Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang kota sudah meletus

Irak menggempur teheran & qom di iran dengan rudal jarak jauh. iran menuduh uni soviet sebagai pemasok rudal ke irak, tapi dibantah. muncul demonstrasi di teheran memprotes uni soviet. perang teluk makin gawat.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GLEGER.... Malam itu Teheran kontan panik. Beberapa bangunan megah di pusat ibu kota Iran itu tiba-tiba berantakan, dan ratusan kaca jendela pecah. Puluhan manusia terimpit di antara reruntuhan puing. "Allahu Akbar, Allahu Akbar," rintih puluhan korban lainnya yang tak langsung kehilangan nyawa. Belum lagi para petugas selesai membersihkan reruntuhan dan mengurus para korban, beberapa jam kemudian di Senin malam pekan lalu itu, 9 rudal serupa kembali menghunjam dan meledak di Teheran, seberapa gedung bergetar, lalu rontok. Gedung Kedutaan Besar RI termasuk yang ikut terguncang, tapi kabarnya cuma mengalami sedikit kerusakan. Membawa korban atau tidak, hadiah akhir bulan dari Irak itu sungguh mengejutkan. Bukan cuma bagi Iran, tapi juga dunia internasional. Inilah pertama kali Irak setelah 8 tahun berperang melawan Iran, menggunakan rudal jarak jauh. Menurut pernyataan resmi Irak, rudal-rudal itu menghunjam Teheran dengan kekuatan dahsyat dan tepat mengenai sasaran. Padahal, jarak Baghdad-Teheran sekitar 675 km. Dan selama ini Negeri Seribu Satu Malam itu tak diketahui menyimpan mainan berbahaya yang bisa terbang ratusan kilometer. Jadi, dari mana datangnya rudal Irak? Menurut kantor berita Irak INA, "Rudal itu didesain dan dibuat oleh rakyat Irak sendiri sebagai hadiah kepada pemimpin Irak," -- maksudnya Presiden Saddam Hussein. Rudal itu diberi nama Imam al-Hussein, nama salah seorang cucu Nabi Muhammad. Dan tentulah daya jangkaunya lebih dari 650 km. Irak rupanya sampai pada batas kesabaran. Selama ini gempuran dari pihak Iran memang tak kunjung reda. Menurut juru bicara militer Irak, serangan rudal jarak jauh tersebut untuk menekan para penguasa di Teheran yang berusaha meneruskan agresi. Yakni agar Iran mengerti bahwa bagi Irak, dengan memiliki rudal jarak jauh berarti kemenangan sudah di tangan, kata juru bicara itu. Syukur-syukur Iran, demikian militer Irak berharap, mau menerima resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 598. Yaitu resolusi yang memerintahkan gencatan senjata bagi Perang Iran-Irak. Setidaknya, untuk mengingatkan dunia tentang perlunya upaya diplomatik besar-besaran untuk menghentikan perang. Tapi bisakah Iran, yang percaya benar perang melawan Irak sebagai perang suci, digertak? Beberapa waktu setelah Teheran digempur, kantor berita Republik Islam Iran (Irna ) balik mengancam. "Para pejuang Islam di Teheran tak akan tinggal diam. Iran akan membuktikan siapa sebenarnya lebih kuat." Maka, Selasa pekan lalu, ganti kota pelabuhan Basra dihujani peluru meriam oleh Iran. Disusul esok harinya kompleks perkantoran pemerintah di Baghdad dihantam rudal. Dan sasaran-sasaran militer di kota Seribu Satu Malam itu pun dihujani roket. Kali ini Irak tampaknya memang marah atau justru semuanya sudah diperhitungkan dengan cermat. Sebuah roket diluncurkan dengan tujuan kota suci Qom. Memang tak ada korban jiwa. Tapi inilah pertama kali Irak menyerang kota suci kaum Syiah, tempat lahirnya Revolusi Islam di Iran. Ini memang tindakan yang mengandung risiko. Bayangkan bila orang-orang Syiah di Irak tersinggung karenanya. Yang menarik, di balik ketegaran suara Pengawal Revolusi, rupanya pihak Iran keder juga menyadari bahwa musuhnya memiliki rudal jarak jauh. Dan mereka tak percaya bahwa rudal Irak itu hasil tangan "anak-anak Saddam Hussein". Para penguasa di Teheran langsung menuduh Uni Soviet sebagai pemasok rudal ke Irak. Selasa lalu, Deputi Menteri Luar Negeri Iran Hossein Sheihkoleslam memanggil Duta Besar Uni Soviet di Teheran, Vladimir Gudev. Sheikholeslam menyampaikan protes agar peme- rintah Rusia memberi penjelasan resmi kepada Teheran. Yakni sehubungan ditemukannya bukti-bukti bahwa rudal jarak jauh Irak yang menelan korban puluhan jiwa penduduk sipil Teheran adalah buatan Soviet. Tentu, Soviet menyangkal. Sementara itu, di Minggu pekan ini meledak demonstrasi di Teheran. Kedubes Soviet di kota itu dilempari batu. Para demonstran juga mencoba menyalakan api. Mereka marah setelah mendengar bahwa rudal yang menggempur Teheran buatan Soviet. Dan biasa, kalau kemudian Iran pun menuduh Amerika dan sekutunya di Eropa Barat, ikut mendorong Irak menggunakan rudal jarak jauh. Sebab, sepekan sebelum perang kota antara Irak dan Iran meletus, sebuah tim dari AS mengunjungi Baghdad. Resminya, kunjungan itu untuk membicarakan soal ancaman pesawat tempur Irak terhadap armada perang AS di perairan Teluk Persia. Beberapa hari kemudian seorang pejabat tinggi dari kementerian luar negeri Inggris pun tiba di Baghdad untuk membicarakan hubungan bilateral dan Perang Teluk. Benar atau tidak tuduhan pihak Iran yang disiarkan oleh Irna itu, menurut Patrick Tyler, pengamat Perang Teluk dari koran Washington Post, AS memang gagal. Yakni gagal meminta Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi embargo senjata terhadap Iran, dalam sidangnya bulan lalu. Kegagalan itu karena wakil Uni Soviet dan RRC menentang usul AS tersebut. Bagi rezim Baath di Baghdad, kegagalan AS itu berarti Perang Teluk semakin tak tentu kapan berakhirnya. Padahal, perang itu telah merunyamkan ekonomi Irak. Karena itulah, kata Tyler, Irak lalu menempuh caranya sendiri guna mempercepat selesainya perang. Sementara itu, di balik keterkejutan Iran, sebenarnya ada rasa syukur pula. Yaitu setelah para penguasa di Teheran gagal mengerahkan gelombang manusia untuk menggempur Irak. Kegagalan serangan Karbala, tahun lalu, yang melibatkan 200.000 manusia untuk menguasai Kota Basra, hanya membuahkan ribuan jenazah di medan tempur. Itu membuat rakyat Iran ogah mengulang pengalaman keji itu. Kini, setelah Irak membuka jurus baru dengan rudal jarak jauh, seperti membuat Iran merasa sah bila menempuh cara yang sama: menggempur kota musuh dari jarak jauh. Kini semakin tak jelas kapan Perang Iran-Irak usai. Itu sebabnya bila para pengusaha Jepang di Teheran merencanakan pulang kandang pekan ini. Prg.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus