Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Harga permainan kekerasan

Imf melaporkan bahwa presiden yahya bertanggung jawab terhadap pembantaian massal di pakistan timur, sehingga negara-negara donor menghentikan bantuannya sebanyak 500 juta dolar. as tetap bertekad membantu pakistan

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Dr. Henry Kissinger singgah di Islamabad tanggal 8 Djuli, orang-orang tidak bisa menduga lain ketjuali bantuan ekonomi Amerika jang djadi bahan pembicaraan utama. Penasihat Gedung Putih itu tidak memberi keterangan apapun ketika meninggalkan negeri jang lagi dirundung malapetaka itu. Tetapi tekad Amerika untuk tetap membantu Pakistan setelah ditinggal 11 negara donor pada tanggal 26 Djuni lalu, pastilah dapat mendjadi batu penduga jang baik. Dalam keadaan perekonomian jang separah sekarang ini, bantuan 500 djuta dollar jang dihentikan oleh negara donor jang bersidang di Paris bulan lalu itu tentulah merupakan pukulan dahsjat pada batang tubuh Pakistan jang kisut kering. Bukan tjuma itu jang menjakitkan, sebab pertimbangan untuk menghentikan aliran dollar itupun tjukup menampar Islamabad. Konon keputusan Paris itu lahir dari laporan para penindjau Bank Dunia serta Dewan Moneter Internasional (IMF) jang baru pulang dari Pakistan Timur. Laporan tersebut menjebut Presiden Yahya Khan sebagai orang jang bertanggung-djawab terhadap pembantaian massal jang terdjadi dibagian Timur wilajahnja. Untung sadja Washington berpikiran lain, meskipun tudjuannja sama. Melalui bantuan- bantuannja, Pemerintah Nixon berharap bisa membudjuk Yahya Khan untuk setjepatnja mengatasi keruwetan. Liga Awami. Yahya memang menginginkan ketenteraman itu. Selain di perlukan untuk segera mengatasi keruwetan ekonomi, ketenteraman djuga di perlukan bagi menghadapi India jang sudah tjukup merugi-kan Pakistan melalui larangan terbang diatas wilajahnja, Setiap minggunja, Islamabad karenanja harus mengeluarkan seperempat djuta dollar bagi route terbang jang diperpandjang India. Dan Yahya-pun bangkit di Karachi. Disana sang Presiden memohon waktu 4 bulan bagi penjerahan kekuasaan kepada mereka jang terpilih dibulan Nopember tahun silam. Tentu sadja ada ketjualinja. Liga Awami dengan Mudjibur tetap terlarang dan mereka jang ikut berontak terus djadi buronan. Undang-undang dasar sedang disusun oleh team ahli pilihan Yahya, dan keadaan darurat perang akan tetap berlaku sampai di anggap tidak diperlukan lagi. Kursi jang kosong? "Akan diisi melalui pemilihan distrik sadja", kata Kepala Negara jang tetap memakai seragam militernja sambil terus berusaha mengembalikan kekuasaan kepada orang-orang sipil. Usaha itu sadja nampaknja belum tjukup, meskipun tetap menarik. Siapakah jang akan duduk dikursi jang kebanjakan kosong di Bengali nanti? Mudjibur dan pengikutnja adalah pemegang majoritas mutlak disana, dan mereka sudah disapu. Maka anggota Parlemen Inggeris jang lagi berada di Dacca, Toby Jessel, menjebut tjara jang telah dan akan dipakai Islamabad itu sebagai suatu rentetan teror. "Saja tidak bisa menasihatkan agar pengungsi-pengungsi Pakistan jang memenuhi India itu supaja pulang kekampung halaman mereka", kata orang Inggeris itu kepada para wartawan. Dia djuga tak bisa menasihatkan agar Inggeris memberi pertolongan kepada Yahya Khan jang tertjekik antara lain oleh kekerasannja sendiri. Sukar untuk meramalkan jang bakal terdjadi 4 bulan mendatang, tetapi djika diperhatikan berita-berita bertentangan mengenai Pakistan Timur jang disebut berangsur tenteram sementara 2 divisi tentara didatangkan dari Barat sambil arus pengungsi masih tak terbendung ke India, rasanja tjukup membingungkan berita-berita para pemberontak memang tidak seramai dulu lagi, tapi pasukan-pasukan Mukti Fouj jang menempuh perdjuangan bergerilja, kabarnja masih tjukup merepotkan Gubernur Djenderal Tikka Khan jang ter-paksa mendapatkan beberapa djembatan diruntuhkan dan kereta-kereta api jang disabot. Paling tidak, keadaan itu masih bagaikan tabir asap jang dengan tebal masih menggelapi hari-hari mendatang bagian dunia jang lagi dihinggapi malapetaka itu. Oleh karena itu, mudah dimengerti djika pengungsi jang berdjumlah hampir djuta orang itu semakin memadati India, sementara penjakit-penjakit menular dan kelaparan jang menakutkan tetap pula dalam kedudukan menganjam para penduduk jang malang itu. Tapi karena kemalangan sudah merata nampaknja hanja orang-orang pintar jang sempat menghitung kehantjuran perekonomian bagian Timur Pakistan itu. Impor sudah djauh ditekan sebab pembajaran terlalu tidak mungkin dilakukan. Penghasilan jang tahun lalu mentjapai 415 djuta dollar achir tahun ini sudah baik djika mentjapai 103 djuta dollar. Meskipun demikian, kabar terachir menjebut lebih tingginja angka impor dan ekspor. Walhasil keadaan serba katjau. Bagian pedalaman jang tidak terlalu disentuh huru-hara, terpaksa mengalami sengsara karena perhubungan jang terhalang. Industri jang terhindar dari kemusnahan tidak pula bisa djalan sebab para pekerdja ada diseberang. Maka kesengsaraan itupun menular dengan tjepatnja ke India. Diperbatasan kedua negara bersengketa kesengsaraan lebih menjiksa dua bangsa. Para pengungsi jang datang tanpa modal, disamping butuh belas kasihan tidak pula luput dari kebutuhan pengawasan, sebab tenaga mereka jang murah mengantjam para pekerdja tuan rumah. Sekaligus dua persoalan jang timbul: pasaran tenaga mendjadi katjau sedang harga-harga bagaikan balon gas. Dan orang-orang India-pun makin repot djadinja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus