Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ini Rencana Tindak Lanjut Kasus WNI Disekap di Kamboja

Otoritas Indonesia dan Kamboja sepakat untuk bekerja sama dalam pencegahan perdagangan manusia setelah kasus WNI disekap di wilayah negara berjuluk Tanah Khmer itu. Bagaimana langkah penanganan selanjutnya?

3 Agustus 2022 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menlu Retno Marsudi bersama Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto bertemu Kepala Kepolisian Kamboja, Jenderal Neth Savouen di Pnom Penh, 2 Agustus 2022. (Dok. Kemenlu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Selasa, 2 Agustus 2022, bertemu dengan Kepala Kepolisian Kamboja, Jenderal Neth Savouen. Kedua negara sepakat bekerja sama dalam pencegahan perdagangan manusia setelah kasus sejenis jadi sorotan baru-baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KBRI Phnom Penh pada Minggu, 31 Juli 2022, mengevakuasi 62 WNI terduga korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan di perusahaan investasi bodong serta judi online di Kamboja. WNI tersebut disekap dan disiksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI, Retno menyampaikan 4 hal dalam pertemuannya dengan Savouen di Pnom Penh. Pertama, menangani 62 WNI yang sudah dibebaskan. Kedua, menangani yang masih tersisa. Ketiga, kerja sama penegakan hukum. Dan keempat, kerja sama dalam mengambil langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang lagi.

Menanggapi permintaan Menlu RI, Kepala Kepolisian Kamboja, menyampaikan komitmen penuh untuk memberikan kerja samanya. Disepakati bahwa setelah pertemuan ini, otoritas terkait antara kedua negara langsung akan melakukan pertemuan teknis, yang antara lain membahas beberapa hal.

Pertama, investigasi bersama. Kedua, bantuan hukum. Ketiga, penunjukan contact persons guna mempercepat penanganan jika kasus serupa muncul kembali. Dan keempat, membuat MoU kerja sama untuk penanganan TPPO.

Dalam pertemuan itu, Menlu RI didampingi oleh beberapa pejabat Kepolisian RI, yaitu Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto, Wakil Kepala Badan Intelijen Kepolisian Irjen Merdisyam, dan Sekretaris NCB Interpol Brigjen Amur Chandra.

Adapun contact person sebagai titik fokus kerja sama pemberantasan TPPO dan penegakan hukum telah ditunjuk masing-masing pihak. Polri menunjuk Sekretaris NCB Interpol Brigjen  Amur Chandra. Sementara Kamboja mempercayakannya pada Brigjen You Boren, Deputy Director of Logistic and Finance Department, Personal Assistant of Deputy Commissioner General. 

Menurut keterangan tertulis dari Mabes Polri yang diterima pada Selasa, 2 Agustus 2022, rencana tindak lanjut setelah pertemuan teknis dua kepolisian termasuk, pertama, koordinasi antar interpol kedua negara untuk memberikan dukungan alat bukti penyidikan di Kamboja. Kedua, kerja sama investigasi perkara ini di Indonesia karena banyak korban WNI oleh sindikat TPPO. 

Ketiga, pengembangan investigasi untuk memberantas sindikat ini di Indonesia dan Kamboja atau negara lain yang terafiliasi. Keempat, membangun kerja sama pencegahan kejahatan TPPO dengan para stake holder di Indonesia dengan koordinasi Kemenko Polhukam dan tukar menukar informasi dengan pihak kepolisian Kamboja. 

Berdasarkan catatan KBRI Phnom Penh, kasus perdagangan manusia di Kamboja bukan kali ini saja terjadi. Pada 2021, 119 WNI korban investasi bodong telah dipulangkan ke Indonesia. Tahun ini, kasus serupa semakin meningkat. Hingga Juli 2022, tercatat 291 WNI menjadi korban, dengan 133 orang di antaranya sudah berhasil dipulangkan.    

WNI Diperjualbelikan

Migrant CARE menyatakan kasus perdagangan manusia di Kamboja ini merupakan darurat. Badan itu bahkan mencatat, perkara serupa yang menimpa WNI tidak hanya terjadi di Kamboja, namun juga di Filipina dan Thailand.

Menurut keterangan Migrant CARE, para korban berasal dari berbagai daerah antara lain Medan (Sumatra Utara), Jakarta, Depok (Jabar), Indragiri Hulu (Riau), Jember (Jatim). Dari agen yang berada di Kamboja, mereka dijanjikan bekerja sebagai operator, marketing dan customer service dengan gaji US$1000 – 1500, atau sekitar Rp15-22 juta. 

Faktanya mereka hanya menerima US$500 atau sekitar Rp 7 juta. Apabila para PMI tersebut mengundurkan diri maka harus membayar denda sebesar US$ 2000 – 11000, atau Rp 30-163 juta

Korban dijual dengan harga yang beragam, salah satunya dijual seharga US$2000 atau Rp 30 juta. Mereka dijual dari perusahaan satu ke perusahaan lain karena beberapa sebab. Mereka juga dipekerjakan tanpa kontrak dan jam kerja yang panjang. 

Anis Hidayah dari Migrant CARE mendesak pemerintah untuk melakukan langkah jangka panjang. Selain mengusut tuntas pelaku perekrut beserta jaringannya yang berada di wilayah Indonesia.

"Kemenaker RI, BP2MI, hingga Pemerintah Daerah mulai dari provinsi, kabupaten/kota hingga desa harus mengintensifkan edukasi dan sosialisasi migrasi aman dan bahaya trafficking dengan modus-modus mutakhir kepada masyarakat hingga di grassroot," kata Anis.

Menurut Anis, otoritas terkait juga diharuskan mengintensifkan pengawasan agensi perekrut pekerja migran Indonesia, calo baik di lapangan maupun di media sosial yang memanfaatkan situasi ekonomi masyarakat pasca-pandemi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus