Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ibarat Yoghurt yang Kedaluwarsa

Perdana Menteri Romano Prodi menang dalam pemungutan mosi percaya. Diduga kabinetnya hanya bertahan dua bulan.

5 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raut wajah senator koalisi kiri-tengah di senat Italia tegang sebelum pemungutan suara untuk mosi percaya yang diajukan Perdana Menteri Romano Prodi, Rabu pekan lalu. Pasalnya, hingga detik-detik terakhir pemungutan suara dimulai, tak ada kepastian Romano Prodi, 67 tahun, bisa menang. Maklum, kekuatan koalisi kiri-tengah (158 kursi) hanya dua kursi lebih banyak dibanding kelompok oposisi koalisi kanan-tengah (156 kursi). ”Tak ada negeri di Eropa yang serba tak jelas hingga detik terakhir, kecuali Italia,” ujar Rina Gagliardi, mitra koalisi Prodi dari Partai Komunis.

Memang, sebelum mengajukan mosi percaya, Prodi meminta kesetiaan partai pendukungnya dengan meneken 12 butir pakta yang tak bisa dikompromikan sebagai syarat dia mau maju merebut kembali kursi perdana menteri. Prodi tak mau peristiwa yang memalukan sepekan sebelumnya terulang, ketika dua senator anggota partai komunis Rifondazione Comunista menentang kebijakan luar negeri Prodi. Akibatnya, Prodi terpaksa mengajukan pengunduran diri sebagai perdana menteri kepada Presiden Giorgio Napolitano. ”Saya sudah tamat. Ini bukan koalisi,” kata Prodi kepada seorang koleganya kala itu.

Prodi marah karena ia ditikam dari belakang oleh anggota koalisi kiri-tengahnya. Sekelompok senator partai kanan yang beroposisi mengejeknya, ”Mundur, mundur.” Sedangkan koran Il Giornale yang dipimpin saudara laki-laki bekas perdana menteri Silvio Berlusconi menulis dengan huruf besar di halaman depan: ”Kamerad, pulanglah.” Juru bicara Silvio Berlusconi mengibaratkan pemerintah Prodi bak yoghurt yang sudah kedaluwarsa. ”Jika kabinet Prodi yoghurt, mereka telah ditarik dari supermarket,” katanya. Berlusconi pun segera meminta Presiden Napolitano menggelar pemilu sela.

Toh Prodi belum tutup buku. Presiden Napolitano menolak permintaan koalisi kanan-tengah agar pemilu sela digelar. Tapi Napolitano yang pernah aktif dalam partai komunis ini juga menampik pengunduran diri Prodi. Ia malah memintanya menjadi perdana menteri sementara dan mengajukan mosi percaya kepada parlemen. Ketika penghitungan suara mosi percaya berakhir, kubu kiri-tengah yang merupakan koalisi 13 partai mengukuhkan kembali Prodi ke kursi perdana menteri dengan meraup 162 suara melawan penentangnya 157 suara. ”Saya sangat puas, sekarang ke majelis rendah,” ujar Prodi. Di majelis rendah kubu Prodi bisa berlenggang sebagai mayoritas yang cukup untuk menang pertarungan melawan oposisi.

Sepekan yang menegangkan dan penuh ketidakpastian telah berlalu. Senator partai kiri radikal yang mbalelo dapat dijinakkan dengan pendekatan ancaman: ”Dukung saya atau pecat saya”. Ini memang cara Prodi menantang kesetiaan koalisi partainya. Prodi tahu persis partai kiri dalam koalisinya tidak ingin partai kanan bercokol lagi. ”Mereka (partai kiri) sangat takut Berlusconi kembali berkuasa,” ujar analis politik Renato Mannheimer. Apalagi jajak pendapat yang digelar dua hari setelah Romano Prodi mundur menunjukkan koalisi kanan tengah akan menang jika pemilu digelar saat itu.

Maka pergolakan dalam kubu kiri-tengah justru dikhawatirkan hanya akan melempangkan jalan bagi koalisi kanan-tengah pimpinan bekas perdana menteri Silvio Berlusconi kembali berkuasa. ”Saya akan memilih ’percaya’, karena saya tidak ingin partai kanan kembali,” ujar Franco Turigliatto, senator partai komunis yang ikut menjatuhkan Prodi.

