Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tragedi menjelang natal

Kapal feri mv dona paz tenggelam setelah ditabrak kapal tanker mt victor di selat tablas, 200 km selatan manila. sekitar 2.000 orang tewas. bantuan penyelamatan terlambat. presiden cory prihatin.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYANYIAN Natal yang berbaur dengan isak tangis terdengar sayup-sayup dari sebuah kapel kecil di kawasan semi industri Manila, Rabu pekan lalu. Di sana, sekitar 300 orang mengadakan misa khusus mendoakan arwah 2.000 penumpang kapal feri MV Dona Paz yan~g bertabrakan dengan kapal tanker MT Victor. Kardinal Sin, yang memimpin misa itu bersama 10 orang paderi, tampak berusaha menghibur jemaatnya yang sebagian besar terdiri dari keluarga para korban. "Janganlah bersedih, karena mereka kini berada di surga. Marilah kita senandungkan Selamat Natal dan Tahun Baru bagi mereka." Dan organ pun berdengung mengiringi lagu itu. Tiba-tiba suara tangis yang menyayat terdengar di sela-sela nyanyian kudus. "Kenapa Papa pergi bersama Mama pada Natal ini?" begitu ratapan Violeta Sabulao Faiyaz, seorang ibu rumah tangga yang kehilangan 6 kerabatnya dalam tragedi memilukan itu. "Apakah ini hadiah Natal bagi kami?" raungnya lagi, lalu tubuhnya ambruk dan pingsan. Sementara itu, sebuah pemandangan menyedihkan terlihat di Kota Batangas, 110 km selatan Manila. Iringan jip, truk, dan bis membawa sekitar 500 tubuh yang sudah membengkak dan hangus terbakar, menuju Kota Manila, untuk dimakamkan dalam penguburan masal. Sampai kini para nelayan dan penjaga pantai sudah memunguti 133 mayat yang semula mengapung di tengah laut dan -- dibantu penduduk setempat -- menguburnya dalam lubang-lubang pasir di sepanjang pantai. "Siang malam tubuh-tubuh yang sudah nembusuk terdampar di sini" kata Johnny Pamilara, ke~pala desa sebuah dusun tepi pantai. Bahkan beberapa di antaranya ada yang tersan~ut di pohon kelapa dan didepan pintu. "Kami sudah melapor ke pihak berwajib, tapi tak ada jawaban," katanya~ kesal.Karena itulah mayat-mayat itu langsung dikuburkan di sana. Tragedi itu terjadi pada Minggu malam, sekitar pukul 22.00 dua ~pekan lalu. Sebuah kapal tanker MT lictor bermuatan 9 ribu barel minyak nenabrak kapal feri tiga tingkat MV Dona Paz, yang dijejali 3.000 penum~ang asal Tadoban, ibukota Provinsi P~ulau Leyte yang akan berhari Natal di Manila. Kedua kapal yang "sama-sana salah memberi kode' itu langsun~g bertubrukan dan terbakar. "Setelah berpusing dua kali, ~apal Dona Paz tenggelam dan me~yedot para penumpangnya ke dasar laut," kata Kapten Barranco. sebagian korban yang hidup langsun~g disambar ikan hiu yang sudah teran~gsang bau darah. Musibah terburuk di dunia yang terjadi di Selat Tablas,200 km selatan Manila -- sejak tengglamnya kapal Titanic tahun 1912, ~ang menelan 1.503 korban -- sebenarnya tak bakal terjadi bila kapal feri bekapasitas 608 penumpang itu tak djejali sampai 3.000 jiwa plus barang bawan berupa kopor dan binatang piliharaan. Kapal bikinan Ryukyu Kaun Kaisha (RKK), Jepang yang dbuat tahun 1963 ini semula bernama The Star Lily. Pada Oktober 1975 pengusaha kapal Filipina membelinya, dan setelah "dipermak", akhirnya kapal berbobot mati 7.215 ton ini jatuh ke tangan The Sulpicio Shipping Lines, pemiliknya kini. "Bagaimana mungkin kapal sekecil itu membawa ~penumpang sebanyak itu?" kata Akinolo Ohta, Kepala seksi perkapalan RKK. Dibandingkan dengan Tampomas 11 -- berbobot mati 2.533 ton -- yang tenggelam ber~sama 600 penumpangnya pada Januari 1982, feri Dona Paz memang pantas disebut ''leti mayat raksasa", seperti yang disindirkan media massa Filipina. Kesalahan pun dijatuhkan kepada pemilik kapal feri MV Dore Paz. Karena administras yang kacau, jumlah penunpang pada malam naas itu tak diketahui. Dari daftar resmi tercatat 1.490 jiwa dari 53 awak kapal. Tapi, "saya kira ada seribu anak-anak tak berkarcis di atas san~a" kata Almario Balanai, salah seorang penumpang ~yang selamat dari maut. Harian Filipina The Star dan Tk Philippines Daily Inquir~ mengungkapkan tingkah para awak kapal yang nonyogok 20 peso (Rp 1.600,0) kepada petugas pelabuha~n, agar kapalnya dapat memuat lebih banyak penunpang. Selain itu, alat pelam~pung -- yang memang sudah berkurang jumlahnya -- tersimpan dalam lemari terkunci sehingga menyebabkan para penumpang tak mampu bertahan hidup, ketika tersedot ke dalam laut bersama tenggelamnya tubuh kapal Don~ Paz. Belum lagi awak kapalnya yang tak t~erlatih melakukan penyelamatan dalam keadlan darurat. Tambahan lagi, pada malam kejadian itu, mereka mabuk setelah menenggak berbotol-botol bir, sementara kapt~en kapalnya asyik menonton video di kamarnya. Tak lancarnya komunikasi juga menyebabkan korban jatuh lebih banyak. Pada pukul 7 Senin pagi -- hampir 9 jam setelah kejadian Min~ggu malam itu-- para pejabat tinggi di Manila ~baru menerima kabar. "Tatkala jarum jam menunjuk ~pukul 14.40 sore~ kami baru dimintai bantuan," ujar ~apten Mary Ellen Jadick, juru bicara wanita di pangka~n Clark. S~etengah jam kumudian, tiga helikopter sulah melayang ke udara. Pad~ahal, pangkalan Clark, bass militer AS Filipina, meniliki satu skuadron penyel~amat dengan nama The 31 st Aerospace Res~cue and Reovery Squadron 8 (ARRS), yang siap 24 jam dengan peralatan serba canggih. Anehnya, tawaran yang diajukan pangkalan AL di Teluk Subic ditolak. "Kata mereka, semuanya sudah bisa diatasi," ujar Joseph Lancaster, juru bicara pangkalan AS itu. Keterangannya buru-buru dibantah oleh Nelson Gonzales, Kepala SAR Pusat Manila. "Ini hanya salah pengertian saja," ujarnya. Tapi seorang sumber militer Barat menyebutkan, semuanya itu terjadi karena, "adanya sikap anti-Amerika yang makin tumbuh di sini," katanya. "Mungkin karena itulah mereka tak mau minta bantuan," ujarnya. Lebih ironis lagi, kondisi kapal-kapal bagi masyarakat kelas tiga memang rawan. "Beberapa di antaranya sudah tua dan tak layak laut, tetapi tetap saja berlayar untuk memenuhi kebutuhan angkutan," kata Kapten Arturo Ilagan, salah seorang anggota Badan Pemeriksa Perhubungan Laut. ~Ringannya sanksi yang dijatuhkan bagi kapalkapal yang tak memiliki i~ni lengkap juga merupakan salah satu sebab mengapa pelanggaran lalu lintas laut di Filipina makin menjadi-jadi. Bayangkan, bagi pemilik kapal yang kedapatan mengoperasikan kapalnya yang tak terdaftar, hanya dikenai denda sebesar 1.000 peso (sekitar Rp 77 ribu). Sementara itu, kapal yang kurang alat perlengkapannya hanya dikenai 200 peso. Lalu bagaimana bila kapal itu ten~ggelam, penumpangnya mati, dan tak punya sertifikat layak laut, seperti Dona Paz ? "Ya, paling-paling kami menjatuhkan denda 200 peso (sekitar Rp 15 ribu)," kata Ilagan. "Ditambah lagi dengan hasil tuntutan para keluarga korban yang menang perkara lewat Jalur pidana atau perdata," kata Ilagan. Presiden Corazon Aquino, "merasa sedih dan terpukul atas tragedi menjelang Natal ini," ujar Teodoro Benigno, juru bicaranya. Dengan amarah, Cory memerintahkan agar musibah tabrakan itu diusut hingga tuntas. "Saya baru merasa puas jika semua yang terlibat diperiksa dan diberi ganjaran setimpal," katanya. Sebuah komisi penyelidik pun dlbentuk untuk keperluan itu, serta "meninjau kembali seluruh peraturan keselamatan". Sikap keras Cory ini disambut sinis oleh seorang pejabat maritim Filipina. Pejabat itu mengharapkan agar pemerintah Filipina, bekerja sama dengan para pengusaha kapal, secara lebih serius memikirkan keselamat~an lalu lintas laut. "Setiap kali terjadi musibah, kita baru ramai membicarakannya, tapi tak ada perbaikan sama sekali," kata pejabat itu. Ucapan ini banyak benarnya. Sebab, The Sulpicio Shipping Lines, pemilik Dona Paz menjanjikan tunjangan yang kurang memadai bagi para keluarga korban. Melalui Carlos Go, manajer umumnya, perusahaan itu menjanjikan, "sesuai dengan peraturan yang ada, kami bersedia memberi tunjangan sebesar 20 ribu peso (Rp 1,5 juta l~ebih) bagi setiap korban." Tunjangan- tunjangan itu hanya bagi penumpang yang tercatat dalam manifes, jumlahnya 1.493 jiwa~. Itu sudah termasuk awak kapal dan anak-anak yang tak be~rkarcis. Padahal, penum~pangnya diperkirakan lebih 2.300 orang, dan kapal itu se~ndiri diasuransikan sebesar 2~ juta peso -- hampir Rp 2 milyar. ~Didi Prambadi, kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus