Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 25 November adalah hari kemerdekaan Suriname. Bangsa itu merdeka dari Belanda pada 1975 atau 47 tahun lalu. Negara yang terletak di Amerika Selatan, berbatasan dengan Brasil, Guyana, dan Guiana Prancis ini punya hubungan erat dengan Indonesia. Mengapa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedekatan Indonesia dengan Suriname tidak terlepas dari sejarah yang pernah terjadi di masa lalu. Saat Belanda menjajah kedua bangsa ini, pemerintah kolonial mengirimkan ribuan tenaga kerja asal Pulau Jawa ke Suriname. Itu terjadi antara kurun 1890 hingga 1939. Sekitar hampir 33 ribu orang Jawa dikirim ke tanah antah berantah ini. Seribuan orang kembali ke tanah air pada 1950, tetapi banyak yang menetap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang-orang Jawa yang menetap ini terus berkembang dan berketurunan di Suriname. Kini total masyarakat Jawa di sana mencapai 14,6 persen. Meskipun telah meninggalkan tanah air ratusan tahun, mereka masih menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Lagu-lagu berbahasa Jawa ciptaan orang Indonesia seperti Dedi Kempot laku keras di sana. Bahkan saking populernya, Godfather of Broken Heart, julukan Didi, sempat berapa mengadakannya konser negara Suriname.
Baca: Sejarah Dunia Hari Ini: Tahun 1975 Suriname Merdeka dari Belanda
Orang Jawa di Suriname
Suku Jawa memang sudah berada di Suriname sejak akhir abad ke-19. Tujuan pengiriman orang Jawa ini adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sejumlah perkebunan di sana. Wilayah ini kekurangan tenaga kerja setelah sistem perbudakan dihapuskan pada 11 Juli 1863. Akibatnya banyak perkebunan tak terurus dan terlantar di Suriname. Perekonomian daerah ini yang sebelumnya bergantung dari hasil pertanian menjadi anjlok.
Sementara itu, menurut Yusuf Ismaildi dari Universitas Leiden di Belanda, dalam disertasinya pada 1949 mengungkapkan, alasan pengiriman tenaga kerja ke Suriname itu bukan karena kepadatan penduduknya. Menurutnya, sebabnya adalah terjadi kemelaratan yang sangat yang dialami oleh rakyat saat itu. Sementara di sisi lain, Suriname memang butuh pekerja. Inilah alasan mengapa lebih banyak orang Jawa dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dikirimkan ke sana. Sebab saat itu perekonomian masyarakat Jawa Barat masih lebih baik.
Gelombang pertama pengiriman tenaga kerja diberangkatkan dari Batavia, kini Jakarta, pada 21 Mei 1890. Mereka dibawa menggunakan kapal SS Koningin Emma. Kapal tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890 setelah sebelumnya singgah di Belanda. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai hari yang sangat bersejarah bagi masyarakat Jawa Suriname. Tenaga kerja gelombang pertama ini sebanyak 94 orang. Terdiri dari 61 orang pria, 31 orang wanita dan 2 orang anak. Mereka ditempatkan di perkebunan tebu dan pabrik gula Marienburg.
Tenaga kerja berikut dikirim dan tiba pada 16 Juni 1895. Keberangkatan gelombang kedua ini membawa 582 orang, dengan kapal SS Voorwaarts. Karena muatan kapal kedua ini melebihi kapasitas, kapal tak memenuhi syarat sebagai kapal angkut personil. Karenanya setibanya kapal pelabuhan Paramaribo, Suriname, 64 orang penumpang meninggal dunia dan 85 orang harus dirawat di rumah sakit. Mirisnya, tragedi ini tak mendapatkan respons dari pemerintah Belanda. Meskipun begitu, pengiriman tenaga kerja ini berjalan terus sepanjang tahun. Pengiriman terakhir sebanyak 990 orang tiba di Suriname pada 13 Desember 1939.
Menjelang kemerdekaan Suriname pada 1975, terjadi eksodus secara besar-besaran. Ini adalah upaya meninggalkan negara atau wilayah karena alasan tertentu. Sekitar 150 ribu penduduk Suriname termasuk orang Indonesia pindah ke Belanda. Hal ini disebabkan adanya penindasan politis yang dilakukan oleh golongan Creole. Selain itu juga disebabkan adanya ketegangan hubungan antar etnis sejak kampanye pemilihan umum pada 1973. Hal ini pula yang menyebabkan sejak 1975 sampai sekarang, lebih dari 25 ribu orang Indonesia suku Jawa asal Suriname menetap di Belanda, Guyana Prancis dan di daerah lain, di sekitar Suriname.
Sejak Suriname merdeka pada 25 November 1975, muncul beberapa partai politik yang berbau Indonesia. Antara lain Pendawa Lima, dan Pertjajah Luhur. Partai-partai ini telah berhasil melahirkan pemimpin orang-orang Indonesia generasi kedua yaitu Willy Soemita, Paul Salam Soemohardjo dan lainnya. Pada awal 2000an, juga muncul beberapa pemimpin muda lainnya berdarah Indonesia. Sehingga jumlah orang-orang Indonesia yang pernah menjadi anggota parlemen tercatat sebanyak 68 orang dan yang pernah menteri sebanyak 30 orang.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.