RAUT muka puluhan lelaki itu tampak tegang. Senjata api tergenggam di tangan, siap diledakkan. Senin siang pekan lalu, para anggota Batalion Egoz dan Duvdevan—pasukan khusus Israel—sedang mengepung sebuah rumah di Ramallah. Gaung pengeras suara dari sebuah mobil personel berlapis baja menambah ketegangan. Penghuni rumah, Ziad Abu Ain, seorang tokoh Fatah, diminta menyerahkan diri.
Ketegangan meledak sedetik kemudian. Pasukan merangsek ke dalam rumah. Namun, aneh, tak terdengar satu pun bunyi letusan senjata. Tuan rumah menyerah, juga tamunya. Dialah se-benarnya yang dituju. "Saya tahu kalian datang untuk menangkap saya," ujar Marwan Barghouti, si tamu tadi, sebelum diangkut oleh pasukan Israel ke markas dinas intelijen Shin Beth di Yerusalem.
Proses penangkapan tanpa pertumpahan darah itu menimbulkan spekulasi di kalangan garis keras Fatah. Apalagi kemudian diikuti dengan pernyataan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, yang menyatakan gembira terhadap penangkapan "penyokong infrastruktur aksi teroris ke warga Yahudi" dengan mengisyaratkan penarikan mundur pasukannya dari Tepi Barat kecuali di Ramallah dan Betlehem.
Ada barter politik? Otoritas Palestina menepis tudingan itu. Juru bicara tim negosiasi Palestina, Saeb Erekat, malah mengancam Tel Aviv agar tidak "melukai Barghouti karena reaksi kalangan garis keras bakal tak terduga."
Barghouti memang bukan tokoh sembarangan. Lelaki berusia 41 tahun itu turut mendirikan Tanzim. Organisasi milisi sipil ini lahir untuk menampung pemuda Palestina yang tidak memperoleh pekerjaan dari otoritas Palestina. Karena itulah, anak muda dan aktivis garis keras Fatah, Hamas, dan Jihad Islam kini berada di belakangnya. Melalui Tanzim, Barghouti menyalurkan tekadnya memerangi pendudukan Israel dengan kekerasan. Tel Aviv menduga, bapak empat anak ini juga berperan di balik aktivis Brigade Al-Aqsa, salah satu sayap Fatah, yang beberapa anggotanya menjadi martir dengan meledakkan diri.
Pandai berpidato, tidak suka pamer kemewahan, dan berbicara dengan bahasa orang kebanyakan. Begitulah gaya Barghouti dalam membawakan dirinya ke publik Palestina. Isu populis seperti gerakan antikorupsi di tubuh pemerintah juga dengan rutin digelindingkannya, sehingga anggota Tanzim sempat ber-sitegang dan bentrok dengan pasukan keamanan otoritas Palestina.
Kehadiran Tanzim mendongkrak popularitas Barghouti sebagai tokoh antikorupsi dan kandidat pengganti Arafat. Kendati begitu, Barghouti enggan maju ke dalam pemilihan umum menantang tokoh Palestina yang telah ia puja sejak berusia lima tahun itu. "Apakah Anda gila! Jika Arafat maju ke pemilu sebagai calon presiden, tak ada seorang pun tokoh Fatah yang akan bersaing dengannya," ujar Barghouti kepada harian Israel Maariv.
Harumnya nama Barghouti di kalangan warga Palestina membuat Tel Aviv gusar. Tak aneh apabila awal Agustus silam sebuah rudal Israel menghajar konvoi mobilnya di Ramallah. Pertengahan Desember lalu giliran enam tank Israel yang meluruk ke rumahnya di kota yang sama, namun Barghouti keburu kabur.
Kini lelaki itu tengah menghitung hari di balik jeruji besi Israel di Yerusalem. Tel Aviv kabarnya telah mempersiapkan Penjara Ket-ziot, atau yang populer dengan julukan Ansar III di selatan Gurun Nedev, yang dulu juga digunakan untuk me-nahan warga Palestina dalam gerakan intifadah 1987, untuk menjadi "rumah" baru Barghouti hingga persidangan.
Penangkapan Barghouti mengundang gelombang kemarahan Palestina. Kepala Keamanan Tepi Barat, Jibril Rajoub, mengingatkan Israel agar tidak me-lakukan penyiksaan atau membunuh Barghouti. "Kematiannya bakal mengundang jalinan kekerasan yang memicu munculnya bencana bagi Israel," ujar Rajoub. Ancaman serupa juga mengalir dari kelompok Hamas dan para aktivis Jihad (baca boks Kami Cinta Akhirat, Israel Cinta Hidup) yang mengecam penangkapan Barghouti.
Kecaman juga mengalir dari Tel Aviv. Suara para anggota Knesset (parlemen) juga terbelah. Kalangan oposisi dari Partai Meretz dan Hadash mengingatkan Sharon agar segera melepas Barghouti, karena penangkapannya lebih banyak mendatangkan mudarat bagi warga Yahudi.
Kekhawatiran mereka tak perlu menunggu lama. Jumat silam aksi bom bunuh diri yang melukai dua tentara Israel kembali merepotkan Tel Aviv. Entah kapan warga Yahudi bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang martir Palestina.
Widjajanto (AP, The Washington Post, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini