BAK negeri tak bertuan. Bukan hanya karena presidennya, Juvenal Habyarimana, tewas pekan lalu. Tapi situasi di Kigali, ibu kotanya, memang tak terkendali. Pertempuran sporadis terjadi di berbagai bagian kota. Negeri itu kini dilanda perang antar-etnis, antara suku Hutu dan Tutsi.Presiden Rwanda tewas bersama Presiden Burundi, Cyprien Ntaryamira, Rabu pekan lalu, ketika pesawat yang mereka tumpangi dihantam roket pada saat hendak mendarat di ibu kota Rwanda. Ironisnya, kedua presiden itu tewas ketikakembali dari perundingan damai di Tanzania untuk membahas konflik antarsuku di Burundi -- juga antara Hutu dan Tutsi.Tak diketahui, siapa yang menghantamkan roket ke pesawat dan menewaskan dua presiden itu. Namun, tentara Rwanda, yang didominasi suku Hutu, mencurigai orang Tutsi sebagai pelakunya. Logikanya sederhana: kedua presiden yang terbunuh itu berasal dari suku Hutu. Selain itu, kedua negara yang bertetangga ini punya masalah yang sama: dirundung konflik antara suku Hutu dan Tutsi.Maka, pasukan pengawal presiden, yang terdiri atas orang Hutu, melakukan aksi balas dendam. Kamis pekan lalu, mereka membunuh Perdana Menteri Rwanda, Agathe Uwilingiyimana. Mereka juga menangkap tiga menteri yang berasal dari partai oposisi. Pasukan yang setia kepada presiden itu menuduh mereka ini berkomplot dengan gerilyawan Tutsi untuk menggulingkan Presiden Habyarimana.Sejak merdeka dari Belgia, tahun 1962, Rwanda memang selalu diwarnai konflik etnis antara kedua suku tadi. Suku mayoritas Hutu (85% penduduk) menguasai pemerintahan. Kerusuhan sering terjadi di antara kedua suku ini, yang membuat sebagian besar orang Tutsi mengungsi ke Uganda di utara. Pada Oktober 1990,orang Tutsi yang menguasai daerah perbatasan di utara mendirikan Rwanda Patriotic Front (RPF) dan mengobarkan perang melawan pemerintah Rwanda. Perang yang terjadi selama empat tahun ini baru berakhir setelah ada kesepakatan damai di Arustha, Tanzania, Agustus tahun lalu.Namun, konflik antar-etnis itu tampaknya sulit diredam. Pekan lalu, gedung parlemen yang menjadi markas RPF di Kigali diserbu pasukan pengawal presiden. Tindakan ini membuat para pemimpin gerilyawan itu berang. Menurut juru bicara RPF, kelompok itu akan mengirim ribuan bantuan ke Kigali untuk memperkuat rekan- rekan mereka di ibu kota.Namun, aksi balas dendam pasukan pengawal presiden rupanya tanpa ampun. Pasukan perdamaian PBB yang ada di Kigali tak luput jadi sasaran ketika melindungi orang Tutsi. Pekan lalu, sepuluh tentara Belgia yang berusahamelindungi PM Uwilingiyimana dilucuti dan ditembak mati. Maka, pemerintah Belgia dan Prancis pekan lalu mengirim sekitar 1.000 pasukan untuk melindungi dan menyelamatkan warga negaranya di Kigali.Dikhawatirkan, konflik etnis di Rwanda ini, kalau tak teratasi, akan menjadi-jadi sampai ke negara tetangganya, Burundi. Apalagi akhir bulan lalu di Burundi sudah terjadi bentrok antara suku Hutu dan Tutsi. Pemicunya, suku Tutsi yang menguasai militer milik pemerintah dituduh telah menembaki milisiHutu. Diberitakan, 2.000 orang tewas dalam bentrokan itu.Maka, Dewan Keamanan PBB segera mengeluarkan ancaman. Pihak yang bertikai diminta menahan diri. Kalau tidak, pasukan PBB akan ditarik dari Rwanda. Jika ini terjadi, negeri itu akan menjadi Somalia kedua, ajang perang saudara.Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini