Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jalan buntu di jenewa

Perundingan penarikan tentara pendudukan Uni Soviet dari Afghanistan macet. AS khawatir pihak Soviet tak jadi menarik pasukannya dari kawasan Afghanistan. Soviet kurang yakin kemampuan najibullah.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI depan Afghanistan menemui jalan buntu. Perundingan di Gedung PBB Jenewa guna membicarakan penarikan tentara pendudukan Soviet, yang mestinya Selasa pekan depan sudah harus diteken belum mendekati perumusan final. Bahkan Minggu pekan ini, delegasi Pakistan yang diketuai oleh Menteri Negara Urusan Luar Negeri Zain Noorani menolak duduk dalam satu ruangan dengan lawan bicaranya, utusan Afghanistan yang dipimpin Menlu Abdul Wakil. "Kami anggap pembentukan pemerintahan intern Afghanistan sama pentingnya dengan penandatanganan perjanjian itu," tutur Noorani sekembalinya dari Islamabad untuk berunding dengan pemerintah Pakistan beserta para pemimpin kelompok oposisi. Pakistan memang sangat berkepentingan untuk terbentuknya satu pemerintahan Afghanistan yang bisa diterima oleh pihak Mujahidin. Ribuan gerilyawan Islam Afghanistan kini berdiam di Pakistan. Mereka baru mau kembali bila pemerintahan negerinya segaris dengan mereka. Perundingan membahas masalah penarikan mundur tentara Uni Soviet, yang diprakarsai oleh Diego Cordovez dari PBB, dimulai Rabu pekan lalu. Pada mulanya, menampakkan titik terang. Dalam waktu hanya sehari disepakati penarikan sekitar 115.000 tentara Soviet dari Afghanistan selama 9 bulan. Kesepakatan yang tak terduga itu membuat Noorani optimistis mengusulkan lagi dua hal yang lain. Yakni, penyelesaian nasib 200.000 Mujahidin, dan pelarian Afghanistan. Tapi perundingan yang sudah dirintis dari 1981 itu kandas. Pakistan bersikeras mengusulkan dibentuknya "pemerintahan transisi". Artinya, pemerintahan Presiden Najibullah Ahmadzai dukungan Uni Soviet yang sekarang tak lalu terus memerintah setelah tentara Soviet ditarik. Usul Pakistan memang merupakan hasil godokan mereka dengan tujuh kelompok Mujahidin yang bermarkas di Islamabad. Kongkretnya usul itu berupa dibentuknya "pemerintahan koalisi" yang terdiri atas 14 menteri Mujahidin: 7 wakil pengungsi yang kini tinggal di Pakistan, dan 7 warga Afghanistan nonkomunis yang kini menetap di Kabul. Jika pihak Pakistan mendukung bentuk pemerintahan peralihan itu, karena mereka khawatir, bila pemerintahan Najibullah yang memerintah, kelompok gerilyawan Mujahidin akan tetap melakukan perlawanan. Selain itu, besar kemungkinan 3 juta pengungsi Afghanistan yang bermukim di Pakistan enggan pulang, meski tentara Soviet tiada lagi. Tentu saja syarat itu ditolak mentah-mentah oleh pihak Afghanistan yang merupakan wakil pemerintahan Najibullah. Kecuali soal tersebut, juga belum ditemukan kesepakatan tentang cara penarikan separuh tentara Soviet, bila separuhnya telah ditarik kembali. Pihak Afghanistan menginginkan agar tentara Soviet tetap tinggal selama enam bulan berikutnya, baru kemudian berangsur-angsur ditarik. Sementara itu, Pakistan mengusulkan agar pasukan Soviet ditarik habis dalam enam bulan itu. Negara tetangga Afghanistan ini memang mulai kerepotan dengan pengungsi Afghanistan. Yang juga memojokkan ke jalan buntu perundingan ini adalah sikap Washington. Semula AS mendukung dibentuknya "pemerintahan koalisi". Mendadak, negeri superkuat ini berubah sikap. Dalam pertemuannya dengan Presiden Zia Ul Haq pekan lalu, pembantu Menlu Michael Armacost menjelaskan keberatan AS. Katanya, Menlu George Shultz khawatir, "pihak Moskow tak jadi menarik pasukannya dari kawasan Afghanistan." Alasan itu tak sama sekali mengada-ada. Uni Soviet selama ini masih kurang yakin kemampuan pemerintah Afghanistan untuk menanggulangi perang saudara, bila tak didukung tentara Uni Soviet. Jalan buntu itu tampaknya sulit terhindarkan. Didi Prambadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus