Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anggota senior Hamas menegaskan bahwa kelompok perjuangan Palestina tersebut siap untuk merundingkan kesepakatan gencatan senjata serta pembebasan sandera Israel sebagai bagian dari pertukaran tahanan yang "serius."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Basem Naim, seorang dokter Palestina, politikus, dan pemimpin di biro politik Hamas, mengatakan bahwa kesepakatan terakhir yang “didefinisikan dengan jelas” adalah pada 2 Juli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu telah dibahas dengan terperinci, dan menurut saya, kami hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata... yang dapat mengakhiri perang ini, menawarkan gencatan senjata permanen, penarikan total, dan pertukaran tahanan,” katanya.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam wawancara dengan Sky News yang disiarkan pada Kamis seperti dikutip Anadolu.
Naim mengatakan “sayangnya, Perdana Menteri Israel (Benjamin) Netanyahu memilih untuk menempuh jalur lain". Ia juga menyebutkan bahwa Israel “melakukan setidaknya dua hingga tiga pembantaian besar” di Khan Younis dan Kota Gaza setelah itu.
Menyangkut pembunuhan kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada Juli, ia mencatat bahwa setelah itu pihaknya tidak lagi menerima "proposal apa pun yang serius."
Ia menekankan bahwa Hamas bersikap positif pada proposal gencatan senjata yang diumumkan oleh Presiden AS Joe Biden pada 2 Juli.
Ketika ditanya apakah serangan lintas perbatasan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel merupakan “bencana besar” bagi rakyat Palestina, Naim menjawab bahwa rakyat Palestina telah menderita akibat pendudukan Israel selama 76 tahun.
“Antara 2002-2023, 20.000 warga Palestina terbunuh. Warga Gaza telah tercekik akibat blokade selama lebih dari 17 tahun,” ujar Naim.
Ia juga menyoroti pernyataan kontroversial Israel, yang secara terbuka menyatakan rencana “untuk mencaplok Tepi Barat, menjadikan Yerusalem sebagai wilayah Yahudi, dan mengusir rakyat Palestina.”
Sambil mendefinisikan serangan Hamas pada 7 Oktober sebagai “tindakan pembelaan diri,” Naim mengatakan apa yang dihadapi rakyat Palestina setiap hari adalah penolakan Israel terhadap hak mereka untuk hidup.
Ketika ditanya apakah tindakan Hamas memicu eskalasi, ia menjawab, “Ini sama saja dengan menuduh korban atas kejahatan yang dilakukan oleh agresor.”
Mengenai sandera Israel, Naim mengatakan Hamas telah “menyatakan dengan jelas dan terbuka” bahwa pihaknya siap membebaskan para sandera tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa ada puluhan ribu warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Ketika ditanya apa pesan Hamas untuk Presiden terpilih AS Donald Trump, Naim berkata: "Kami adalah orang-orang yang mencari masa depan yang lebih baik. Kami ingin menjamin masa depan yang bermartabat dan sejahtera bagi anak-anak kami."
“Oleh karena itu, kami menyerukan kepada presiden mana pun, termasuk Donald Trump dan pemerintahannya, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan agresi ini, untuk segera menghentikan perang ini. Kami siap untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.”
Israel terus melanjutkan serangan dahsyatnya terhadap Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu. Serangan gencar tersebut telah menewaskan lebih dari 43.700 orang dan membuat daerah kantong tersebut hampir tidak dapat dihuni.
Israel memperkirakan lebih dari 100 sandera masih ditahan oleh faksi-faksi Palestina di Gaza sejak serangan 7 Oktober.
Serangan gencar Israel telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah Gaza mengungsi di tengah blokade yang sedang berlangsung yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang mematikannya di Gaza.
ANADOLU