Namun api masih membara di kubu koalisi kiri-tengah. Bagi partai komunis dan partai perdamaian, keputusan Prodi mempertahankan pasukan Italia di Afganistan dan memperluas pangkalan militer Amerika di Italia membuat Prodi sama saja dengan Silvio Berlusconi yang sangat pro-Amerika. Prodi berkilah, kehadiran 1.900 orang pasukan Italia di Afganistan menggunakan bendera Pakta Pertahanan Atlantik Utara (Nato) dan direstui PBB.

Berbeda dengan perang Irak yang tidak direstui PBB, sehingga setelah Prodi dilantik sebagai perdana menteri tahun lalu, ia menarik pulang 3.000 pasukan Italia dari Irak sesuai dengan tuntutan sebagian besar rakyat Italia. Tapi kali ini Prodi mengabaikan suara rakyat Italia. Berdasarkan jajak pendapat, 62 persen rakyat Italia menginginkan pasukan Italia ditarik dari Afganistan.

Realitas inilah yang membuat Prodi gagal meyakinkan mitra koalisinya partai komunis yang memiliki 27 kursi di Senat. Sehingga, meski sejumlah senator anggota koalisi kiri-tengah memilih kembali Prodi sebagai perdana menteri, mereka tetap bertahan dengan sikap menentang kehadiran militer Italia di Afganistan yang akan didebatkan soal pendanaannya pada Maret mendatang. ”Soal Afganistan, saya tetap memilih tidak,” ujar Franco Turigliatto, senator partai komunis.

Selain itu, partai komunis dan partai perdamaian (pacifist) juga menolak perluasan pangkalan militer Amerika yang didukung protes damai puluhan ribu orang pada 17 Februari lalu. Program perluasan pangkalan udara Brigade Lintas Utara ke-173 di Vincenza itu merupakan warisan keputusan bekas perdana menteri Silvio Berlusconi atas permintaan Presiden Amerika George W. Bush. Amerika akan memindahkan 2.000 pasukannya dari Jerman ke Vincenza sehingga pasukan Amerika menjadi 5.000 orang. ”Menentang perluasan pangkalan udara Amerika akan dianggap tindakan menentang Amerika,” ujar Menteri Luar Negeri Massimo D’Alema.

Analis politik mengingatkan, tak mustahil Romano Prodi jatuh lewat tradisi ”politik piazza”, satu istilah bentuk protes masif untuk mengubah lanskap politik. Demonstrasi besar menentang pangkalan udara Amerika bisa merupakan awal gerakan ”politik piazza” terhadap Prodi.

Tapi, tanpa ”politik piazza” pun kabinet Prodi sejatinya rentan terhadap perpecahan. Maklum, struktur koalisi kiri-tengah sangat beragam dengan unsur politik yang bertentangan, dari partai Kristen, partai perdamaian, komunis, hingga partai radikal. Sejumlah isu yang ditelurkan pemerintah Prodi, soal pasukan di Afganistan, pangkalan militer Amerika, perkawinan pasangan homoseksual, disikapi secara berbeda oleh anggota koalisi. ”Politik Italia sangat kacau,” ujar analis politik Andrea Vannucci.

Tak mengherankan bila jajak pendapat yang dipublikasikan koran Corriere della Sera, Rabu pekan lalu, menunjukkan sekitar 40 persen dari 800 responden menyatakan pemerintah Prodi hanya akan bertahan dua bulan, dan hanya 22 persen yang menduga Prodi bertahan dalam satu hingga dua tahun, lebih cepat dari jatah lima tahun. ”Celakanya, setiap rakyat Italia mengajukan pertanyaan yang sama dan sederhana: kapan dan isu apa yang membuat pemerintah Prodi akan jatuh lagi,” tulis editorial koran La Stampa.

Situasi yang sama juga akan dialami Berlusconi jika ia berkuasa. Partai Demokrat Kristen diduga akan hengkang dari koalisi kanan-tengah. Tidak stabilnya politik Italia karena pemilih terbagi dalam porsi yang relatif sama untuk partai kiri dan partai kanan. ”Kami berada dalam periode panjang kekacauan politik di Italia,” ujar seorang analis politik.

Raihul Fadjri (BBC, Reuters, NY Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus