Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebocoran data besar-besaran terjadi pada perusahaan telekomunikasi Australia, Optus. Pemerintah federal Australia menyalahkan Optus atas pelanggaran tersebut, menandai perombakan aturan privasi dan lebih banyak denda, serta menuduh perusahaan "secara efektif membiarkan jendela terbuka" bagi peretas untuk mencuri data.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun Optus mengatakan pertahanan dunia maya mereka kuat dan membantah analisis pemerintah meski ada laporan bahwa peretas telah merilis data puluhan ribu pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Eksekutif Optus Kelly Bayer Rosmarin mengatakan ada banyak "informasi yang salah di luar sana".
"Mengingat kami tidak diizinkan untuk berbicara banyak karena polisi telah meminta kami melakukannya, apa yang bisa saya katakan ... adalah bahwa data kami dienkripsi dan kami memiliki banyak perlindungan," kata Rosmarin kepada Radio ABC, Selasa, 27 September 2022.
"Jadi bukan kasus memiliki semacam API (antarmuka pemrograman aplikasi) yang sepenuhnya terbuka di luar sana," kata Rosmarin. API memungkinkan dua atau lebih program komputer untuk berkomunikasi satu sama lain.
Rosmarin mengatakan Optus telah memberi tahu pihak berwenang setelah tinjauan awal pemerintah atas insiden tersebut. Dia mengatakan sebagian besar pelanggan memahami bahwa "kami bukan penjahat" dan bahwa perusahaan tidak melakukan sesuatu yang disengaja untuk membahayakan data.
Optus, milik Singapore Telecoms, minggu lalu mengungkapkan bahwa alamat rumah, SIM, dan nomor paspor 10 juta pelanggan telah dibobol dan menjadi salah satu pelanggaran data terbesar di Australia.
Media Australia melaporkan bahwa peretas merilis informasi sekitar 10.000 pelanggan di forum online dan mengancam akan merilis lebih banyak kecuali Optus membayar $ 1 juta dalam cryptocurrency.
Rosmarin mengatakan "Polisi Federal Australia (AFP) telah mengatasi semua itu."
AFP mengatakan telah bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di luar negeri untuk menemukan para pelaku.
Dewan Regulator Keuangan Australia, termasuk bank sentral, pada hari Selasa mengatakan anggotanya telah bekerja sama dalam menanggapi serangan hacker di dunia maya.
Reuters