Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA kado istimewa dari Presiden Evo Morales untuk rakyat Bolivia. Hari itu, Hari Buruh Internasional, 1 Mei pekan lalu, putra asli Indian ini muncul- secara simbolis. Dan di ta-ngan-nya, sebuah dekrit, se-buah bingkisan yang di-ukir de-ngan tulisan Nacionali-zado, Propiedad de los Bolivianos (Nasionalisasi, Milik Rakyat Bolivia).
Di alun-alun utama Ibu Kota La Paz, Morales berdiri di depan ribuan rakyatnya, mengumumkan nasionalisasi- 20 perusahaan gas asing di santero Bolivia. Ia mengirim- serdadu militer Bolivia menduduki ladang gas alam, berbekal senjata di tangan dan spanduk putih bertulisan mantra ”Nasionalisasi”. Spanduk itu digantung serdadu Bolivia di setiap instalasi gas milik perusahaan asing.
Penempatan pasukan untuk- mengawal semua ladang gas, penyulingan minyak, dan salur-an pipa sebagai simbol bahwa instalasi itu seka-rang milik negara Bolivia. ”Ini baru permulaan, besok atau lusa (nasionalisasi) akan merambah ke pertambangan, lalu ke sektor kehutanan, dan akhirnya semua sumber alam yang diperjuangkan nenek moyang kita,” ujar Morales.
Inilah pelaksanaan sum-pah Morales sebagai anak su-ku bangsa asli Bolivia untuk- menasionalisasi sektor hidro-kar-bon (minyak dan gas). Sum-pah ini pula yang ia jual dalam kampanye pemilihan pre-si-den pada Desember tahun lalu. Hasilnya, Moraleslah orang Indian pertama yang men-jabat presiden di santero Ame-rika Latin.
Kini, untuk mengaman-kan sumpahnya, Morales me-nge-rahkan militer untuk menjaga 50 fa-silitas gas dan minyak agar berjalan nor-mal setelah dekrit dilaksanakan. Ber-dasarkan dekrit itu, dalam 180 hari per-usahaan asing harus meneken kontrak ba-ru dengan perusahaan minyak milik ne-gara, Yacimientos Petroliferos Fiscales Bolivianos (YPFB).
Dengan kontrak baru ini pemerintah- Bolivia akan menerima 82 persen, sedang-kan perusahaan asing cukup 18 persen. Hasilnya, penerimaan pemerin-tah akan melonjak menjadi US$ 780 juta tahun depan, enam kali lipat diban-ding penerimaan pada 2002. Selama ini rak-yat Bolivia hanya menerima remah-remah hasil ekspor minyak dan gas. ”Ji-ka (perusahan asing) tak setuju, mereka bo-leh pergi,” ujar Menteri Energi An-dres Soliz.
Bolivia merupakan negara Amerika Se-latan paling miskin tapi punya- cadang-an gas terbesar, setelah Venezuela di Amerika Selatan: 1,529 miliar meter kubik atau senilai US$ 70 miliar. Sebagian besar gas Bolivia diekspor ke Brasil dan Argentina. Sejak 10 tahun lalu perusahaan -asing menginvestasikan sekitar US$ 3 miliar, kebanyakan dalam eksplorasi. Maklum, YPFB tak mampu membiayai eksplorasi ladang gas.
Sekitar 20 perusahaan asing- akan dilibas dampak nasionalisasi, termasuk- Petrobras, perusahaan mi-nyak- Brasil yang mengontrol 45 persen ladang gas Boli-via. Selain itu ada perusahaan patungan Spanyol-Argentina Repson YPF, perusahaan Prancis Total, perusahaan Inggris British Gas, dan per-usahaan minyak Amerika Serikat ExxonMobil. Menurut analis industri, per-usahaan minyak akan setuju membuat perjanjian ulang, meski prospek keuntungannya rendah.
Toh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva gusar mendengar keputusan Morales. Tapi ia yakin akan ada kesepakatan dengan pe-merintah Bolivia soal harga gas yang dibicarakan pada Kamis pekan lalu dalam pertemuan dengan Presiden Morales, Presiden Argentina Nestor Kirchner, dan Presiden Venezuela Hugo Chavez sebagai mediator.
Nasionalisasi sektor gas dan minyak Bolivia sejati-nya merupakan perlawanan pemerintah kiri terhadap tekanan ekonomi pasar bebas dengan paham neoliberal-nya yang diusung Amerika Serikat. Tiga pendekar kiri, Fidel Castro, Hugo Chavez, Evo Morales, kini berada di barisan terdepan. Ketiganya menandatangani perjanjian dagang di Havana sehari sebelum Morales mengumumkan nasionalisasi.
Di Caracas, Venezuela, Chavez menyambut: ”Bolivia akan memulihkan kedaulatannya.” Di kota miskin El Alto, Bolivia, seorang dukun Indian tenggelam dalam asap dupa, dan daun coca dalam upacara tradisional. Ritual itu sebagai ucapan terima kasih atas dekrit Morales untuk menasionalisasi ladang minyak dan gas dari per-usahaan asing. ”Ini akan membawa kemakmuran bagi rakyat kami,” ujar sang dukun.
Raihul Fadjri (Houston Chronicle, LA Times, NY Times, AP, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo