Banyak kendala yang dihadapi ekspor komoditi non-migas. Pacific Trade Center memecahkan sebagian masalah itu dan menyibakkan jalan pintas untuk memasuki pasar Amerika Serikat. NON-MIGAS. Alangkah merdunya kata itu kini terdengar. Ketika harga minyak bumi terus merosot jatuh dari hari ke hari. Dan kita tak ingin lagi mendengar hal-hal yang membuat nyali kita makin ciut. Cukup sudah sabar menanti perbaikan harga minyak dan peningkatan permintaan. Pada akhirnya, langkah nyata untuk menghasilkan devisa memang tak bisa ditunggu sambil berpangku tangan. Komoditi non-migas sebenarnya sudah cukup lama naik daun. Dari kemarin dulu hingga sekarang, bicara kita tentang ihwal yang satu ini tampaknya memang lebih banyak daripada hasil yang kita peroleh. Kenyataannya, mengekspor komoditi non-migas memanglah tak semudah membalik telapak tangan. Menteri Perdagangan Rahmat Saleh dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR bulan Februari yang lalu menyatakan bahwa Pemerintah dewasa ini sedang mempersiapkan bentuk-bentuk bantuan dan fasilitas kepada para eksportir agar dapat bersaing di pasaran luar negeri. Fasilitas itu, dikatakannya, tidak akan bertentangan dengan ketentuan GATT (General Agreement on Tariff and Trade) maupun Codes on Subsidies and Countervailing Duties. Pemerintah Indonesia dalam perjanjiannya dengan Pemerintah Amerika Serikat telah menyetujui untuk berangsur-angsur menghapus macam-macam subsidi ekspor yang diberikan secara langsung kepada eksportir. Tetapi, mengapa Pemerintah masih harus turun tangan dalam hal ini? Sejak 1970-an Indonesia berkenalan dengan teknologi baru yang cepat mengangkat industri dan produktivitas. Sementara pasar dalam negeri -- karena rendahnya tingkat pendapatan perkapita -- tak mampu menyerap produksi yang terus meningkat, maka pasar luar negeri pun mulai dikembangkan. Ke mana pun pasar dicari. Bahkan sampai ke negeri Cina. Terbatasnya pengalaman memasarkan di pasar internasional, kurang canggihnya metoda pemasaran yang dipakai, serta sering kurang mampunya pengusaha kita memenuhi tuntutan kualitas maupun kuantitas penyerahan barang, merupakan sebagaian faktor yang mengganggu kelancaran ekspor. Ketatnya persaingan di pasar internasional ditambah lagi dengan semangat proteksionisme yang melanda beberapa pasar, merupakan dilema baru bagi pengusaha Indonesia dalam melaksanakan ekspor. Menyadari adanya kendala-kendala itulah, maka Pemerintah yang juga berkepentingan dalam usaha mendapatkan devisa lalu menawarkan berbagai jenis bantuan. Fasilitas-fasilitas yang tidak bertentangan dengan GATT itu, menurut Rachmat Saleh, adalah: asuransi ekspor, bantuan biaya promosi dan penerobosan pasar, survei pasar, usaha-usaha untuk menemukan pembeli di luar negeri, serta konsultasi manajemen stok dan pengendalian mutu barang ekspor. Usaha-usaha promosi antara lain telah dilakukan oleh BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional) yang mengikutsertakan pengusaha-pengusaha Indonesia dalam berbagai eksibisi dagang internasional. Belum lagi forum-forum dagang yang dipimpin langsung oleh beberapa menteri. Harus juga diperhitungkan peran para atase perdagangan dan 10 pusat promosi perdagangan Indonesia di beberapa pusat pemasaran dunia. Tetapi, apakah semua itu sudah cukup? Beluuum! Jawab serentak para eksportir. Menteri Rachmat Saleh pun mengundang keikutsertaan swasta. Gubernur Bank Indonesia, Arifin Siregar, juga meminta agar swasta menggali usaha-usaha baru yang bisa dikembangkan untuk menggalakkan eksportir komoditi non-migas. Mochtar Riady, Chief Executive Director, Bank Central Asia, adalah salah seorang wirausahawan yang dengan cepat menjawab tantangan itu. "Sebelumnya saya sendiri sudah sejak lama mengikuti perkembangan ekspor komoditi non-migas ini, terutama setelah pasaran minyak dan gas bumi melemah sejak 1983," kata Mochtar. "Ketika mempersiapkan pembukaan cabang BCA di New York tahun lalu, saya semakin serius. Dengan imbauan Pak Rachmat Saleh, saya merasa tak perlu menunggu lebih lama." Pengamatan Mochtar itu sudah bermula sejak 1970-an, ketika Jepang membanjirkan barang-barangnya ke pasar Amerika. Pasar memang cukup lengang ketika itu untuk jenis barang yang dibanjirkan dari Jepang. "Sekarang kita tak dapat lagi melakukan hal semacam itu. Ke sana ke mari kita di cegat kuota," kata Mochtar. "Lalu saya berpikir sudah waktunya kita beralih dari memproduksi basic items ke produksi yang memanfaatkan value added. Sekalipun tekanannya tetap pada industri yang padat karya, tetapi sebaiknya kita tidak lagi hanya mengekspor jeans yang harganya 50 dolar selusin, melainkan bahkan celana bermutu yang 50 dolar sepotong. Bukan sekadar garment, melainkan high fashion garment." BCA lalu mendirikan sebuah badan yang diberi nama Pacific Trade Center (PTC) di New York sebagai fasilitator ekspor komoditi non-migas dari Indonesia. "PTC adalah jawaban yang saya temukan setelah mengidentifikasikan seluruh masalahnya secara tuntas, baik dari kepentingan eksportir di Indonesia, maupun dari kepentingan pembeli di Amerika," kata Mochtar Riady. PTC memang diselenggarakan untuk memasuki dan mengembangkan pasar tunggal -- Amerika Serikat. "Kami sengaja tidak memaksudkannya untuk melayani multi market, " kata Barry G. Lesmana, Marketing Senior Manager PTC. "Dengan fokus pasar Amerika Serikat kami justru mengharap hasil yang lebih mantap ." Pilihan pasar Amerika Serikat, seperti kata Barry itu, tentu saja adalah pilihan yang cerdik. Dengan penduduk 230 juta dan pendapatan perkapita per tahun sebesar 11.000 dolar, Amerika Serikat praktis merupakan pasar paling potensial di dunia. "Di samping sistem ekonominya liberal dan terbuka, Amerika Serikat merupakan pasar dengan konfigurasi yang sangat beragam," kata Frans Seda, seorang pengusaha pakaian jadi yang banyak mengekspor ke Amerika Serikat. Konfigurasi pasar yang dimaksud Frans Seda itu adalah banyaknya segmen antara konsumen terkaya dan termiskin, banyaknya suku bunga yang bermukim di sana, adanya kawasan subtropis dan dingin -- yang kesemuanya memberi peluang sangat luas untuk masuknya berbagai jenis produk yang dapat melayani setiap celah sub-pasar. Pada tahun 1984, pasar Amerika Serikat menyerap tekstil, pakaian jadi, dan sepatu senilai 130 milyar dolar (bayangkan, enam kali RAPBN 1961). Rangkaian toko Sears saja penjualan tiap tahunnya untuk segala jenis mata dagangan mencapai 40 milyar dolar. "Dan pasarnya stabil. Apalagi dolarnya kuat," kata Frans Seda memperkuat alasan. MENGEMBANGKAN ekspor, kata Frans Seda, haruslah dilandasi dengan pengertian dan kesadaran akan adanya dua garis depan. "Pada homefront kita harus mengamankan harga, mutu produk dan layanan," katanya. "Sedang pada pasar sasaran kita harus mengenali rules of the game yang berlaku." "Setiap penjual itu 'kan harus mengenal pembelinya," kata Frans Seda. "Di Amerika Serikat sudah ada sistemnya yang baku untuk memperkenalkan penjual dan calon pembeli. Di lingkungan tekstil dan pakaian jadi, misalnya, dikenal institusi yang bernama Textile & Garment Mart, yang tidak lain adalah trade center. Nah, kalau kita tidak melewati sistem ini 'kan bisa konyol?" Trade centers, di Amerika Serikat, merupakan wadah yang lazim untuk mempertemukan penjual dengan calon pembeli dalam kondisi yang kompetitif. Trade center, karenanya, merupakan terobosan bagi pengusaha Indonesia untuk lebih mengenali pasarnya. Bila semula mereka hanya menunggu sampai ada pembeli yang merasa berkecocokan dengan satu jenis barang, maka sekarang mereka akan lebih berkesempatan untuk mengenali selera pasar. "Soalnya," kata Frans Seda, "kemeja yang disukai di New York belum tentu disukai di Los Angeles. Begitu pula warna yang disukai orang-orang keturunan Spanyol belum tentu disukai pendatang dari Puerto Rico. Pokoknya tak ada generalis pasar di Amerika Serikat. Dan trade center yang bisa menghubungkan ratusan penjual dengan ratusan pembeli, merupakan tempat memantau berbagai kebutuhan dan selera pasar yang terwakili. Jangan seperti sekarang, kita hanya menunggu di warung sampai ada pembeli datang." Trade center pada dasarnya adalah suatu badan pemasaran kolektif. Trade center memberikan jasa dan layanan pemasaran berspektrum luas bagi anggotanya, serta sekaligus menghubungkan dengan jaringan distribusi yang sudah terbentuk di pasar sasaran. Sebagai jalur langsung sumber sediaan Indonesia dengan pasar Amerika, Pacific Trade Center dengan sendirinya menjembatani perbedaan-perbedaan sosial dan kultural antara Timur dan Barat (atau Utara dan Selatan?) dalam pola-pola menjalankan bisnis. Sebagai badan pemasaran kolektif, PTC mempunyai comparative advantage dan posisi tawar-menawar yang lebih baik. Dengan pengelompokan kekuatan dan pengalaman ini, akan banyak kendala yang dapat diatasi untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor. PTC menyediakan fasilitas lengkap, seperti: trade financing, advis pemasaran informasi pasar, promosi, pengaturan pengapalan/pergudangan, kesekretariatan, konsultasi hukum dan lain-lain. PTC selain menyediakan tempat khusus di New York untuk pameran dagang, juga mengatur partisipasi dalam berbagai pameran dagang penting di Amerika. DENGAN demikian jelaslah bahwa peran PTC adalah meneruskan dan memantapkan hasil promosi dagang yang telah dilakukan dengan bantuan Pemerintah. Kamarulzaman Algamar, Kepala BPEN, mengatakan bahwa dalam tahun 1985 saja BPEN telah membantu keikutsertaan pengusaha Indonesia dalam 16 eksibisi dan misi dagang di luar negeri . "Promosi yang dibantu BPEN itu sebenarnya hanya upaya membuka beach head untuk memulai terobosan ke pasar baru," kata Frans Seda. "Tetapi, sesampainya di beach-head itu kita tak boleh berhenti. Kita harus penetrasi Dan kegiatan itu sudah di luar fungsi BPEN. Swasta sendiri tak bisa diharapkan dapat mengatasi masalahnya secara sendiri-sendiri. Justru di sinilah trade center bisa secara kongkret membantu." Karena itu Frans Seda mengusulkan adanya pooling sumberdaya. "Perdagangan itu 'kan merupakan mata rantai yang terpadu. Tak bisa sepotong-sepotong. Misalnya, BPEN hanya promosi, lalu PTC hanya mengembangkan dan mempenetrasi pasar." Ia memimpin penggabungan kedua kegiatan itu agar mata rantainya tak terputus. "Wah, itu akan menjadi kekuatan yang luar biasa," kata Frans Seda. "Dan penggabungan kekuatan swasta dengan Pemerintah seperti ini menurut saya justru lebih masuk akal daripada swastanisasi BUMN." Tindak lanjut yang taat azas pada unit lain memang dituntut untuk mewujudkan hasil-hasil yang didapat oleh promosi. Kamarulzaman Algamar menunjukkan contoh tentang adanya permintaan 25 juta pasar sepatu olah raga buatan Indonesia untuk dipasarkan di Amerika Serikat. Tawaran itu dinyatakan dalam sebuah missi dagang yang dipimpin Rachmat Saleh. "Mutu kita sudah dianggap kompeten. Tetapi, ternyata pengusaha kita tak mampu memenuhi permintaan sebesar itu." Algamar mengatakan: "Penetrasi pasar itu seperti perang. Bila informasinya tak cukup, kita akan kalah. Karena itu intelijens harus masuk dulu." Untuk kegiatan intelijens ini -- memantau selera pasar -- BPEN memang telah menyebar "mata-mata"nya ke berbagai penjuru. Bulan, ini, misalnya, BPEN pergi "mengintip" pameran mode di Paris. PEMILIHAN primadona agaknya sulit dihindarkan dalam menempatkan urutan prioritas ekspor komoditi nonmigas. Sembilan dari 16 eksibisi dan misi dagang yang diikuti BPEN, misalnya menampilkan tekstil dan pakaian jadi. BPEN juga menempatkan prioritas tinggi untuk produk hasil kayu. Mengikuti kecenderungan ini, Pacific Trade Center pun menempatkan kedua jenis komoditi itu pada peringkat teratas. Jenis komditi lain yang dapat dibantu pemasarannya oleh PTC adalah: pakaian jadi dan tekstil, mebel dan produk-produk kayu lainnya, mainan anak, barang-barang hadiah (gift items) dan kerajinan tangan, plastik, karet dan produk-produk dari kulit, frozen food dan canned food. Untuk kelima jenis komoditi ini, PTC kini telah menghimpun lebih dari 400 marketing companies Amerika bonafid yang siap menjadi pembeli potensiel. Sotion Ardjanggi, Direktur Jenderal Aneka Industri Departemen Perindustrian, mengatakan bahwa sebenarnya cukup banyak komoditi buatan Indonesia yang punya masa depan baik di Amerika Serikat maupun pasar internasional. "Permintaan mereka kadang-kadang mengagetkan," kata Sotion. Giff items pun semula tak dinyana bakal punya tarikan yang besar di pasar Amerika Serikat. Sotion pun menganggap wajar akan konsentrasi perhatian ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat. "Itu menyangkut masalah tenaga buruh yang di sana sangat mahal. Apalagi soal pakaian ini 'kan soal selera. Agaknya sudah banyak produk pakaian jadi dari Indonesia yang sesuai dengan selera orang sana," kata Sotion. Dari BPEN juga diperoleh keterangan bahwa sejak lima tahun terakhir ini permintaan pasar Amerika terhadap pakaian bordiran Indonesia sangat kuat. Sampai-sampai merek made in Indonesia nya dicopot pengusaha dari suatu negara lain dan diganti dengan nama negaranya. "Itu merugikan citra kita tentunya," kata Algamar. Persis seperti pemeo: kerbau punya susu, sapi punya nama. TETAPI, ternyata, kedua komoditi primadona itu-pakaian jadi dan produk hasil kayu -- justru payah daya saingnya. Thomas Anwari, Ketua Bandung Garment Club, menunjukkan dokumen yang menyatakan bahwa ia kalah tender dengan Korea hanya karena perbedaan setengah dolar perlusin. "Kami tak bisa berbuat apa-apa, " kata Thomas. " Kami dapat mengerti bahwa bagi mereka perbedaan setengah dolar perlusin itu besar artinya." Kenyataan ini meneguhkan pendapat Frans Seda tadi Bahwa perdagangan itu merupakan proses yang terpadu. Ekspor selalu berawal dari produksi. Tetapi, dalam kelembagaan keduanya justru tak bertaut. Misalnya, Pemerintah memberikan fasilitas kredit ekspor dengan bunga hanya 9% setahun. Ini menjadi kurang berarti bila untuk memproduksi barang yang akan diekspor itu biaya bunganya tetap 25%. Banyak lagi faktor ekonomi biaya tinggi yang terjadi. Thomas Anwari juga mengemukakan bahwa harga bahan baku yang dibeli para pengusaha pakaian jadi di Indonesia ternyata 25% lebih mahal dari harga beli di negara lain. Ini, tentu saja, memperlemah daya saing. Upaya mengurangi beban ekonomi biaya tinggi itu kemudian menjadi prioritas. Thomas Anwari yang didampingi para pengurus Bandung Garment Club membeberkan rencananya untuk menyelenggarakan "pelabuhan kering" (dry port) di Bandung. "Contohnya seperti di Venloo, Negeri Belanda, yang letaknya 200 kilometer dari kota pelabuhan Amsterdam. Venloo merupakan dry-port bagi beberapa jenis industri di sana," kata Thomas. Dengan penerapan dryport untuk secara kolektif melakukan pengiriman barang, dokumen menjadi lebih cepat terselesaikan dan biayanya pun rendah. Ditambah lagi dengan fasilitas yang disediakan Pacific Trade Center, lampu hijau untuk memasarkan produk pakaian jadi di Amerika Serikat semakin menyala terang. Kesulitan yang sama juga dihadapi oleh para pengusaha hasil kayu. M. Djalal Kamal, Ketua Asosiasi Pengusaha Hasil Kayu Indonesia (APHKI), mengungkapkan kenyataan bahwa Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan Singapura dapat menawarkan mebel dengan harga lebih kompetitif dibanding penawaran Indonesia. "Padahal kayunya mereka beli dari Indonesia," kata Djalal. Analisis struktur harga mulai dari bahan mentah, biaya fabrikasi, dan transportasi -- memang menyebabkan landed cost mebel buatan Indonesia menjadi 17-22% lebih mahal di Amerika. Disparitas harga itu misalnya tampak pada ongkos angkut kayu. Dari Kalimantan ke Taiwan ongkosnya US$ 15 per meter kubik. Sedangkan Kalimantan-Jakarta yang jauh lebih dekat, ongkosnya malah Rp 25.000 per meter kubik. Masih ada lagi yang mempengaruhi persaingan harga. "Suatu kenyataan, bahwa harga yang ditawarkan para eksportir Indonesia kebanyakan didasarkan pada kondisi pabrik yang tidak memenuhi standar efisiensi, sehingga hal ini akan tercermin dalam harga akhir yang ditawarkan," ungkap Djalal. "Saya juga gusar bila melihat kayu eks Kalimantan yang dikirim ke pangkalanpangkalan kayu di Singapura dan Hong Kong itu lebih baik mutunya daripada yang dikirim ke Jakarta," keluh Djalal. "Agar nilai tambah tidak hanya dinikmati oleh pengusaha asing yang memanfaatkan kayu di Indonesia, APHKI memang berusaha keras untuk mengeliminasi komponen biaya yang menyebabkan disparitas harga itu," tambah Djalal. Sekarang ekspor mebel dan hasil produksi sejenis dari Indonesia baru mencapai 16 juta dolar setahun. Tidak heran bila Menteri Kehutanan Soedjarwo mendesak agar produsen hasil kayu Indonesia mampu menyumbangkan 1 milyar dolar setahun pada akhir Pelita Vl nanti. Soalnya, Taiwan yang tak punya bahan baku bisa mengekspor 1,2 milyar dolar produk hasil kayu setiap tahun. Amerika Serikat menurut Djalal Kamal, sebenarnya cukup memberi peluang bagi hasil kayu Indonesia. Tetapi, Indonesia baru lebih berhasil memasarkan mebel rotan ke Amerika Serikat. "Dengan pemasaran kolektif melalui Pacific Trade Center kami mengharap akan dapat meningkatkan daya saing kami," kata Djalal. PACIFIC Trade Center ternyata memang menjawab keruwetan itu. "Kalau kita melihat struktur perdagangan di Amerika Serikat," kata Mochtar Riady, "maka tampaklah keharusan bahwa selain melalui importir, barang-barang itu juga harus melewati kanal perdagangan yang berliku-liku. Masing-masing tentu akan mengambil presentase keuntungan, sehingga harganya sudah jatuh mahal ketika mencapai pengecer. Akibatnya, kita sulit bersaing." Seperti trade center lainnya, PTC bisa memotong jalur itu dan langsung mempertemukan penjual dan pengecer (dalam hal ini: department stores, mail order house, catalog house dan lain-lain) melalui marketing companies. Cara ini dimungkinkan dalam lingkungan pemasaran yang terbuka seperti di Amerika Serikat. Tentu akan timbul pertanyaan: kalau sudah menjadi anggota PTC apakah langsung dijamin akan dapat order? Mochtar Riady hanya tertawa. Tak akan semudah itu, memang. Keberhasilan ekspor non-migas kita tidaklah semata-mata tergantung pada satu pihak saja, melainkan merupakan hasil usaha terpadu antara berbagai pihak. Pemerintah memainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan iklim dan kegairahan usaha. Pengusaha sendiri harus memenuhi persyaratan dagang, mutu yang baik, harga yang bersaing dan stabilitas produksi untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman barang. "Kalau semua itu sudah oke, PTC akan menunjukkan pembeli potensiel di Amerika Serikat," kata Mochtar. "Dan kalau terjadi transaksi, BCA yang berada di belakang PTC pun siap membantu segi financing dan layanan perbankan lainnya. Masing-masing pihak tersebut di atas harus dapat memainkan peranannya dengan baik dan saling menunjang." Lalu orang pun curiga: wah, jangan-jangan setelah kita kerja keras nanti hasilnya dicaplok semua oleh BCA. Abdullah Ali, Presiden BCA, dalam pertemuannya dengan Sotion Ardjanggi bersama beberapa eksportir yang diundang oleh Ditjen Aneka Industri, mengatakan: "Melibatkan diri sendiri dalam transaksi perdagangan akan menyebabkan PTC gagal dalam mencapai tujuannya karena ia akan kehilangan kepercayaan dari para anggotanya." Memang, dalam kenyataannya nanti, peran aktif dalam negosiasi transaksi dagang akan dilakukan oleh para anggota sendiri dengan para calon pembeli dan bahkan transaksi itu pun dapat diselesaikan tanpa harus melibatkan PTC. PTC hanya menyediakan sarana dan informasi agar para anggotanya dapat bertemu dengan calon pembeli. Lalu manfaat apa yang hendak dipetik oleh BCA dengan para anggotanya dan pembeli, diharapkan BCA akan dapat memperoleh keuntungannya melalui layanan perbankan. Tentang mutu agaknya sekarang kita sudah boleh tahan. "Beberapa tahun yang lalu kita dianggap tak bisa bikin pakaian jadi," kata Sotion Ardjanggi. "Sekarang, buktinya kita bisa. Dulu mutu pakaian jadi kita tak stabil karena kita tak kenal medan... tak kenal requirement di sana, tak punya orientasi ekspor, dan tak pernah dipaksa untuk meningkatkan mutu karena pasar lokal sudah cukup. Sekarang kondisinya sudah berubah." Memang berubah, Saudara. Sekarang yang jadi masalah bukan lagi mutu, tetapi kuota. "Justru makin ada kuota makin diperlukan trade center," kata Mochtar Riady, "Karena dengan pembeli bonafid yang dihimpunkan PTC kitatidak hanya mendapat volume, tetapi value yang tinggi." "Untuk mengatasi masalah ekspor kita, saya memang belum berpikir sejauh Jepang dengan trading house-nya itu," tambah Mochtar "Saya lebih cenderung menyediakan wadah seperti PTC ini agar banyak pengusaha yang dapat ikut serta. Sebagai salah satu bank besar di Indonesia, BCA merasa ikut terpanggil menyelenggarakan layanan ini." Nah, Saudara-saudara, lampu hijau sudah menyala. Tunggu apa lagi? Kalau mau ekspor komoditi non-migas, silakan lewat sini. Lewat PTC. Bondan Winarno/Harso Widodo Paket Layanan Menuju Jalan Pintas Dalam rangka mensukseskan program pembangunan untuk menggalakkan ekspor nonmigas, Bank Central Asia telah mendirikan Pacific Trade Center (PTC) di New York untuk membantu para pengusaha dalam memulai atau meningkatkan bisnis di Amerika Serikat. Dasar pemikirannya sederhana: Membentuk satu badan pemasaran kolektif yang dapat memadukan sumber daya dan pengalaman para anggotanya serta memperkecil hambatan-hambatan dan meningkatkan penjualan. Bagi para anggotanya, PTC menyediakan layanan yang lengkap dalam bidang penjualan dan pemasaran, sekaligus kesempatan memanfaatkan jaringan perbankan yang telah ada. Sepuluh layanan berikut siap diberikan oleh PTC: 1. Penjualan dan Pemasaran Faktor-faktor yang mernpengaruhi pasar di Amerika selain kompleks juga dinamis sifatnya. Karena itu, pengusaha asing yang ingin memasuki pasar Amerika perlu mendapat bantuan saran-saran para ahli terlebih dahulu. PTC adalah lembaga yang tepat bagi para pengusaha untuk mendapatkan saran-saran profesional untuk membuka, memperkuat dan mengembangkan aktilitas penjualan dan pemasaran mereka di Amerika Dengan dukungan pengalaman dan sumber daya kolektif BCA Group, PTC bisa membantu anggotanya menekan waktu dan biaya pengembangan bisnis mereka di sana. PTC memberikan bantuan dalam bidang-bidang berikut: - Seleksi agen-agen penjualan. - Penggunaan jasa-jasa agen penjualan secara efisien. - Pencarian dan penggunaan informasi pasar yang mutakhir. - Pengembangan strategi untuk memasuki pasar, termasuk bantuan untuk mengembangkan program-program penjualan, promosi dan periklanan. - Perkenalan dengan para importir, grosir dan jalur-jaiur distribusi utama yang sudah diseleksi. - Pembentukan jaringan dealer/pengecer. - Pembentukan depot barang-barang. - Pemantauan hasil penjualan produk anggotanya melalui layanan analisis pasar. 2. Informasi Perdagangan dan Kredibilitas Pengusaha PTC menyediakan bagi anggotanya. informasi mengenai keadaan serta kredibilitas dan reputasi penguaha-pengusaha sebagai bahan pengamilan keputusan. Selain mempunyai hubungan dengan sumber-sumber informasi utama di Amerika, PTC sendiri juga menyelenggarakan satu sistem pengolahan data serupa. Dengan dukungan sumber data ini, PTC dapat membantu anggotanya mendapatkan informasi bisnis berikut: - Laporan perusahaan-perusahaan penilai kredibilitas. - Daftar dan indeks importir, grosir dan pengecer. - Data ststistik mengenai berbagai industri yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan Amerika Serikat dan oleh Asosiasi-asosiasi Dagang. - Jurnal, majalah dan penerbitan mengenai perdagangan dan pasar di Amerika. - Informasi khusus mengenai perdagangan. manajemen, keuangan dan pemasaran yany diperlukan anggotanya. 3. Keuangan PTC memberikan kesempatan pada para anggotanya untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas keuangan yang disediakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan dalam naungan BCA Group. Anggota yang memenuhi syarat perbankan dapat menikmati jasa pembayaran, fasilitas kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya, seperti: - Letter of Credit dan Trade Financing. - Payments dan Deposits. - Trade Collections. - Accounts Receivable Financing. - Inventory Financing. - Kiriman uang kilat. Bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan yang siap melayani Anda adalah: Bank Central Asia. The Hongkong Chinese Bank Limited, Hongkong. Central Asia Capital Corporation Limited, Hongkong. Worthen Bank International, New York. Seng Heng Bank Limited, Macao. 4. Promosi dan Pameran Dagang Kunci keberhasilan pemasaran di Amerika adalah pengembangan satu sistem promosi yang canggih dan terpadu. PTC siap membantu anggotanya memilih ahli-ahli untuk menyusun. mengembangkan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan promosi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota, baik untuk ingin membuka jalur pemasaran ke Amerika maupun untuk mereka yang ingin memperluas usahanya. a. Promosi dan Pameran Dagang. - PTC mengatur partisipasi dalam pameranpameran dagang yang terkenal pada tingkat lokal maupun nasional dan membantu memamerkan dan menjual hasil produksi anggotanya. - PTC mengkoordinasikan agen-agen penjualan dalam mernamerkan barang-barang dan dalam melaksanakan kegiatan promosi. - PTC menyelenggarakan berbagai iegiatan promosi, termasuk kunjungan pembeli-pembeli terpilih secara berkala ke kantor PTC dan ke tempat-tempat pameran. - PTC membantu anggotanya menyelenggarakan pameran dagang khusus. b. Iklan dan Promosi - PTC menyediakan tenaga-tenaga ahli untuk mengembangkan sarana iklan dan promosi yang akan diterapkan di Amerika. - PTC memiliki tenaga-tenaga spesialis yang siap memberikan nasehat untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penetrasi hasil-hasil produksi ke dalam pasar. - PTC menerbitkan berbagai publikasi dan surat edaran yang dapat dimanfaatkan oleh para anggsta untuk pemasangan iklan. c. Misi "Buy Asia" PTC menyelenggarakan kunjungan secara berkala kelompok-kelompok pembeli Amerika ke Asia. Anggota PTC memperoleh prioritas untuk dikunjungi. 5. Pengangkutan, Pabean dan Pergudangan Penggabungan sumber-sumber daya PTC dengan dukungan anggotanya menciptakan kemampuan tawar-menawar yang kuat. PTC dengan demikian bisa memperoleh tarip-tarip kolektif yang menguntungkan dari perusahaan-perusahaan pengangkutan, pergudangan dan asuransi, antara lain untuk hal-hal berikut: - Perolehan izin impor dan ekspor, pengurusan deklarasi impor dan pabean serta ekspedisi untuk pengiriman barang-barang, baik melalui udara maupun laut. - Pengelola pengangkutan darat dan penyimpangan barang-barang di gudang. - Bonded Warehouses dan Pergudangan Umum. - Layanan kemasan. - Jasa-jasa asuransi. - Pengiriman barang dan dokumen melalui courier services. - Pengelolaan pesanan melalui pos (mail order). - Pengawasan persediaan barang (Inventory Control). 6. Usaha Patungan Seringkali seorang pengusaha ingin menggabungkan upaya bisnisnya dengan pengusaha lain untuk memperoleh hasil yang optimal. Tujuan patungan semacam ini antara lain adalah untuk: - Meningkatkan hubungan antar eksportir dan antara eksportir dan distributornya. - Memperluas hubungan antara eksportir dan importir, grosir dan pedagang eceran Amerika. - Mendirikan sarana produksi di Amerika untuk mendapatkan predikat barang "buatan Amerika". Dengan menggunakan jaringan fasilitas dan hubungan yang luas, PTC bisa membantu pengusaha-pengusaha dalam mempelajari kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyek patungan, baik di dalam maupun di luar Amerika. PTC dapat menyarankan penggunaan konsultan-konsultan ahli yang dapat memberi nasehat mengenai kebutuhan investasi: - Evaluasi bidang usaha dan investasi anggotanya dan peluang patungan. - Penelitian dan seleksi calon-calon mitra (partner) yang potensiel. - Evaluasi proyek dan studi kelaikan. - Bantuan dalam memperoleh kredit jangka menengah-panjang dan/atau modal investasi. - Bantuan untuk mendapatkan nasehat hukum dan jasa perakunan (accounting). 7. Sekretariat dan Administrasi Bagi pengusaha yang baru memulai usaha di Amerika, mendapatkan tenaga sekretaris dan administrasi selain bukan suatu pekerjaan yang mudah, biayanya seringkali juga tidak sebanding dengan volume awal usaha. PTC menyediakan tenaga-tenaga profesional dan peralatan kantor dengan tarif kolektif untuk membantu meringankan beban para pengusaha dalam menanganani pekerjaan-pekerjaan: - Korespondensi dan pengetikan. - Pengolahan data oleh komputer. - Telex dan facsimile. - Penyusunan dan penyimpangan dokumen. - Penggandaan dokumen. - Terjemahan. - Penerimaan tamu. - Periklanan. - Pengurusan pameran. 8. Konsultasi Hukum PTC dapat menghubungkan anggotanya dengan kantor penasehat hukum internasional yang mampu memberi saran dalam bidang-bidang beri kut: - Pembentukan dan registrasi perusahaan baru. - Pembuatan dan negosiasi perjanjian. - Pendaftaran hak paten, merk dagang dan hak cipta. - Penyelesaian perselisihan dagang. - Perpajakan. - Perolehan dan penjualan aktiva tetap perusahaan/pribadi. - Imigrasi. - Nasehat-nasehat lain mengenai hukum dagang. 9. Perakunan (Accounting) PTC dapat membantu anggotanya dengan menyarankan penggunaan kantor-kantor aku ntan yang memahami kebutuhan bisnis Asia: - Penyusunan dan penyesuaian sistem perakunan. - Penggunaan komputer untuk sistem perakunan. - Penyusunan pelaporan pajak Federal dan negara bagian. - Pemeriksaan pembukuan. - Penyusunan laporan dan analisa keuangan. 10. Perjalanan dan Akomodasi Pengurusan perjalanan dan akomodasi di Amerika bisa memakan banyak waktu dan menuntut kesabaran. PTC dapat membantu anggotanya untuk mengurus akomodasi dan perjalanan mereka di Amerika. Untuk itu, PTC bekerja sama dengan beberapa biro jasa dan bisa mengusahakan tarip kolektif yang menguntungkan untuk: tiket penerbangan, hotel, sewa mobil, pencarian tempat tinggal dan sekolah bagi anggota keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini