Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional
Mesir

Berita Tempo Plus

Pepesan Baru dari Pak Tua

Presiden Hosni Mubarak menantang calon oposisi bertanding merebut kursi presiden. Kalangan oposisi skeptis.

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Pepesan Baru dari Pak Tua
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HOSNI Mubarak tak lagi setenang Sungai Nil. Presiden Mesir selama 23 tahun terakhir ini sedang menggelegak. Ketika berada di gedung pertemuan Universitas Menoufia, 60 kilometer di utara Kairo pada 26 Februari lalu, Mubarak membakar suasana dengan mengajukan sesuatu yang musykil terjadi dalam sejarah politik modern Mesir. "Presiden akan dipilih secara langsung, rahasia, dan diikuti oleh lebih dari satu kandidat, agar rakyat memilih sesuai dengan keinginan mereka," ujarnya.

Tepuk riuh disertai teriakan pujaan pun bergema: "Hidup Mubarak!"

Padahal, belum lama, ia menolak desakan partai oposisi agar pemilihan presiden berlangsung kompetitif dengan kandidat lebih dari satu. Hal itu, kata Mubarak, hanya akan mengganggu stabilitas politik.

Alhasil, banyak yang terperangah mendengarkan pidatonya yang berapi-api di kampus Menoufia dua pekan lalu itu. Mubarak, 76 tahun, saat itu mengumumkan dia telah meminta parlemen mengamendemen Pasal 76 konstitusi Mesir tentang pemilihan presiden. Rencananya, partai-partai politik boleh mengajukan calonnya bertanding dalam pemilihan presiden. "Saya mengambil inisiatif untuk memulai era baru," janjinya.

Selama 50 tahun terakhir, Mesir praktis berada di bawah pemerintahan otokrasi militeristis sejak sekelompok perwira muda pimpinan Gamal Abdul Nasser mendongkel kekuasaan Raja Idris pada 1952. Sejak itu, militer menjadi institusi paling berkuasa di Mesir. Parlemen hanya menjadi stempel bagi kekuasaan presiden. Iklim politik represif terus berlangsung saat Mubarak, sebagai wakil presiden, menggantikan Anwar Sadat pada 1981. Sadat dibunuh oleh kelompok militan muslim saat berlangsung parade militer.

Mubarak menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang antara lain mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan melongsorkan standar hidup. Mubarak juga dekat dengan Amerika Serikat dan negara Barat, serta kerap menjadi "juru bicara" negara-negara Arab dalam konflik Israel-Palestina. Mantan panglima angkatan udara ini juga membungkam oposisi. Ia memberangus kelompok militan Ikhwanul Muslimin dan membui pemimpinnya. Bahkan ia tak mau berbagi kekuasaan dengan mengosongkan kursi wakil presiden. Mubarak pun melenggang dengan dukungan mayoritas partai berkuasa, Partai Nasional Demokratis, yang menduduki sekitar 96 persen kursi di parlemen.

Pria kelahiran desa kecil di Provinsi Menofya, dekat Kairo, pada 1928, ini boleh dikata tak terusik kekuasaannya selama empat periode. Sesuai dengan konstitusi, enam tahun sekali rakyat Mesir hanya disodori selembar kertas suara berisi kata "ya" atau "tidak" terhadap kandidat tunggal presiden. Sistem ini mengekalkan kekuasaan Mubarak dan menjadikannya presiden terlama dalam sejarah politik modern Mesir.

Ayman Nour, satu-satunya tokoh oposisi yang mampu menantang Mubarak, diterungku pada Januari lalu. Ia dituduh memalsukan 2.000 tanda tangan untuk memperoleh izin bagi partainya, ASI Ghad. Alhasil, komitmen Mubarak untuk membuka keran demokrasi lebih lebar pun dianggap nonsens.

Untuk merusak citra pemerintahan represif Mesir di mata dunia, kaum militan menyerang turis asing dengan bom pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Mubarak, yang beristrikan Suzanne, perempuan berdarah Inggris, juga pernah empat kali diserang dengan cara yang sama—satu kali pernah nyaris merenggut nyawanya, yakni setelah ia menghadiri pertemuan negara-negara Afrika di Adis Ababa, Ethiopia, 1995. Ketika itu, mobil limusin yang ia tumpangi diberondong dengan senapan mesin.

Toh Mubarak bergeming. Ia menepis tuntutan oposisi untuk melakukan reformasi politik. Bahkan di kalangan elite politik Mesir beredar rumor bahwa Mubarak menyiapkan kursi presiden untuk anak sulungnya, Gamal, 40 tahun. Indikasinya, Gamal tiba-tiba menduduki posisi penting dalam partai pemerintah.

Mubarak membantahnya. Para analis dan kalangan oposisi yakin pengganti Mubarak tetap dari kalangan militer. Di tangan jenderal baru, mereka yakin, gebrakan reformasi Mubarak hanyalah pepesan kosong.

Raihul Fadjri (BBC, NY Times, Washington Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus