Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jalan buntu untuk pemilu

Perundingan para pemimpin afrika selatan untuk menyiapkan pemilu gagal. perang saudara akan meletus bila tak ada penengah internasional.

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI rakyat Afrika Selatan, hitam atau putih, masa depan adalah sebuah ketidakpastian. Mereka sudah tak yakin lagi pada perundingan para pemimpin yang sedang berlangsung. Sbongile Mabaso dan Eunice Mngadi, dua wanita penduduk dusun Sonkombo di Provinsi Natal, lebih suka meratapi dan memikirkan rumahnya yang dibakar habis pendukung partai Inkatha. Garry Ellerbeck, seorang konsultan bisnis berkulit putih, juga sama bimbangnya. Ia ragu apakah orang-orang hitam mampu memerintah negeri yang sudah membelenggunya selama 300 tahun itu. Segala keraguan itu seolah mendapat pengesahan ketika kabar akhirnya merebak: perundingan sudah gagal. Padahal suasana sudah dibuat sedemikian rupa agar kepala lebih dingin. Meja perundingan diletakkan di alam terbuka, di tengah pepohonan Taman Nasional Kruger diselingi suara raungan singa di kejauhan yang sesekali terdengar. Itu semua ternyata tak cukup untuk membuat Presiden De Klerk, Ketua Kongres Nasional Afrika (ANC) Nelson Mandela, Pemimpin Partai Kebebasan Inkatha Mangusuthu Buthelezi, dan Raja Zulu Goodwill Zwelithini mencapai kesepakatan. Perundingan mereka, untuk mencari jalan agar pemilihan umum yang dijadwalkan berlangsung akhir bulan ini bisa berjalan di seluruh negeri, bubar tanpa hasil. Semua pihak ternyata saling menolak usulan masing-masing. Raja Zulu Zwelithini, misalnya, menginginkan sebuah kerajaan yang berdiri sendiri. Punya pajak sendiri, punya tentara sendiri yang terpisah dari Republik Afrika Selatan. Sedangkan Nelson Mandela, yang yakin akan memenangkan pemilu dan menjadi presiden bulan depan, menawarkan status pada Zwelithini sebagai raja pemerintah daerah. Ia boleh punya pasukan, tapi itu hanya penjaga keamanan. Tak ada kesepakatan antara Zwelithini dan Mandela yang juga didukung Presiden De Klerk. Maka, Raja Zwelithini mengancam, "Pengikut saya tak akan ikut memilih." Demikian pula dengan Mangosuthu Buthelezi. Pemimpin partai Inkatha menginginkan penundaan pemilu agar ia lebih siap. Sejak awal Inkatha menyatakan akan memboikot pemilu. Itu sebabnya mereka tak bersiap dan berkampanye. Ketika akhirnya Inkatha bersedia dibujuk untuk ikut pemilu, mereka melontarkan syarat agar pelaksanaannya ditunda. Paling tidak di wilayah Provinsi Natal yang menjadi basis mereka. Mandela dan De Klerk ternyata bergeming. "Jadwal tak bisa diganggu lagi, kami tak bisa menunda kemerdekaan," kata Mandela di akhir konferensi. Banyak pihak menilai Zwelithini dan Buthelezi sebenarnya punya tujuan sama, menjaga status quo agar wilayah KwaZulu- Natal tak dikutak-katik. Dan mereka dapat mempertahankan kekuasaan. Mandela dari awal menginginkan sebuah pemerintahan pusat yang kuat, bahkan boleh dikatakan berbau otoriter, tanpa mempedulikan kondisi Afrika Selatan yang punya beragam etnik. Pada pekan-pekan terakhir perundingan penyusunan konstitusi, pendukung-pendukung Mandela berhasil menggusur berbagai rumusan yang mestinya akan berfungsi sebagai alat kontrol untuk pemerintah baru nanti. Yang paling mencolok adalah berhasilnya ANC memaksakan sebuah peraturan bahwa Mahkamah Agung Afrika Selatan nantinya diangkat oleh presiden. Inilah yang dikhawatirkan lawan-lawan ANC, Mahkamah Agung yang ini bakal mencabut berbagai konsesi otonomi yang saat ini diberikan jika ANC berkuasa kelak. Kebuntuan ini agaknya bakal sulit dipecahkan. Perang saudara agaknya tak terelakkan. Ketegangan begitu mencekam. Keadaan darurat yang sudah diberlakukan di Provinsi Natal pun tak mampu membuat bunuh-membunuh mereda. Sejak keadaan darurat diterapkan dua pekan lalu, sekitar 150 orang tewas sebagai korban tawuran antara pendukung Inkatha dan ANC. Semua orang juga sudah siap dengan keadaan yang lebih buruk. Hampir semua orang kulit putih mengantongi senjata. Sopir taksi yang membawa wartawan TEMPO di Johannesburg, misalnya, dengan tenang menunjukkan sebuah pistol kaliber 38 spesial di laci mobilnya. "Anda aman bersama saya," tuturnya. Kamar dagang dan industri Afrika Selatan juga menyebar selebaran pada 40 ribu anggotanya untuk menimbun makanan kaleng, air minum, dan lilin. Sebagian yang tak cukup punya nyali, tapi punya cukup uang, sudah pergi dari bumi yang bakal menjadi ajang bantai-membantai itu. Antrean panjang terlihat di bagian visa Kedutaan Amerika Serikat. Tujuan favorit lain adalah Selandia Baru dan Australia. Udara Afrika Selatan betul-betul terasa pengap oleh hawa kekerasan. Jalan-jalan di Kota Johannesburg, misalnya, menjadi sedemikian sunyi dan gelap pada malam hari. Mengendarai mobil pun tak aman, bisa sewaktu-waktu dicegat dan dikeroyok. Pada siang hari suasana berubah total menjadi hiruk-pikuk dengan demonstrasi yang dalam hitungan detik bisa tiba-tiba berubah menjadi kerusuhan yang tidak jarang mencabut nyawa. Afrika Selatan tampaknya memang belum siap menghadapi sebuah perubahan yang sangat besar. Satu-satunya jalan yang masih tersisa adalah meminta kehadiran penengah internasional. Kehadiran mediator diharapkan dapat mendinginkan kepala semua pihak dan merumuskan konsitusi baru atau jalan keluar lain yang lebih adil. Dengan cara inilah perang saudara yang sudah di ambang pintu ini bisa dihindari. Untungnya, pihak yang bersengketa juga menyadari hal ini dan mencantumkan perlunya kehadiran mediator internasional dalam dokumen hasil perundingan yang gagal itu.Yuli Ismartono (Johannesburg) & YH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum