UNI Soviet selesai menyusun anggaran belanjanya untuk 1985. Mereka memperbesar biaya pertahanan 12% dari yang disediakan tahun anggaran 1984. Peningkatan itu mencerminkan reaksi Soviet terhadap ketegangan Timur-Barat yang tak kunjung surut, serta kegagalan Washington dan Moskow menyelenggarakan perundingan pembatasan senjata selama ini. Rencana anggaran belanja Soviet, yang seluruhnya 391 miIyar rubel (US$ 473 milyar), disahkan sidang Majelis Soviet Tertimggi, Selasa pekan lampau Tahun 1985, untuk pertahanan, Moskow menyediakan dana US$ 23 milyar. Ini hampir 5% anggaran belanja negara superpower tersebut. Keputusan Soviet itu mengundang perhatian, karena. selama empat tahun terakhir, baru kali inilah Kremlin memutuskan peningkatan biaya pertahanan. Sungguhpun begitu, jumlah 5% dari anggaran belanja seluruhnya itu agaknya bukan porsi yang sebenarnya. Pihak Barat memperkirakan, untuk keperluan pertahanan, Moskow sebetulnya mengerahkan 15% belanja negara. Pengeluaran militer Rusia memang tak bisa diukur hanya lewat anggaran kementerian pertahanannya. Pengeluaran yang bersifat nonbudgeter diduga cukup besar. Di samping itu, dana untuk keperluan pertahanan juga dialokasikan di kementerian lain. Pada industri berat, misalnya, 60% kegiatannya ditujukan buat pembangunan militer. Tampaknya, tindakan Soviet ini juga dipengaruhi oleh terpilihnya kembali Ronald Reagan sebagai presiden Amerika Serikat awal November lalu. Sebab, kebijaksanaan militer pemerintahan Reagan selama ini telah membuat Moskow begitu cemas. Menurut menteri keuangan Soviet, Vasily F. Garbuzov, yang mengumumkan anggaran ini, Soviet tak dimabuk superioritas di bidang militer. "Tapi," ujarnya, "kami tak mau perimbangan persenjataan jadi terganggu." Moskow sekaligus menuduh bahwa AS terus bekerja keras membuat militernya unggul. Masalah ini tentu akan membayang-bayangi niat kedua negara superpower itu untuk menegakkan kembali perundingan persenjataan, tahun depan. Pembicaraan akan diawali oleh pertemuan menlu AS George Shultz dan menlu Soviet Andrei Gromyko di Jenewa, Swiss, pada Senin pertama 1985. Mereka akan merumuskan ketentuan dasar dan agenda perundingan keseluruhan. Tapi tak banyak orang berharap akan lahirnya kemaJuan berarti dari perundingan itu nanti. Menlu Inggris Sir Geoffrey Howe menyebutnya, "Akan jadi urusan berlarut-larut dan membutuhkan kesabaran kita semua." Washington sendiri rupanya belum yakin betul akan kesungguhan Soviet, dan dengan sangat berhati-hati menyebut perundingan ini sebagai "negosiasi baru". AS mungkin punya firasat bahwa Moskow tak akan begitu saja mau meneruskan perundingan, setelah pembicaraan tentang senjata strategis (START) dan peluru kendali jarak sedang (INF) macet akibat Soviet meninggalkan pertemuan setahun berselang. Setelah itu, Kremlin menyatakan berkali-kali, tak akan kembali ke meja perundingan, kecuali jika peluru kendali Pershing II dan Cruise yang dipasang AS di Eropa - yang tahun ini saja hampir 100 buah - dibongkar. Sementara itu, Soviet, yang kini bersedia bicara lagi, sudah pula memasang hampir 100 peluru kendali SS-20. Siapa otak di belakang rencana pertahanan Soviet sekarang ini? Pengamat melihat Grigory Romanov, 61, anggota Politbiro, yang dipandang sebagai penganut "garis keras" dalam menghadapi Barat. Sebagai kepala perencanaan pertahanan di sekretariat PKUS Romanov diduga berperan sebagai "menteri pertahanan" sejak sakitnya Marsekal Dimitri F. Ustinov, 76, akhir September lalu. Romanov adalah saingan terdekat Mikail Gorbachev, 53, orang kedua di Kremlin, dalam mewarisi kepemimpinan Soviet bila Presiden Konstantin Chernenko tak ada lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini