah menyerahkan mahar tambahan. Tak cuma itu cerita menyedihkan tentang wanita India. Ada jutaan kaum Hawa India yang senasib dengan Kumari. Meski negeri berpenduduk 755 juta jiwa ini, sebagian besar kaum ibu, pernah diperintah selama 15 tahun oleh seorang perdana menteri wanita, Mendiang Indira Gandhi, toh status wanita India tetap kurang diperhatikan. "Kecenderungan untuk menekan kaum wanita yang lemah terjadi di mana-mana," ujar Subharda Butalia, pembela Kumar. Butalia, pendiri organisasi Karmika, badan advokat wanita di India, memang benar. Angka statistik pada kasus kriminal nasional menunjukkan, setiap hari sedikitnya dua wanita mati terbakar, bunuh diri atau dipanggang suami mereka, gara-gara ribut soal mahar. Menurut Kanwaljeet Deol, kepala penyelidik kepolisian India, sebagian besar dari korban bunuh diri. "Yang dibunuh hanya sepertiganya, kok," ujar Deol. Pemerintahan Perdana Menteri Rajiv Gandhi, akibat tekanan golongan konservatif, ternyata tak bisa berbuat banyak menyelamatkan penderitaan wanita India itu. Betapa tidak, dengan status janda, mereka masih harus membayar santunan US$ 42 per bulan pada bekas suami mereka. Itu makanya pria India suka kawin cerai -- selain dapat mahar, juga dapat santunan. Apalagi, saat ini, mencari pekerjaan tak gampang hanya sekitar 24 juta dari 755 juta penduduk India yang berpenghasilan layak. Wanita Islam, yang seharusnya dapat tunjangan dari bekas suaminya, juga menderita di India, karena Gandhi membebaskan pria Muslim menyantuni bekas istri mereka. Faktor lain yang mendorong pria India gemar kawin, kalau perlu dengan menyingkirkan istri tua, adalah keinginan memiliki mobil sport, peralatan dapur mewah, tape deck, dan barang mewah lainnya. Cara mudah untuk meraih keinginan itu adalah menaikkan emas kawin, dan kemudian meminta tambahan berulang-ulang pada mertua. Itu juga membawa perubahan mahar. Dulu, emas kawin berupa emas -- bukti bahwa istri mereka punya harta warisan dari orangtuanya -- kini berubah. Jika ingin kawin, para perawan itu tak perlu lagi membawa perhiasan yang gemerincing, tapi cukup dengan sebuah kulkas atau sebuah televisi ditambah skuter Bajaj dan beberapa buah arloji. Maka, untuk keperluan pernikahan putrinya, keluarga Chandra Prakash, pedagang kain, menyerahkan mahar senilai Rp 13 juta lebih, berupa pesawat televisi, radio, dan sebuah skuter Bajaj. Tapi, enam bulan kemudian, toh putrinya, yang bergelar Master itu, kedapatan mati terbakar, setelah permintaan sang menantu, Kumar Gupta, tak dituruti. Gupta, yang bekerja sebagai pegawai negeri itu, minta uang Rp 1 juta lebih, sebagai uang pelicin agar istrinya diterima di sebuah sekolah swasta. Lagi-lagi polisi mengatakan, kasus ini hanya kasus bunuh diri biasa. Maka, tak heran jika para ibu India yang sedang hamil berharap melahirkan anak laki-laki agar tak menyediakan mahar. Bila perempuan? Bayi itu akan dicekoki gabah sampai mati. Menurut majalah India Today, diperkirakan 6.000 bayi perempuan suku Tamil Nadu mati diracun orangtua mereka selama dekade terakhir. Mengapa? Bagi orang India adalah suatu aib besar bila di antara keluarga mereka, karena tak sanggup membayar mahar, ada wanita yang berstatus perawan tua atau janda. Ini bisa membuat anggota keluarga lainnya tak berani kawin. Maka, sebuah kamar kecil selalu tersedia di rumah keluarga India guna tempat menyembunyikan para perawan tua dan janda. Pendapat lain mengatakan, penyebab utama terjadinya keributan rumah tangga di India, perkawinan diatur oleh kedua orangtua mereka. Bahkan ada pasangan suami istri belum pernah bertemu sebelumnya, dan "biasanya mereka tak saling mencinta," kata Psikolog Sudir Kakar, yang meneliti soal ini. Hubungan anak laki-laki dengan ibunya di India memang jauh lebih dekat ketimbang dengan istri sendiri. Selain itu, para istri pun tak bisa berbuat banyak, bila perkawinannya menjadi berantakan, gara-gara mereka berpendidikan rendah. "Jika sudah sanggup membayar emas kawin, selesailah," kata Pengacara Geeta Luthra. Sistem pengadilan yang lemah di India juga merupakan salah satu penyebab gampangnya suami membunuh istri. Kantor polisi New Delhi mencatat, dalam 2 1/2 tahun hanya 16 dari 143 kasus pembakaran kaum Hawa yang diusut. Dan, baru Oktober 1985, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman mati untuk pertama kalinya atas putra seorang penjual kain di New Delhi, karena menggantung Sudha Goel, 19, istrinya, sampai mati. Selama proses pengadilan lelaki itu masih sempat kawin lagi, dan, tentu saja, memperoleh emas kawin. Dan, di sebuah senja yang sedih, Chandra Prakash pun bertutur pada anak gadisnya yang masih belia. Dia berjanji tak akan lagi mengatur perkawinan putrinya. Juga tak ada emas kawin. Lalu, ia pun bangkit dari duduknya dan bergumam, "Tapi, emas kawin sudah mendarah daging di India." Didi Prambadi, Laporan AWSJ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus