Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Isolasi untuk iran ?

Perang teluk antara irak-iran masih berkepanjangan uni soviet & syria nampak tak mendukung iran lagi. arab saudi menuduh iran sebagai biang keladi panasnya kawasan teluk persia karena menolak perundingan.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAYAT terus bergelimpangan di med~an peran~ Iran-Irak, ketika tahun ~1987 berakhir dan perang memasuki tahunnya yang ke-8. Pertempuran hebat selama dua jam terjadi dua pekan lalu, misalnya, di daerah berawa kira-kira 200 km timur laut Basra, Irak. Seperti biasa, kedua pihak menyatakan kemenangan. Seperti biasa, tak seorang pun di luar tahu pasti. Dan seperti biasa, orang di luar bertanya: sampai kapan ini selesai ? Dan untuk apa sebenarnya diteruskan ? Yang tak biasa ialah bahwa dunia akhirnya nampak jemu dan mungkin jijik dengan sengketa yang tak pernah jelas ujung pangkalnya itu yang korbannya mengenai juga bangsa lain. Bahkan Uni Soviet, salah satu pemasok senjata buat Iran, kini secara tegas mengimbau Iran agar segera mengadakan gencatan senjata, menyusul resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB Nomor 598 pada Juli silam, yang mendesak kedua negara itu mengadakan gencatan senjata dan mengakhiri peperangan. Baghdad semula bisa menerima resolusi DK-PBB itu. Tapi Iran bersikeras menampiknya, kecuali kalau resolusi itu juga menegaskan bahwa Irak dinyatakan sebagai agresor -- penyebab pecahnya peperangan. Melihat gelagat ini, Moskow menyadari bahwa memang tak cukup bila hanya Irak yang bersedia berdamai. "Kedua belah pihak lebih baik duduk bersama mengadakan perundingan," ujar Presiden Uni Soviet, Andre Gromyko, bekas menteri luar negeri yang tersohor itu, dua pekan silam. Tak jelas apakah seruan Soviet itu akan diikuti dengan embargo senjata buat Iran. Toh itu satu indikasi bahwa perang itu mulai kehilangan pendukungnya. Juga di sisi lain. Syria -- sekutu terdekat Iran -- meminta Teheran menghentikan operasi militernya yang menyerang negara-negara Teluk dan menghantam kapal-kapal dagang di perairan Teluk Persia. Bahkan Menteri Luar Negeri Syria, Farouq Al-Shara, pekan lalu perlu berkunjung ke Teheran, untuk menegaskan bahwa Syria menentang setiap serangan Iran yang seperti itu. Dalam dua minggu belakangan ini saja, Iran memang tercatat sudah menghantam 13 kapal dagang atau tanker. Dalam waktu yang sama, Irak hanya menyerang hma kapal. Serangan Iran paling akhir terhadap kapal dagang terjadi pada Natal pekan lalu. Sebuah kapal barang milik Korea Selatan, Hyunlai No. 7, terbakar di bagian haluannya kena rudal dari fregat Iran. Kapal berbobot mati 19.000 ton itu mengangkut muatan kayu, dan sedang dalam perjalanan ke Dubai. Pada hari yang sama, kapal perang Iran kembali menghantam tanker berbendera Arab Saudi yang sedang berada di perairan wilayah Uni Emirat Arab. Tak urung sejumlah negara pun ikut terseret dalam perang yang berlarut-larut ini. Diperkirakan sekitar 80 kapal perang blok Barat dan Timur hadir di kawasan itu. Tugasnya: menjaga jalur transportasi minyak dari gangguan rudal. Itu sebabnya raja Arab Saudi, Fahd, kembali melontarkan kecaman keras terhadap Iran. Dalam pidato pembukaan KTT Negara-Negara Teluk yang beranggotakan 6 negara (Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi) di Riyadh, Ahad lalu, penguasa Saudi itu menuduh Iran biang keladi panasnya kawasan Teluk Persia. "Sebab, Iran selalu menolak usaha perdamaian negara-negara Arab dan Islam," katanya. Tentu tak diharapkan Iran akan menggubris kata-kata Fahd, penguasa Saudi yang dimusuhinya, apalagi setelah peristiwa berdarah di Mekah ketika para demonstran Iran di musim haji 1987 ditembaki tentara Arab. Iran memang kian terkucil, dan mungkin akan tercegat embargo senjata secara internasional. Tapi dubesnya di Washington, Rajaie Khorassani, masih melihat peluang. "Kalau punya uang, apa pun bisa dibeli di pasar bebas," katanya Dia benar, tentu. Dan itulah yang menyedihkan. Ahm~ed K~. S~oeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus