Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

IOJI Sebut Pernyataan Bersama Prabowo-Xi Jinping Bisa Menguntungkan Cina di Laut Natuna Utara

Dampak pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping terhadap klaim Cina di Laut Natuna Utara membuatnya menjadi perhatian utama dunia internasional.

22 November 2024 | 18.00 WIB

Wisatawan berjalan di jembatan Pulau Senoa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Kamis, 29 Agustus 2024. Pulau Senoa yang merupakan salah satu objek wisata geosite atau situs warisan geologi di Laut Natuna Utara tersebut memiliki air laut yang jernih, terumbu karang yang indah, dan pasir yang putih. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Perbesar
Wisatawan berjalan di jembatan Pulau Senoa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Kamis, 29 Agustus 2024. Pulau Senoa yang merupakan salah satu objek wisata geosite atau situs warisan geologi di Laut Natuna Utara tersebut memiliki air laut yang jernih, terumbu karang yang indah, dan pasir yang putih. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Senior Advisor Indonesia Ocean Justice Initiative atau IOJI (IOJI) Grace G. Binowo, menilai pernyataan bersama Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Cina Xi Jinping dalam kerja sama di Laut Cina Selatan atau Laut Natuna Utara yang disampaikan pada Sabtu, 9 November 2024, dapat merugikan Indonesia. Pasalnya, Cina akan terus menerus menggulirkan isu wilayah tumpang tinding itu berdasarkan klaim nine-dash-line atau sembilan garis putus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Grace menyebut klaim Cina itu awalnya tak menjadi perhatian utama dunia internasional. Namun, setelah pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping itu, komunitas global menjadi menyorotinya kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tadinya tidak ada yang membicarakan, tadinya tidak ada yang menggubris, tapi sekarang justru diladenin,” kata Grace dalam diskusi hibrid yang digelar IOJI, Jumat, 22 November 2024.

Dalam butir 9 pernyataan bersama Prabowo dan Xi itu, disebutkan Indonesia dan Cina mencapai kesepahaman penting untuk menjalani pengembangan bersama (joint development) di wilayah-wilayah tumpang-tindih (areas of overlapping claims). Padahal, sebelumnya, Indonesia tak pernah mengakui itu dan berpegang teguh pada hukum internasional yang tertuang melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Lebih lanjut, Grace meminta pemerintah Indonesia untuk tidak menindaklanjuti pernyataan bersama dengan Cina. Jika ada kerja sama ekonomi, maka Indonesia tak perlu menyinggung soal wilayah tumpang tindih itu.

Grace mengatakan bahwa klaim Cina itu terjadi sejak tahun 1948. Meskipun Cina bersikeras dengan konsep sembilan garis putus, dia menegaskan dunia internasional tidak mengakuinya klaim sepihak. Dengan begitu, Indonesia diharapkan tetap mempertahankan sikap atas Laut Cina Selatan berdasarkan ketentuan UNCLOS.

“Kita seharusnya juga konsisten melaksanakan hukum internasional yang sudah kita sepakati,” tuturnya.

Secara teori, wilayah tumpang tindih dapat diatasi dengan provisional arrangement yang diwujudkan melalui pengembangan bersama sebagaimana ketentuan dalam UNCLOS.

“Namun Indonesian tidak punya provisional arrangement atau joint development dengan Vietnam, tetapi pada 9 November kita punya joint development dengan Cina,” ujarnya. Alih-alih dengan Cina, sambung Grace, seharusnya pengembangan bersama dilakukan Indonesia dengan Vietnam atau negara lain yang sedang bersengketa batas wilayah dengan Indonesia.

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

 

Savero Aristia Wienanto

Savero Aristia Wienanto

Bergabung dengan Tempo sejak 2023, alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menaruh minat dalam kajian hak asasi manusia, filsafat Barat, dan biologi evolusioner.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus