Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel dan Hamas pada Sabtu, 9 Maret 2025, memberikan sinyalemen kesiapan keduanya bernegosiasi untuk gencatan senjata tahap kedua. Langkah itu dilakukan saat tim mediator mendorong Israel Hamas agar memperpanjang gencatan senjata selama 42 hari yang dimulai pada 19 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamas mengatakan ada sejumlah indikator positif untuk memulai perundingan gencatan senjata kedua. Sedangkan Israel menyebut akan mengirimkan delegasi ke Doha, Qatar, pada Senin, 10 Maret 2025 untuk negosiasi setelah menerima sebuah undangan dari tim mediator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reuters mewartakan delegasi Hamas berkomunikasi dengan Mesir, yang membantu memfasilitas pembicaraan damai Israel Hamas, bersama Qatar. Perundingan gencatan senjata Israel Hamas tahap dua ini diharapkan bisa mengarah pada berakhirnya perang Gaza.
“Kami menegaskan kesiapan kami untuk bernegosiasi dalam pembicaraan gencatan senjata tahap dua untuk memenuhi tuntutan warga Gaza dan kami menyerukan upaya yang intensif dalam pendistribusian bantuan ke Jalur Gaza serta mencabut blockade ke Gaza yang telah membuat warga Gaza menderita,” kata Juru bicara Hamas Abdel-Latif Al-Qanoua.
Sementara itu kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya telah menerima undangan dari tim mediator yang didukung oleh Amerika Serikat. Tel Aviv meyakinkan akan mengirimkan sebuah delegasi ke Doha pada Senin, 10 Maret 2025, dalam upaya Israel mencapai negosiasi tingkat tinggi.
Akan tetapi, saat upaya negosiasi dilakukan, Israel masih melancarkan serangan ke Gaza. Sejumlah sumber di kesehatan Gaza mengatakan dua warga Gaza di Rafah, tewas pada Sabtu kemarin.
UNICEF pada 5 Maret 2025, menegaskan aksi blokade terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza oleh Israel, terutama pasokan medis, akan memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi kesehatan anak-anak Palestina.
UNICEF juga prihatin blokade pasokan medis yang terus berlanjut, termasuk vaksin, berpotensi menyebabkan penangguhan program vaksinasi rutin, sehingga menempatkan anak-anak Gaza pada risiko terjangkit penyakit yang dapat dicegah.